Tetangga Baru

616 23 10
                                    

Disclaimer : BoBoiBoy © Monsta. Tidak ada keuntungan material apapun yang diambil dari fanfiksi ini.

Note : Alternative Universe, college!AU, cinta segi-banyak(?), many ships included (Taufan x Yaya, Fang x Yaya, Kaizo x Yaya, Halilintar x Ying, Taufan x Ying, Gempa x Ying, Fang x Shielda)

.

.

.


Ying menaburkan bumbu di panci, mengaduk bersama mi yang telah mengambang. Kuah merah yang mendidih seolah dapat mematahkan lidah siapa pun yang mencicipinya. Kompor dimatikan, Ying mengangkat panci dan membawanya ke ruang tengah.

"... Ya, aku bertemu mereka. Gempa bilang orang tua mereka membeli unit di sini, karena rumah mereka terlalu luas untuk ditinggali bertiga."

"Keluarga mereka kaya," Shielda mengambil sumpit setelah panci yang mengepulkan asap tersaji di depan mereka. "Mau sepuluh unit juga mereka sanggup membelinya."

"Bukankah keluargamu juga?" Ying menuang air di gelas. "Kalau Pak Tarung tidak memberikan apartemen ini sebagai hadiah ulang tahunmu, kita tidak akan tinggal di sini dengan gratis."

Shielda berdecak, ikut menuang air ke gelasnya. "Aku tidak minta dibelikan apartemen, Sai yang minta. Dia berlebihan sekali."

"Tidak apa-apa," Ying tertawa. "Justru bagus, 'kan? Kami kecipratan untung juga. Benar 'kan, Yaya?"

Yaya mengangguk, mencubit mi dari panci dan memindahkan ke piringnya.

"Lagipula sudah lama sekali kita ingin pergi dari rumah. Karena menyewa kamar butuh biaya, jadi yah ... tidak ada salahnya kita mengambil peluang."

Ying meniup uap mi yang telah dicubitnya, memasukkan ke dalam mulut hanya untuk mendesah. Seharusnya ia kira-kira saat menambahkan pasta cabai tadi.

"Kau ini mirip sekali seperti Taufan," Shielda menggeleng. "Pantas saja Halilintar selalu menghindarimu. Kau tau, kudengar dari Fang mereka itu sering ribut."

"Yah, mereka memang selalu bertengkar," Ying mengedikkan bahu. "Bukan hal aneh lagi melihat mereka ribut."

"Kalau kau menyukai pemuda dingin itu seharusnya kau bersikap lebih baik lagi."

Ying menggeleng, menepis kalimat Shielda. Mulutnya yang mengunyah mi membuat pipinya menggembung.

"Dia akan jadi pacarku," kata Ying percaya diri. "Aku tidak perlu berubah supaya aku bisa diterima. Aku akan membuatnya menerima diriku yang sebenarnya."

"Jangan terlalu yakin," Shielda mencibir. "kebanyakan laki-laki sekarang terlalu suka memaksakan kehendak. Mereka hanya mau menerima yang sesuai dengan keinginan mereka, bukan yang lain."

"Bisa saja kalau Ying bisa meluluhkannya," sahut Yaya.

"Ah. Yaya saja mendukungku. Kau memang pengertian, Yaya." Ying tersenyum. "Tidak seperti yang satu ini. Jahat."

"Aku hanya menyuruhmu untuk berpikir realistis," tandas Shielda. "Kehidupan tidak seperti yang terlihat di drama, kau tahu."

"Iya, iya. Aku tahu," cibir Ying.

Ying menyesap mi sampai habis, lalu mengusap bibirnya dengan tisu. "Aku akan mandi, setelah itu mengerjakan tugas. Kalian yang mencari makan malam, ya?"

"Kau hanya tahu menyuruh-nyuruh orang lain," cibir Shielda.

"Aku bukan menyuruh, kita hanya berbagi tugas," Ying tersenyum manis. Ia mengangkat mangkuknya yang sudah habis dan membawanya ke bak cuci piring.

Love AnglesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang