Disclaimer : BoBoiBoy © Monsta. Tidak ada keuntungan material apapun yang diambil dari fanfiksi ini.
.
.
.
"Apa aku terlalu egois karena memikirkan perasaanku sendiri?"
Ying memeluk lututnya dengan wajah muram.
Ying masih ingat hari kali terakhir saat ia bertemu dengan Halilintar. Pemuda itu menyatakan perasaannya, tapi Ying masih terlalu sakit hati untuk menerima dan memilih menolaknya mentah-mentah. Ia justru memilih berhubungan tanpa melibatkan perasaaan dengan seseorang. Saudara Halilintar sendiri. Ying tidak tahu kalau keputusannya akan berdampak sebegini fatal.
"Bukan salahmu," hibur Yaya. "Menurutku sesekali bersikap egois tidak apa-apa. Kau sudah lama memendam sakit hati, bukan salahmu kalau kau sekarang lebih memilih untuk bahagia dengan melupakan masa lalu."
"Tapi Hali—"
"Apa yang menimpa Halilintar sama sekali bukan salahmu, Ying," kata Yaya. "Tidak ada hubungannya denganmu. Mungkin saja dia hanya marah dan melampiaskan kekecewaannya dengan cara seperti itu."
"Tapi dia kecewa karena aku," gumam Ying. "Aku menolaknya, dan dia melampiaskannya dengan menyakiti diri sendiri."
"Dia sudah mengecewakanmu selama bertahun-tahun, tapi kau tidak sampai menyakiti dirimu, 'kan?" ujar Yaya. "Ini hanya tentang perspektif. Setiap orang menghadapi sakit hati dengan cara berbeda-beda. Orang lain tidak bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan pada diri sendiri untuk mengatasi sakit itu."
"Tapi ... aku tetap akan merasa bersalah. Apalagi jika Hali benar-benar lumpuh dan tak bisa berlari lagi." Ying terisak lirih. "Mungkin aku tak bisa memaafkan diriku sendiri. Mungkin ... aku juga tidak akan bisa melanjutkan hubunganku dengan Taufan."
"Ying." Yaya mengusap punggungnya lembut. "Kupikir Halilintar akan sembuh. Cedera tulang kaki sebenarnya tak begitu berbahaya. Aku yakin orang tua mereka juga akan membawa Halilintar ke dokter terbaik. Halilintar adalah putra keluarga mereka yang pasti akan dijaga dengan sebaik-baiknya. Halilintar hanya butuh waktu menerima kondisi ini."
"Dia pasti tidak akan pernah memaafkanku."
"Dia tidak tahu diri kalau sampai menyalahkanmu," kata Yaya. "Percayalah, dia akan baik-baik saja."
"Aku benar-benar takut ..."
Yaya merangkul Ying. "Kau akan baik-baik saja. Halilintar hanya butuh waktu. Sebaiknya kau tak menemui dia sementara waktu."
Ying memeluk lututnya semakin erat dan menangis dalam diam. Ia tidak tahu masalahnya akan menjadi serunyam ini. Sekarang bagaimana ia akan bisa menghadapi Halilintar? Dan bagaimana dengan kelanjutan hubungannya dengan Taufan?
.
.
.
"Kenapa kau bisa sampai seperti ini? Hanya karena seorang gadis kau mematahkan kedua kakimu." Gempa menggeleng-geleng dan mendesah saat duduk di sisi ranjangnya. Halilintar masih menatap keluar jendela. "Mama dan Papa sedang dalam perjalanan ke sini. Mereka pasti akan mengomelimu habis-habisan."
Halilintar masih menolak bicara apapun. Ia juga menolak makan, membuat Gempa kebingungan bagaimana harus membujuknya.
Taufan tidak diperkenankan datang. Gempa terpaksa harus mengiriminya kabar lewat obrolan daring. Ia memejamkan mata dan menghela napas, mengawasi kembaran sulungnya yang masih bergeming.
"Kau yakin tidak ingin makan?" tanya Gempa. "Supmu sudah dingin."
Halilintar masih betah membisu. Gempa mendesah berat. Apa yang harus diperbuatnya untuk membujuk Halilintar?

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Angles
Fanfiction[TAMAT] Cinta segitiga? Cinta segiempat? Dilihat dari manapun, cinta itu rumit dengan banyak sudut yang sulit dijangkau. Jika hati sudah memilih, enggankah takdir membuka jalan? AU/college!AU