Perang Saudara

142 12 34
                                    

Disclaimer : BoBoiBoy © Monsta. Tidak ada keuntungan material apapun yang diambil dari fanfiksi ini.

.

.

.

Shielda menuruni tangga sambil menguap. Matanya begitu bengkak karena menangis semalaman sampai seolah ada yang merekatkan bola tenis di kelopaknya. Sai pasti akan bertanya-tanya, dan Shielda belum memikirkan bagaimana cara untuk menceritakan semuanya.

Aroma kopi langsung tercium begitu ia mencapai ujung tangga. Shielda menarik napas dan berjalan ke dapur. Keningnya mengernyit mengetahui bukan Sai yang ia temukan di sana.

"Kenapa kau masih di sini?"

"Aku ditawari kopi oleh Sai," ujar Fang santai.

"Aku tidak menawarimu. Kau seenaknya mengambil sendiri," tukas Sai yang muncul di belakang Shielda.

"Ayolah, aku 'kan tamu. Kau tidak mungkin menelantarkanku, 'kan?"

"Kenapa tidak? Tamu tidak tahu diri sepertimu memang sebaiknya langsung diusir."

Shielda menarik kursi di depan Fang, mengawasi cangkir yang dituang kopi oleh Sai.

"Sekarang ceritakan padaku bagaimana kalian berdua sampai harus repot-repot menginap di rumahku," kata Sai.

"Tanya Fang saja," kata Shielda.

"Tanya Shielda saja," balas Fang.

"Aku tanya kalian berdua," Sai berdecak. "Kalau tak mau cerita, aku akan mengusir kalian berdua dari sini."

"Tidak masalah. Kita bisa menginap di hotel. Iya kan, Shielda?" Fang menyeruput kopinya.

"Apa yang mau kau lakukan pada adikku di hotel?" Sai mengacungkan pisau buah pada Fang seraya mendelik.

"Apa saja kalau kau tak membiarkan Shielda dan aku menginap di sini." Fang mengangkat bahu.

"Jangan macam-macam!" Pisau menusuk apel di keranjang dengan beringas.

Shielda berdecak, melerai keduanya. "Biarkan aku menginap di sini beberapa hari. Kalau tidak aku akan mengadukanmu pada ayah."

"Lalu apa yang akan kau katakan jika ayah bertanya kenapa kau tidak tidur di apartemenmu sendiri?" Sai memicingkan matanya.

"Bilang saja aku sedang mengerjakan tugas," Shielda mendesah. "Aku benar-benar tidak ingin pulang."

"Kau bertengkar dengan teman-temanmu?"

"Tidak." Shielda mengambil roti dan botol selai.

"Lalu apa yang terjadi? Ada penguntit lagi yang mengganggu kalian?"

"Aku hanya sedang ingin menginap di sini. Kenapa, sih?"

"Bukan apa-apa." Sai berdecak. "Terserah kau sajalah."

Fang mencomot apel yang baru dikupas Sai dan mengaduh saat tangannya dipukul gagang pisau.

"Kau juga, kenapa tidak pulang ke rumahmu sendiri?" tukas Sai galak.

"Aku sudah bilang aku sedang malas bertemu Bang Kaizo."

"Kau pikir ini panti asuhan?" Sai mendelik. "Setelah ini kau pulang. Tidak ada acara menginap lagi di sini."

"Aku tidak mau pulang," Fang memberengut. "Ayolah, Sai. Biarkan aku tidur di sofamu. Aku tidak akan menyusahkanmu, aku janji!"

"Melihatmu di sini saja sudah membuatku susah," decak Sai.

"Apanya yang susah? Aku tidak merepotkanmu. Aku bahkan tidak minta makan!"

"Kau tidak minta, tapi langsung mengambil tanpa izin," ketus Sai, yang kemudian menghela napas. "Tapi yah, baiklah. Kau boleh menginap, tapi tidak gratis."

Love AnglesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang