Retak

105 13 16
                                    

Disclaimer : BoBoiBoy © Monsta. Tidak ada keuntungan material apapun yang diambil dari fanfiksi ini.

.

.

.

"Jadi yang mengirimkanmu semua bunga itu ternyata Gempa?"

Ying mengangguk-angguk. Ia memilin gulungan benang rajut milik Yaya yang berserakan di karpet sambil termenung.

"Dan ... dia mengajakmu pendekatan?"

Ying kembali mengangguk. "Bagaimana menurut kalian?"

"Yah, tidak ada salahnya dicoba," kata Yaya. Keningnya berkerut, matanya fokus dengan tangan yang sibuk menjalin benang-benang di jarumnya.

Shielda mengangguk setuju. "Gempa itu laki-laki baik. Kau beruntung sekali dia menyukaimu."

Ying tidak menanggapi dan hanya mengawasi Yaya yang masih fokus merajut.

"Jangan bilang kau masih memikirkan Halilintar?" tebak Shielda, menghadapi kebisuan Ying. "Ayolah. Sampai kapan kau berharap pada orang yang selalu mengabaikanmu?"

Ying menghela napas. Ia memeluk bantal sofa dan mememandang ke balkon. Pot-pot bunga dari Gempa berjejer rapi. Dua kuncup mawar baru saja mekar, dan kelopak-kelopak kecil bunga daisy bergoyang ditiup angin.

"Jadi menurut kalian, aku harus mencoba membuka hati pada Gempa?"

"Ya." Shielda mengangguk. "Sudah saatnya kau bahagia dengan orang yang benar-benar menyukaimu. Tidak perlu lagi menangis karena mengharapkan orang lain yang tidak peduli."

"Tapi ... aku takut," gumam Ying.

"Takut kenapa?" tanya Yaya.

"Aku takut akan mencampuradukkan perasaanku pada Gempa dengan Halilintar. Aku takut akan menyakiti Gempa kalau itu sampai terjadi."

"Mencampuradukkan bagaimana?"

"Selama ini aku menyukai Halilintar, tidak untuk waktu yang sebentar." Ying menghela napas berat. "Aku takut ... aku takut tidak bisa membedakan perasaanku padanya nanti."

"Kalau begitu kau harus belajar melupakan perasaanmu pada Halilintar dulu," kata Yaya, akhirnya mendongak.

"Benar," Shielda mengangguk. "Halilintar dan Gempa memang kembar, wajah mereka sangat mirip. Tapi mereka dua orang yang berbeda dan sangat bertolak belakang."

Ying menarik napas dalam. "Aku akan mencobanya."

"Kau pasti bisa. Jika Gempa memang menyukaimu sebanyak itu, dia pasti akan menunggumu sampai kau siap melepaskan Halilintar."

Ying mengangguk dan mendekap bantalnya semakin erat. Bisakah ia melakukan ini? Melepas perasaannya untuk Halilintar, dan memilih berlabuh di hati Gempa yang menawarkan ruang untuknya? Rasanya terlalu muluk untuk menjadi nyata, tapi Ying tahu ia harus membuat keputusan.

Siapa yang harus dipilihnya?

.

.

.

"Aku sudah menyatakan perasaanku pada Ying."

Halilintar terdiam, gerakan sit-upnya berhenti. Ia menarik napas beberapa kali sebelum menoleh pada Gempa yang berdiri di ambang pintu. "Lalu?"

"Dia bilang ingin mencoba pendekatan denganku," kata Gempa.

"Baguslah kalau begitu."

"Hanya itu?" Gempa mengernyit.

Love AnglesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang