Perjamuan selesai.
Duke mempersilahkan Putri Leonorah kembali ke kamar yang telah Albert sediakan.
Sementara itu Albert menemani Putri Leonorah untuk beranjak ke kamarnya.
Pria tua itu memperhatikan Putri Leonorah. Gadis cantik itu sangat cocok dengan tuan mudanya yang tidak banyak berbicara. Putri Leonorah juga bukan seseorang yang akan membuka mulut kalau itu bukan hal penting. Setidaknya, itu untuk saat ini.
"Putri, ini kamar anda. Silahkan masuk." Albert mempersilahkan Putri Leonorah masuk ke dalam kamar mending duchess yang akan ia tempati.
"Kamar ini cantik sekali," pujinya sambil memegang setangkai bunga segar berwarna merah muda yang ia sengaja sediakan.
"Ah, terima kasih banyak, Putri. Sebuah kehormatan bisa mendapatkan sebuah pujian dari anda."
"Ah, benda berkilau itu apa?"
Seperti Thea, setiap pasang mata perempuan yang melihat kilau itu pasti tertarik. Terutama karena kilauan itu bukan sembarang hal sepele.
Albert mengerenyitkan dahi. "Berkilau?'
"Ya," jawab Putri Leonorah dengan singkat.
Di dorong oleh rasa penasaran, Putri Leonorah menghampiri meja rias milik mendiang duchess. Tangannya yang lentik membuka laci meja dengan anggun.
"Wah, kalung ini cantik sekali."
Albert membulatkan matanya dengan penuh rasa kaget.
Tok tok tok.
Albert, Putri Leonorah dan dayang pribadi putri menoleh ke sumber suara.
"Maaf aku mengganggu. Aku ke sini ingin memberi tahu—kalungnya!"
Itu Arnold. Pantas saja seperti ada yang ia lupakan saat Albert berbicara masalah kamar Putri Leonorah. Ia lupa bahwa Kalung Amethyst masih tersimpan rapi di dalam laci meja rias. Yah, walaupn ada hal lain juga yang membuatnya khawatir.
"Kalung?" Kali ini pandangan mata Putri Leonorah beralih pada kalung yang ia pegang. "Ah, maaf karena menyentuh barang orang lain sembarangan."
"Hah? Uh, tidak. Lagi pula itu milikmu—ah tidak, tidak. Kalung itu akan segera menjadi milik—ah, maksudku bukan itu—ck, sial." Arnold mengutuk dirinya sendiri. Harusnya, barang sepenting itu tidak ia lupakan.
Putri Leonorah terkikik kecil mendengar ucapan Arnold. Membuat sebagian orang di dalam ruangan itu membeku.
"Ups, maaf." Sadar bahwa tawa barusan sepertinya tidak sopan, Putri Leonorah meminta maaf pada Arnold. "Jangan bilang, ini kalung pertunangan?" tanyanya memastikan.
"Uh, ya, bisa dibilang begitu." Wajah Arnold merah padam. Melihat sikap Putri Leonorah yang elegan entah mengapa mampu membuatnya berlaku aneh.
Putri Leonorah mengembalikan kalung itu pada kotaknya. Kemudian membawanya ke hadapan Arnold. "Silahkan simpan. Besok aku nantikan kalung itu kembali padaku." Putri Leonorah menyunggingkan sebuah senyum manis.
Arnold menolaknya. "Tidak, biar simpan di sana saja."
"Hm? Ada apa?"
"Kalau aku mengambilnya besok sebelum acara dimulai tidak apa-apa, kan?" Putri Leonorah mengerutkan keningnya. "Barang sepenting ini aku yang simpan?"
Arnold berdeham sejenak. "Yah, kalung itu akan jadi milikmu juga."
"Oh, ya?"
"Ya, itu Kalung Amethyst." Putri Leonorah menoleh dengan cepat ke arah kotak kalung yang ia pegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
deForsaken
FantasyHistorical - Fantasi Mungkin, bagi beberapa orang menjadi seorang lady dari kediaman ternama merupakan berkah dari Dewa. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Anthea Nyx De Cenora. Seorang anak haram dari Duke Cenora. Kisah Thea mungkin sedikit tragis...