Mungkin hari hampir larut.
Beberapa penjaga nampak terkantuk-kantuk dengan kepala yang berayun.
Plak!
"Hei, Nael! Bangun! Kalau pak tua Roshar sampai memergokimu, kau bisa mati bodoh."
Penjaga yang bernama Nael itu tersentak. Matanya yang terbuka terlihat merah.
"Ruangan di sini dingin dan lembab, Cane. Bukan salahku kalau aku mengantuk," tukasnya merasa benar.
Cane malah mengangguk-anggukkan kepala.
"Hoam, aku rasa kau benar, Nael. Entah mengapa aku merasa ikut mengantuk."
Thea hanya memerhatikan mereka berdua dalam diam. Sejauh ini, penjaga yang lumayan familiar terlihat olehnya hanya mereka berdua.
Kedua penjaga ini biasanya menjaga taman pinus. Sekarang, mereka berdua malah menjaga penjara bawah tanah.
Hanya selang beberapa menit, kedua penjaga itu benar-benar tertidur. Sekarang, hanya ia sendiri yang terjaga.
Gadis kecil itu sedikit membaik. Beberapa lebamnya sudah diolesi obat oleh Roshar. Kalau tidak, mungkin rasanya akan berkali lipat lebih menyakitkan.
"Thea."
Gadis kecil itu terlonjak kaget.
"Roscy?" gumamnya pelan.
"Bagaimana dengan keadaanmu?"
"Buruk." Suara gadis itu bergetar menjawab pertanyaan Roscy.
"Kenapa di sini gelap?"
"Kita di penjara."
Sring
Roscy keluar dari liotin. Cahaya lembut perlahan keluar dari liontin yang Thea pakai. Ada sedikit pendar cahaya yang keluar dari retakan liontin.
"Ah, liontinnya retak."
Thea menunduk, memerhatikan retakan yang ada pada liontinnya.
Walau ada pendar cahaya yang menguar, kedua penjaga itu—Cane dan Nael—mereka berdua tidak sadar sama sekali. Lelap. Mereka benar-benar sudah tertidur sambil berdiri.
Roscy terbang pelan menuju liontin Thea yang retak.
"Menyedihkan sekali, liontin ini tidak akan retak kecuali ada kekuatan besar yang menekan."
Thea melayangkan ingatan saat Arnold mengeluarkan aura pada pedangnya yang terhunus ke arah leher salah satu penjaga. Juga saat sebelum duke memasuki loteng.
"Roscy," panggilnya pada peri kecil itu.
"Ya?"
"Kalung ini semakin retak parah ketika Kak Arnold menghunuskan pedangnya yang bersinar."
"Itu pasti aura, Thea." Roscy menyentuh retakan yang ada di liontin Thea. "Dan aura kakakmu termasuk yang paling tinggi. Kau ingat warnanya?"
"Biru."
"Berarti dugaanku benar."
Sejenak kemudian, hening meyelimuti mereka berdua. Hanya terdengar dengkuran halus dari kedua penjaga penjara.
"Roscy, bagaimana keadaanmu?"
"Lumayan, tidak seburuk sebelumnya."
Thea diam, mendengarkan perkataan Roscy dengan seksama. "Maaf—karena aku kau jadi begini."
Peri kecil itu mengembuskan nafasnya pelan. "Itu bukan salahmu. Tenang, karena kau adalah nonaku, kita terhubung. Jika kau kuat dan hebat, maka aku pun juga begitu. Kita akan kuat bersama-sama! Ingat itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
deForsaken
FantasiHistorical - Fantasi Mungkin, bagi beberapa orang menjadi seorang lady dari kediaman ternama merupakan berkah dari Dewa. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Anthea Nyx De Cenora. Seorang anak haram dari Duke Cenora. Kisah Thea mungkin sedikit tragis...