deForsaken [12] - Masalah

117 17 0
                                    

"KENAPA KAU ADA DI LOTENG, JALANG SIALAN?!"

Tanpa seorang pun untuk terlalu peduli, Idza menarik rambut Thea dan memaksanya turun dari tangga loteng.

BAM!

Tubuh gadis kecil itu jatuh dari pertengahan tangga.

"Bagaimana? Sakit bukan?"

Idza menyeringai dengan tatapan kebencian yang menusuk.

"Ka-kakak, sakit—" Thea terus memberikan tatapan memohon pada Idza.

"Kau tahu—aku paling benci dirimu di dunia ini," bisiknya pada telinga gadis kecil itu.

"Eugh, hiks—apa salahku pada kalian, kak?" Wajah Thea sudah lengket karena air mata. Beberapa rambut peraknya yang kusam putus ditarik Idza.

"Kau? Kau bertanya padaku apa salahmu?! SALAHMU ADALAH MENGAPA KAU HARUS HIDUP!"

Albert yang berada di atas loteng, mampu mendengar jeritan Idza. Keringat dingin mengucur dari tubuhnya. Ia tahu, seberapa bencinya tuan muda satu itu pada nona kecilnya.

Nona Thea ....

Gadis kecil itu hanya bisa meringkuk di hadapan kakaknya.

Tanpa bisa berbuat apapun.

Thea ... argh!

Krak.

Sementara itu Thea bisa merasakan liontinnya kembali retak.

Tidak, tidak! Kumohon Roscy! Apa yang terjadi padamu? Jangan pernah menghilang meninggalkanku ....

BRUAK!

Idza menendang Thea yang meringkuk ketakutan di depan matanya.

"Kau! Kenapa kau harus ada SAAT IBU BARU PERGI! SEMUA ORANG MENGEJEK IBUKU! MEREKA BILANG IBUKU TIDAK DICINTAI OLEH AYAH KARENA KAU ADA!!!"

BREEEEET!

Idza menarik gaun dari Albert yang Thea pakai.

"BAHKAN UNTUK MENGHIRUP NAFAS YANG SAMA DENGANMU AKU TIDAK AKAN BISA TENANG JIKA MEMIKIRKAN IBU!"

"Kak—aku tidak pernah meminta untuk dilahirkan," lirihnya pelan.

Roscy yang berada di dalam liontin mampu mendengar seluruh hal yang terjadi.

Dan Roscy, menangis mendengar lirihan gadis kecil itu.

"MAKA DARI ITU, KAU HARUS MATI!"

"AKU TIDAK PERNAH MEMINTA UNTUK DILAHIRKAN!" Ulangnya sekali lagi.

Lagi-lagi, Albert mendengar itu semua dari loteng. Pria tua itu tidak tahan untuk tidak menangis mendengar ucapan nonanya.

"Kalau aku boleh meminta dengan tuhan, aku lebih memilih untuk dilahirkan sebagai orang biasa! Bukan sebagai anak haram yang bisa dibenci oleh siapa saja."

Lirihan Thea membuat tangan Idza yang berada di udara terhenti sejenak.

"Kau—" Idza menatapnya dengan geram. "Kau tidak punya hak untuk berkomentar apa-apa!"

PLAK!

BRAK!

Dari lorong depan, terdengar suara pintu yang terbuka dengan paksa. Dan tepat juga di lorong depan, Putri Leonorah berdiri dengan wajah kaget.

"Ya tuhan!" Putri Leonorah segera menghampiri Thea yang jatuh terkapar di atas ubin. Pipinya bengkak. Meninggalkan memar menyedihkan di atas wajah polosnya.

"Putri! Lebih baik kita tidak usah ikut campur—astaga!"

Idza memalingkan wajahnya. Baik dari Thea maupun dari Putri Leonorah dan dayangnya.

deForsakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang