Hening yang menemani Juan and de geng dari awal bertemu Danu di sekolah sampai jam istirahat sekarang jadi salah satu pertanyaan besar yang harus dipecahkan.
Melihat Danu yang lebih diam daripada biasanya jadi salah satu perasaan yang mengganjal bagi Naya yang sekarang duduk di sebelah Danu.
Kantin yang mulai riuh karena teriakan-teriakan perut yang keroncongan itu bahkan tidak mengusik Danu sama sekali.
Tetap diam melamun, makanan di depannya saja hanya dijadikan mainan. Diaduk-aduk tampa berniat untuk memasukkan sesuap ke dalam mulut.
"Dan." Panggilan dari Juan yang ada di depannya itu sama sekali tak mendapat jawaban.
"Danu!" panggil Naya sembari menggoncang pelan tangan milik Danu yang bahkan terlihat seperti tulang yang meninggalkan dagingnya.
"I-iya, kenapa Nay?"
"Kenapa sih. Kok diam aja dari tadi?" tanya Naya. Juan, Renda serta Candra yang ada di hadapan kedua insan itu lalu memandang Danu lekat-lekat.
Seakan bertanya pula lewat telepati.
"Iya, lo kenapa sih Dan. Sakit?" tanya Candra.
Mencoba untuk terlihat biasa saja lantas hela nafas panjang Danu berhembus.
"Tidak apa-apa."
"Kok diem kalau nggak papa. Cerita aja kali Dan, kita kan temen sekarang." Ujar Renda, yang dibalas anggukan oleh yang lain minus Danu.
Senyum itu lantas menggenggam seluruh atmosfer beku di antara kelimanya.
Tapi, tetap selalu kata 'tidak apa-apa' yang terlontar.
"Lo nggak mungkin kayak gini kalau nggak ada sesuatu yang ngeganggu." Ucap Juan.
Entah kenapa kalau sekarang Juan berbicara seserius ini selalu jadi hal yang berbeda bagi Danu.
"Bener Na, cerita ajalah." Timpal Naya.
"Hah, beneran kok nggak papa. Cuman nggak enak badan doang." Jawaban Danu yang berbanding terbalik dengan fakta yang ingin disampaikannya.
"Ya udah kita ke UKS aja ya." Tawar Naya.
"Modus lo Nay. Udah mending bareng gue, entar lo tumbang tengah jalan siapa coba yang kuat buat gendong?" ujar Juan.
Danu terkekeh lantas mulai beranjak.
"Tidak perlu, saya bisa sendiri."
"Tapi Na."
"Di sini saja ya." Ucapan Danu dengan nada lembut di depan muka Naya itu malah jadi adegan greget bagi Pakde Renda serta si demit.
Muka yang bersemu bak apel hijau yang baru akan memerah itu berusaha dihilangkan oleh Naya.
Bersikap seperti biasa saja walaupun hati sudah jedag-jedug.
"O-oke istirahat tapi, jangan singgah ke ruang musik." Ucap Naya kemudian.
"Iya Bude."
KAMU SEDANG MEMBACA
LAST NIGHT
Fiksi Penggemar"Orang bilang cinta pertama anak perempuan itu Ayahnya berarti anak laki-laki cinta pertamanya Ibu dong? Terus, kenapa Bunda nggak mau dijadiin cinta pertama Kasa, Kak?" -SUDAH SELESAI- ~Mulai, 23/07/22 ~Akhir, 08/08/22 ©LAST NIGHT | 2022