Bab 30. Perpisahan Yang Indah

27 17 48
                                    

Demi hati yang memberontak dari kemarin. Henan tidak peduli lagi dengan omelan mamanya pasal kelabilan yang tidak jelas. Datang di rumah tiba-tiba, pergi pun juga begitu. Meskipun mengatakan pamit tapi tetap saja kelakuan anak lelaki itu mengundang tanda tanya besar di pikiran orang tuanya.

Henan khawatir, dia takut sesuatu akan terjadi setelah berita panas itu terbit. Dalam ruang obrolan grup pun Jeon menambah-nambah pikrian buruk itu. Abey yang terkenal, banyak penggemar bukan berarti akan mendapat aman kala hubungan gadis itu bersama Mavi merenggang sampai menjadi bahan obrolan. Karena pihak ketiga, Henan takut mereka semua akan menyerang Gina dengan label membela Abey. Membayangkannya saja dia sudah dikalap emosi.

Kembali ke indekos. Motor yang diparkir di depan gerbang sementara dirinya masuk dengan sedikit berlarian. Pintu kamar yang dibuka dan Henan buru-buru mengambil tas kesiapan untuk dibawa ke kampus. Masa bodoh sama jadwal, intinya ada buku dan alat tulis lainnya. Mandi pagi pun terhitung seperti memandikan kerbau. Hanya menyiram diri dari atas kepala hingga ke kaki.

"Oh, iya, Pak. Sebentar saya am-Henan?!"

Delio yang juga baru datang seketika terkejut kala mendapat lelaki muda itu duduk di depan pintu seraya memakai sepatu.

"Kapan datang lo?" Memutuskan panggilan setelah mengatakan izin pada dosen yang menghubungi.

"Baru saja," jawab Henan dengan napas menggebu. Berdiri dan kembali menyambar helm dan di pakai asal. Delio hanya menyerit menatap ketergesaan anak itu.

"Duluan ya, Bang," pamitnya dan berlalu pergi. Bahkan Delio hanya bisa membalas pamitannya dengan lambaian tangan yang ragu-ragu.

Ada dua rasa yang nampak meletup-letup di dalam diri. Satu, perihal rindu yang dinanti-nanti. Dan dua ketakukan akan bayangan buruknya terjadi. Demi Dewa Matahari, Henan akan memukuli dirinya sendiri kalau Gina benar-benar menjadi korban perudungan penggemar Abey. Kembali menjadi pembalab dadakan seperti halnya tengah mengejar kelas. Umpatan para pengendara cuman diabaikan selama dirinya fokus pada jalan.

Piiiipp!

"Anj-Henan bangke! Kaget, sialan!" Jeon yang memaki setelah mendapat Henan melaju hampir menambraknya.

Tatapan bengisnya dilayangkan pada lelaki itu meski tak dihiraukan sama sekali.

"Buru-buru amat. Telat lo?"

Henan yang turun dari motornya sejenak berkaca pada spion. "Malah datangnya kecepatan," jawabnya.

Mengingat hari sekarang hari Kamis, jadwal kelas Henan mulai di jam sembilan pagi. Saat ini jam di tangan baru menunjukkan angka delapan lewat sepuluh menit.

Jeon memandangi lelaki itu dari atas kepala hingga bawah. Mulutnya yang tengah mengunyah permen karet seketika berhenti.

"Lo gak mandi?"

"Bajingan," desis Henan. "Ya, kali gue gak mandi, sialan. Ada-ada saja lo."

"Lagian, tampang lo kayak belum mandi, asli. Masih semrautan gak jelas," ledek si mahasiswa teknik itu.

"Karena gue buru-buru ini. Dari rumah gue sudah mandi sampe di indekos baru ganti baju makanya modelnya begini," jelasnya.

Sebelah alis Jeon terangkat. "Ngapain buru-buru kalau kata lo datang kecepatan?" Pandangan lelaki itu kini menyelidik. "Pengin cepat-cepat ketemu Gina kan, lo?" Senyumnya bahkan terbit terlihat begitu menggelikan.

Henan membalasnya dengan decihan. Sontak berpaling melihat mahasiswa yang melewati gerbang. Pandangannya terhenti kala mendapat Gina yang baru saja datang bersama Mavi. Decihan kedua itu lolos dari bibir. Membuang pandangannya seketika demi mengurangi rasa panas yang tiba-tiba menyerang.

[✓] Campus Love Story [Lee Haechan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang