Bab 03. Bubur Pakai Gula

91 29 80
                                    

Jam kelas pagi untuk berangkat kampus hari ini, Gina bersyukur sebab bisa menggunakan motor scoopy-nya ke kampus. Setelah kendaraannya yang bermalam dua hari di bengkel, akhirnya sekarang bisa dia gunakan lagi. Pengeluarannya lumayan boros saat motornya itu dalam proses pembetulan. Ke kampus naik taksi, pulang juga naik taksi, belum uang makan siang. Benar-benar banyak keluaran.

Saat kelas pagi mulai jam sembilan, Gina memutuskan untuk sarapan pagi di warung bubur ayam langganannya. Hampir tiap pagi dirinya datang di sana, entah untuk makan di tempat atau sekadar bungkus.

"Mang, bubur ayamnya satu, ya. Kayak biasa," pesannya. Mendudukkan diri di bangku kayu panjang dengan tenang.

"Siap, Neng." Gina cuman kasih balasan anggukan kecil sambil senyum.

Sambil menunggu buburnya siap, Gina memilih untuk memainkan ponselnya. Membuka sosial media untuk melihat ketenaran yang berlangsung beberapa hari ini. Cukup membuatnya bergumam tidak jelas kala melihat sesuatu yang menurutnya patut untuk diberi komentar.

"Mang, buburnya satu, ya."

Gina tidak menoleh, terlalu masa bodoh untuk melihat siapa yang datang dan duduk di sampingnya. Tampilan sosial media lebih menggugahnya dibandingkan tamu pelanggan yang datang.

"Ini, Neng, buburnya." Gina mendongak dan mendapatkan satu mangkok bubur hangat di depannya.

"Terima kasih, Mang." Memberinya racikan sesuai selera dan mulai menyantapnya.

Bersamaan dengan semangkok bubur milik lelaki di sampingnya. Ikut sibuk meracik bumbu yang berlangsung sebentar sebelum disantap nikmat.

"Wah, tim bubur diaduk, ya?"

Gina menoleh setelah menyuap satu sendok ke dalam mulutnya. "Iya. Memang kenapa? Lo bukan tim bubur gak diaduk?" tanyanya.

"Oh, gak dong! Bubur kalau gak diaduk itu gak ada rasanya," jawab lelaki di sampingnya. Gina mengangguk setuju dan kembali melanjutkan makannya.

"Tapi, gue kaget liat lo makan bubur tapi campurnya pakai gula," sahutnya kembali.

Gina berhenti menyuapi dirinya dan lantas menoleh kembali. Sambil kedua alisnya yang menyerit heran.

"Memangnya kenapa?" jawabnya terdengar sedikit sungut.

"Ya kan, aneh. Orang makan bubur itu campurnya garam, bukan gula," pukasnya.

"Ya, serah gue dong. Racik, racikan gue, dih!"

"Tetap aneh, lah! Gue baru pertama kali liat orang makan bubur mintanya gula," balasnya. "Orang sakit saja kalau makan bubur campurnya garam, bukan gula."

Gina berdecih. Cukup kesal dengan manusia di sampingnya ini. Datang duduk makan bubur, sok ajak ngobrol, malah bilang dia aneh. Cuman perkara buburnya dia yang dikasih gula. Memang karena Gina biasanya makan bubur pakai gula.

"Sewot lo! Kenal juga gak, malah kasih ceramah," cibir Gina.

"Siapa yang ceramah? Gue cuman bilang lo aneh."

"Bacot, ya, lo! Gak usah urusin gue!"

"Yang urus lo juga siapa, dih? Ge-eran."

Rasanya Gina lagi naik pitam. Dengan cepat menyelesaikan makan buburnya untuk minggat dari sana. Kacau sekali orang ini, mengomentari dirinya soal cara meracik bubur.

"Ini, Mang. Makasih, ya," ucap Gina setelah memberi selembar uang sepuluh ribu pada sang penjual. Menatap sinis pada lelaki di sampingnya yang cuman dibalas muka sok tak berdosanya, mana sendok bubur belum keluar dari mulutnya.

Merotasikan matanya kemudian berjalan ke motornya. Berlalu dari sana menuju kampus lebih awal. Dari para dia di sana diajak ribut sama orang yang gak dikenal. Padahal maunya duduk enteng di sana sambil makan bubur pelan-pelan, malah kacau. Sedangkan lelaki yang masih setia menghabiskan buburnya itu cuman menatap santai Gina berlalu pergi. Mengedikkan bahu tidak tahu dan kembali makan.

[✓] Campus Love Story [Lee Haechan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang