Bab 15. Jeon Kedua

39 20 73
                                    

Awal pekan kembali menyambut hari. Kembali bangun pagi dan beraktivitas. Sebuah hari di mana hampir seluruh manusia di bumi membencinya. Padahal, hari Senin hanya mengorbankan diri menjadi yang pertama agar Selasa tidak dibenci layaknya dirinya.

Halah, mendrama di pagi hari. Tapi serius ya, kawan. Kita harus bersyukur setiap menyambut hari, jangan mencela.

Pagi ini, Gina masih membungkus diri dibalik selimut hangat. Dirinya masih merasa berat untuk sekedar membuka mata. Dirinya yang sampai di kos pukul dua tengah malam bercampur perasaan lelah karena melakukan perjalanan panjang. Dia berniat mengambil absen untuk beristirahat.

Pintu kamarnya terbuka menampilkan Sela yang sudah siap untuk berangkat. Menyibak kain gorden yang menutup jendela besar kamar Gina, membuat gadis itu risih dan lebih ke dalam untuk bersembunyi. Sela hanya menyisahkan gorden dalam yang tipis untuk sekedar membiarkan cahaya matahari masuk ke kamar anak itu.

"Bangun, Gina. Ada kelas pagi Bu Yuni," sahut Sela. Untuk hari ini, syukur Sela mendapat kelas yang sama dengannya.

Gadis itu duduk di sisi kasur Gina yang sejajar dengan posisi kepala. Menarik selimut yang menutup badan hanya untuk memperlihatkan wajahnya. Sejenak dirinya terkekeh mendapati Gina dengan wajah polos yang masih menutup mata.

"Bangun, Gina," suruhnya lagi. Namun, tetap saja anak itu tidak menunjukan reaksi apa pun.

Mengambil ide mengganggu tidur Gina dengan menusuk-nusuk pipi berisinya, berharap sang empun terganggu dan membuka mata. Namun, baru saat kulit jari Sela menyentuh kulit pipinya, alisnya justru berkerut.

"Gina, lo demam?"

Dari telunjuk jari berubah menjadi telapak tangan yang menyentuh kening. Dan benar saja, rasa panas segera menyambut di sana.

Gina masih senantiasa diam di tempat. Dia tidak merasakan apa pun meskipun mendengar Sela yang mengatakan kalau dirinya demam. Dirinya sendiri tidak tahu menahu soal itu. Yang dia rasa saat ini badannya benar-benar lelah, untuk sekedar bergerak saja terasa berat.

"Gue izinin hari ini. Habis kelas gue langsung kemari. Lo istirahat saja, ya?" tutur Sela.

Untuk kali ini, kedua mata Gina akhirnya terbuka. Menatap jam dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi. Beralih ke arah Sela yang masih menampilkan raut khawatirnya. Dirinya bangun mengambil posisi duduk.

"Ibu Yuni ada kuis hari ini, kan?" tanya Gina.

"Sudah, gak usah lo pikirkan soal itu. Sekarang mendingan lo istirahat. Gue kasih izin ke Ibu nanti."

Gina menggeleng. "Gue masuk hari ini. Gak apa-apa kok," jawabnya. Meskipun menampilkan senyum tipisnya tidak merubah pikiran Sela untuk tetap melarang anak itu masuk kelas.

"Muka lo pucat, Gina. Istirahat, ya?" pinta Sela terkahir kali.

Bukan jawaban, Gina malah tersenyum semakin lebar dan beranjak turun dari kasur. Berjalan pelan menuju kamar mandi untuk membasuh diri.

Sela mendesah berat. Sikap keras kepala Gina memang susah untuk dilawan. Tidak ada pilihan lain selain mengiyakan keinginan sahabatnya itu. Setelah dirinya memberikan pesan kepada seseorang untuk diminta pertolongan, dirinya kemudian berlalu menuju kamarnya sendiri.

Gina ingin sekali mematuhi titah Sela kala saja kelas hari ini bukan diisi oleh Bu Yuni, dosen yang terbilang tidak pandang bulu kepada setiap mahasiswa. Tidak ikut dalam kegiatan kuisnya kemungkinan akan berdampak pada nilai mata kuliahnya nanti. Benar-benar merepotkan untuk berurusan dengan dosen itu dan Gina tentu saja tidak mau.

Setelah selesai bersiap-siap, sedikit memberi polesan manis untuk menutupi wajah pucatnya. Mengambil tas selempang yang sudah dia sediakan dan berjalan menuju teras seraya menenteng sepatu.

[✓] Campus Love Story [Lee Haechan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang