"Aphrodite," I pleaded to the moon
drenched night sky."Tell me, if love is meant to be heal, then why does it destroy those who choose it?"
From somewhere beyond the clouds, I heard the Goddes laugh.
And I knew.
- Nikita Gill -
06.32 pm
Riuh gerakan ranting yang tertiup angin memekakkan telinga. Malam gelap gulita dengan hembusan udara dingin yang menghantam kulit saat siapapun melewatinya.
Tangannya nampak tergesa mengambil pakaian-pakaian yang menggantung diatas sebuah kawat tipis yang dikaitkan paksa pada tiang kayu diantara rumah. Sebuah burung kecil melintas tepat diatas kepalanya sambil bersuara nyaring.
Suasana remang dibelakang rumah membuatnya bergidik, memutuskan untuk cepat-cepat masuk kedalam sebelum bayangan-bayangan aneh tentang hantu dalam imajinasinya makin liar.
Menutup pintu belakang rumahnya yang sudah macet, sedikit tarikan kuat membuat benda besar itu terbanting keras. Ia menumpuk pakaian-pakaian itu saat mendadak sebuah gedoran pintu dari luar terdengar.
Yoona membuka pintunya.
Dua orang pria dengan tampang nyentrik berdiri disana. Salah seorang bertubuh gendut dan tato diantara kepalanya, sedangkan salah seorang yang lain bertubuh pendek dengan perawakan kurus dan pakaian pantai serta jas hitam.
Mereka tak banyak bicara, menagih sewa bulanan rumah yang katanya sudah menunggak selama dua bulan. Gadis itu sedikit bergidik, tapi dengan gerakan lemah akhirnya masuk kedalam untuk mengambil uang.
Yoona memandang lembaran uang ditangannya dengan lesu. Ini uang terakhir yang rencananya akan ia gunakan untuk biaya hidupnya bulan ini. Berjalan pelan sambil menyerahkan uang-uang pada pria yang sedari tadi masih menunggu diluar.
"Lihat kau punya uang kan!" katanya sambil tertawa, menghitung uang yang diterimanya dengan wajah sumringah.
"Harusnya cepat bayar tanpa harus membuat kami kemari, menyusahkan saja" desisnya lalu berjalan pergi yang hanya dibalas Yoona dengan ucapan permintaan maaf lirih.
Ia melangkah masuk kedalam gontai. Seluruh uangnya telah habis sekarang, lagipula itu seluruh pesangon terakhir yang diterima setelah kafe tempatnya bekerja bangkrut dan terpaksa harus memecatnya dua bulan lalu.
Terduduk dimeja makan kecil sambil memandang kosong kedepan, sebuah dering telepon mengejutkannya.
"Young!"
"Aku dan jihoon berencana nonton film perdana malam ini, mau ikut?"
Yoona menghela nafasnya, uang dari mana? Ia saja kelimpungan memikirkan bagaimana ia bisa makan besok tanpa uang sepeserpun.
"Tidak bisa sekarang"
"Kenapa? Oh.... Kau pasti belajar lagi ya?"
Ia hanya tersenyum tipis "Nikmati saja waktu kalian"
Sera —gadis diseberang dengan sambungan telefon— yang bahkan belum menjawab apapun telah diputus panggilannya oleh Yoona. Ia pasti mengomel sekarang, gadis itu satu-satunya teman yang ia miliki. Oh, jangan lupakan Jihoon juga.
Yoona memejamkan matanya, menekan mukanya dengan kedua tangan. Sedikit iri pada kenyataan gadis seusianya masih dapat bersenang-senang dimalam senin yang memuakkan disaat uangnya baru dikuras habis oleh dua orang bertampang preman tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly Effect
FanfictionWARNING : Mature Content 🔞🔞 Kebijaksanaan pembaca diharapkan. Sebenarnya, Tindakan semacam apa yang diizinkan takdir untuk mengubah dirinya? Berapa besar yang harus dipertaruhkan.