Malam itu. Saat gelap merangkak perlahan menelan langit, memunculkan setitik cahaya di ujung cakrawala. Suara burung yang menukik terbang keatas memekakkan seisi bukit dibalik padatnya kota. Orang-orang masih sibuk dengan dunianya, bekerja dan menikmati hidup. Tanpa tahu sisi lain diantaranya, saat kehidupan beberapa orang lain diciptakan hanya untuk dijadikan tontonan. Sebagian yang lain menutup mata, dan satu diantaranya tanpa sengaja justru jatuh kedalamnya.Yoona masih tercekat ditempatnya. Saat kemudian ia merasakan dua sosok pria mulai mencekal lengannya setelah mendengar instruksi dari sang majikan. Kim Taehyung.
"Tidak—" Ujarnya tertahan, ia berusaha melepaskan pegangan yang dirasa terlalu kuat baginya. Maniknya bertemu dengan bola mata sewarna obsidian milik Taehyung.
Pria itu berdiri dengan angkuh dihadapannya. Menatap datar tanpa ekspresi.
Kedua pria tadi mulai menyeret Yoona untuk naik ke lantai atas. Menyisakan perlawanan-perlawanan lemah dari gadis itu dengan sisa-sisa tenaganya. Ia memberontak tapi seolah seluruh manusia didalam rumah itu tuli atasnya, menatap Yoona melalui ekor matanya. Gadis itu mungkin akan tamat hari ini, itulah yang mereka pikirkan. Semua orang terlalu takut untuk menghadapi masalah yang lebih besar nantinya. Mereka terlalu takut untuk berhadapan dengan Taehyung.
°°°
Ceceran darah disepanjang tangga hingga lorong panjang di lantai atas menggenang layaknya sungai merah. Dua orang pria tadi menyeretnya menuju sebuah pintu besar berwarna coklat, memaksanya masuk dan meninggalkannya disana sendirian.
Nafasnya tersengal-sengal, Yoona berdiri dengan tubuh lemah diantara ruangan asing yang kini mengungkungnya. Interior hitam dengan seluruh barang-barang megah menusuk matanya. Derit kenop pintu dibuka membuat Yoona waspada, ia menahan nafasnya sebentar.
Taehyung memasuki ruangan.
Pandangan keduanya bertemu tepat saat Yoona melangkahkan kakinya mundur. Terintimidasi oleh pria yang kini berdiri tak jauh dari hadapannya. Ia menatap Taehyung yang nampak begitu tenang, terlampau tenang. Pria itu masih dengan setelan yang sama, manik matanya mengobservasi gerak tubuh Yoona yang dihadapannya.
"Yoona Lim"
Gadis itu tersentak, ia menatap Taehyung saat mendengar pria itu menyebutkan namanya. Entah bagaimana dia tahu tentang itu.
"Bagaimana jika kita mainkan sesuatu sebagai hukumanmu?"
Yoona diam. Ia tak mengatakan apapun sekarang. Terakhir ia membuka suara hanyalah penyesalan yang ia dapat. Ia bahkan tak tahu orang macam apa Taehyung ini atau bagaimana cara menghadapinya.
"Permainan apa yang kau suka?"Pria itu berjalan mendekat kearahnya, ia melepas sarung tangan golfnya dengan raut menerka.
"Memutar botol? atau Bermain kartu?" Taehyung menatap Yoona walau tak mendapatkan jawaban apapun dari gadis itu. Yoona ikut mundur seiring dengan langkah pria itu yang mendekat kearahnya.
"Ah... Petak umpet"
Bau anyir dari darah yang terciprat ke setelan jas Taehyung kini dapat Yoona rasakan. Baunya menguar kuat diantara keduanya. Langkah kakinya makin terpojok dengan Taehyung.
"Kita bisa memainkannya saat semua orang pulang. Pukul lima tepat. Kau bisa bersembunyi kemanapun, tak ada batasan."
DUK!
Bunyi sepatu Yoona beradu dengan dinding saat gadis itu mencapai batasnya. Sekarang ia tak bisa menghindar kemanapun. Taehyung hanya selangkah dihadapannya, pria itu tersenyum miring dengan tubuh yang angkuh, menatap pundak Yoona yang naik turun dan mata berkaca-kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly Effect
FanfictionWARNING : Mature Content 🔞🔞 Kebijaksanaan pembaca diharapkan. Sebenarnya, Tindakan semacam apa yang diizinkan takdir untuk mengubah dirinya? Berapa besar yang harus dipertaruhkan.