Hening yang menyelimuti ruangannya hampir selalu disukai Taehyung. Walaupun hingar bingar musik dari klub yang berada jauh dilantai bawah kasinonya pasti akan terus menyala sepanjang malam. Tetapi ruangan khusus untuknya itu didesain sebaik mungkin sesuai seleranya, megah, hitam dan angkuh.
Ia baru saja kembali dari rapat setelah membuat puluhan keputusan dalam sehari. Pergi ke Busan untuk perjalanan bisnisnya dan baru kembali sore ini. Soobin mengantarkan pria itu ke kasino miliknya setelah Taehyung bilang ingin menenggak vodka nya malam ini sekaligus membiarkan majikannya itu mendapatkan waktunya sendirian.
"Sudah kuduga kau disini"
Suara pintu yang dibuka membuat Taehyung melesatkan ekor matanya pada sumber suara yang baru saja memasuki ruangan dengan santai. Jimin melemparkan senyumnya yang ditanggapi decihan malas Taehyung.
"Aku menghubungimu tadi"
"Ada apa?"
Pria dengan kulit putih itu mendudukkan dirinya disebelah Taehyung. Melirik sosok disampingnya yang sibuk menuang vodka diantara gelas kacanya.
"Tidak ada. Aku hanya ingin minum denganmu"
Taehyung mengangguk, pria itu menggeser gelas lain kearah Jimin lalu menuangkan botol vodka untuknya. Membiarkan pria yang telah lama dikenalnya itu menenggaknya dan sama-sama merasakan tenggorokan mereka terbakar karenanya. Itu tak buruk.
Jimin mulai merasa lebih baik setelahnya, melonggarkan dasi yang dikenakannya dengan gerakan singkat. Ia memandang Taehyung yang masih diam saat mereka bersama. Selalu seperti itu, pria itu dikenalnya tak banyak bicara dan hanya mengeluarkan ucapan sarkas yang menyakitkan. Jauh lebih temperamen darinya, sekaligus memendam lebih banyak hal. Menutupi auranya yang tak bisa dibaca Jimin. Dingin dan tak tersentuh.
"Haruskah kuperintahkan mereka agar membawa beberapa jalang kesini?"
Taehyung yang sejak tadi menatap kedalam permukaan minumannya, kini melirik Jimin. Dilihatnya pria itu menatap Taehyung dengan senyuman miring
"Kau terlihat butuh sedikit hiburan"
Taehyung hanya terkekeh malas. Hiburan katanya, dan ia selalu mendefinisikan itu semua sebagai hal yang mampu memuaskannya. Membiarkan wanita-wanita itu menyentuh dan disentuhnya.
Pikirannya berkelana pada memorinya kemarin saat ia melihat bagaimana Yoona membuka pakaiannya di kamar mandi restoran. Walaupun gadis itu memunggunginya, itu tak menutupi fakta bahwa Taehyung tetap menikmati pemandangan yang diberikannya. Itu jadi salah satu gagasan yang menyenangkan, jika gadis itu yang datang kemari dan menyentuhnya.
"Bagaimana perusahaan?" Taehyung tak menanggapi ucapan Jimin akhirnya. Menenggak minumannya kembali membuat Jimin berdecih.
"Aman. Mereka sudah menerima harga yang kita berikan"
Taehyung mengangguk. Jimin bukan salah satu bawahannya, pria itu justru pemegang saham terbesar kedua setelah dirinya kini memegang kendali atas jenis perusahaan departemen store di pusat. Ia punya kinerja yang baik dan memuaskan. Pria itu juga tetap bekerja bersama Taehyung dan sedikit banyak menuruti perintahnya, ia bisa melihatnya. Jimin jauh lebih santai dan tak sekejam pria itu.
"Kau mendengarku? Kita bisa mulai proses akuisisinya bulan depan"
Taehyung menoleh, ia mengangguk acuh "Baguslah"
Hening kembali datang saat Taehyung tak merasa harus mengatakan sesuatu dan Jimin sibuk dengan pikirannya. Pria itu tak punya topik untuk dilemparkan. Biasanya juga seperti itu, tiap kali Jimin menghabiskan waktunya untuk minum dengan Taehyung, mereka akan lebih banyak diam dan hanya berbicara tentang perusahaan walau dapat sesekali bergurau dengan lelucon garingnya. Rupanya Jimin masih merasakan dinding kokoh yang dibangun Taehyung diantara mereka, dinding yang memisahkan keduanya agar tetap berada di batasannya tanpa melampaui satu sama lain, mungkin itu sebabnya Jimin hampir tak pernah punya kesempatan untuk menanyakan tentang kehidupan pribadi Taehyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly Effect
FanfictionWARNING : Mature Content 🔞🔞 Kebijaksanaan pembaca diharapkan. Sebenarnya, Tindakan semacam apa yang diizinkan takdir untuk mengubah dirinya? Berapa besar yang harus dipertaruhkan.