Tangannya bergerak cepat seiring detak jantungnya yang berpacu layaknya berlomba mencapai lorong panjang yang dipenuhi sela. Yoona sedikit menggosok kasar pakaiannya dengan wajah yang tertahan.Ia berada di kamar mandi sekarang, Taehyung tak mengatakan apapun dan membiarkannya pergi setelah kejadian itu. Bajunya yang dipenuhi noda wine, serta tubuhnya yang terasa lengket kini membuatnya harus membersihkannya.
Ia menatap kaca kamar mandi besar dihadapannya, keadaannya sama sekali tak menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja. Rencananya telah diketahui dan Taehyung mungkin akan menghabisinya kapan saja saat pria itu sadar bahwa Yoona ingin merenggut nyawanya. Ia sedikit menyentuh lehernya. Bekas gigitan pria itu setelah menjilat tengkuknya masih dapat ia bayangkan. Kini bekasnya terpatri berwarna kemerahan disana.
Yoona mengusapnya dengan kasar, mencoba menghilangkan tanda yang dibuat oleh pria itu ditubuhnya. Ia benci membayangkannya. Makin lama usapannya menjadi sebuah gosokan kasar yang justru terasa sakit, tapi sama sekali tak berarti apapun karena tanda itu masih berada disana.
Ia menjerit tanpa suara, nafas yang tersela frustasi saat buliran air mata menuruni pipinya justru terasa panas.
Kim Taehyung
Yoona merasakan aliran darahnya terasa begitu cepat saat gurat-guratan kebencian ia rasakan. Ia meremas tangannya kuat-kuat saat wajah pria itu dapat ia bayangkan diantara otaknya. Angkuh dan tanpa takut. Seolah ia sudah kehilangan nyawanya berkali-kali.
Kini entah apa yang bisa ia lakukan. Saat ia telah kehilangan segalanya, rasanya tak ada lagi yang dapat ia lakukan untuk terus bertahan hidup. Rencananya yang sia-sia terasa mencengkram pundaknya perlahan-lahan. Menambah beban berat disana.
Yoona menangis tanpa suara.
°°°
Siang yang terik seperti biasanya. Panasnya seolah menjalar memasuki celah-celah ruangan. Seorang gadis muda nampak buru-buru menutup jendela, dapat melihat suasana kampus dari atas tempatnya berada sekarang.
"Oy, nyalakan pendingin ruangannya dong!" Teriakan dari sudut ruang kelas membuat mahasiswa lain ikut bergemuruh buru-buru membuat anak-anak yang duduk dibaris depan meraih remote pendingin ruangan.
Jihoon sesekali melirik sosok disampingnya yang sejak pagi ini sama sekali tak mengeluarkan suaranya. Yoona hanya memandang laporan praktikum dihadapannya sejak tadi dengan tatapan kosong. Jujur saja, gadis itu nampak aneh akhir-akhir ini. Ia tak lagi banyak bicara atau menghabiskan waktu untuk belajar bersamanya. Sayangnya, Yoona begitu tertutup dengan kehidupannya. Gadis itu tak pernah sekalipun menceritakan tentang keluarganya atau apapun itu. Sehingga ia sedikit malu untuk bertanya mengenai apa yang sebenarnya terjadi karena sahabatnya itupun nampak enggan menceritakannya.
"Yoon"
Yoona tersadar, ia menoleh kearah Jihoon "Eum?"
"Kau tak kepanasan?"
Gadis itu sejenak menarik dirinya kembali ke realita. Entah pikirannya sudah berlari kemana sejak tadi hingga ia hampir tak sadar bahwa peluh hangat hampir memenuhi lehernya.
"Ini" Jihoon menyerahkan sebuah ikat rambut berwarna hitam kearah Yoona "Minggu lalu ketinggalan di rumahku, punyamu kan?"
Yoona membuang senyum tipisnya, meraih benda kecil yang ia tinggalkan saat belajar bersama pemuda itu dirumahnya. Mulai menyisir rambutnya yang tergerai sejak pagi dengan jari-jarinya lalu menguncirnya dengan gerakan telaten.
"Sedang sakit ya?"
"Eoh?"
"Kau diam terus sejak tadi"
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly Effect
FanfictionWARNING : Mature Content 🔞🔞 Kebijaksanaan pembaca diharapkan. Sebenarnya, Tindakan semacam apa yang diizinkan takdir untuk mengubah dirinya? Berapa besar yang harus dipertaruhkan.