"Dhe, Dhea, DHEA. " Sentak lelaki itu, membuat gadis itu kembali ke dunia nyata.
"Y-ya, kenapa? " Jawabannya linglung dan sedikit gagap, tak menampik bahwa jantungnya tengah berlari maraton.
"Motor lo mogok? "
"Iya, mungkin akinya habis, " Memandang miris motor yang telah menemaninya selama hampir sembilan tahun.
"Mau gue bantuin gak? "
"Gausah, "
"Yaudah, gue duluan" Menancap gasnya meninggalkan Dhea.
Tiba-tiba otaknya blank, ia kira akan dipaksa ternyata tidak, " Ternyata harapan lebih menyakitkan dari kenyataan. Gara-gara lo sih, pakai segala mogok, mana ga bawa hape, lengkap sudah penderitaan gue, "
Lelaki tadi kembali lagi dengan cara memundurkan motornya, "ck, gengsi kok dibesarin, bilang aja kalau mau gue bantuin, "
"Dih, siapa juga yang gengsi,"
"Lo, jadi mau ga nih gue bantuin? Udah malem, lo juga belom ganti baju, "
"Ya mau, " Cicitnya.
"Lo bisa kan naik motor kaya gini? "
"Lo goblok apa gimana sih, kalau ga bisa naik motor lo, terus ni motor gue apain?! Seret?! "
"Gausah ngegas ntar nabrak pohon, nih lo naik motor gue aja dan motor lo gue tuntun ke bengkel," Ujarnya sambil turun dari motor.
"Dih prik. Beneran nih, gaboong kan? "
"Ya nggak lah, ngapain boong, " Lelaki itu mulai menuntun motor Dhea menuju bengkel dengan Dhea yang mulai menaiki motor sang lelaki, "ngapain turun lagi? "
"Gue gaenak sama lo, gue temenin aja, takut lo dibegal" Ujar Dhea mengikuti lelaki itu menuntun motor.
Satu hati, satu rasa.
Walau pernah menyakiti, namun masih ada rasa.Hening mengambil alih, hanya ada suara beberapa kendaraan yang lewat. Menahan dinginnya angin malam, ia menyesal tadi saat berangkat sekolah tak memakai jaket.
Bulan yang bersinar terang kini tertutupi awan mendung pertanda hujan akan datang, dan benar saja rintik hujan mulai turun untuk membasahi bumi.
Dhea dan lelaki itu dengan langkah lebar menuju halte bus yang berada tak jauh didepan mereka, memarkirkan motornya didepan halte dan membiarkannya terkena air hujan.
Melepas helm yang sejak tadi dipakainya dan melepaskan tas ditaruhnya dibawah, mengusap lengan yang mulai mendingin. Dhea tersentak kaget saat ada sebuah jaket tersampir dibahunya.
"Gue tau lo kedinginan, " Ujar lelaki itu, Azar. Lelaki yang menorehkan luka dan pergi begitu saja tanpa ada kabar. "Gue mau minta maaf, mungkin ini kesekian kalinya kata maaf keluar dari mulut gue, dan gue tau kalau kata maaf gabisa nyembuhin luka yang gue torehkan. "
Ini yang Dhea benci, harus mengingat kembali luka yang telah lama ia pendam dan lupakan.
"Sebenarnya, gue pengen banget kita bisa kaya dulu lagi. Menutup lembaran yang lama dan membuka yang baru, gue sadar, kalau semuanya butuh proses, maka dari itu kita bisa memulainya dengan perlahan. Untuk yang lalu biarlah berlalu, dan lo mau ga memulai yang baru? "
Mendengar perkataannya membuat matanya berkaca kaca, ditambah suara hujan dan petir yang melengkapi. Hanya bisa menunduk menahan cairan bening yang ingin keluar.
"Gue tanya sekali lagi, lo mau ga membuka lembaran baru sama gue? " Dengan perlahan Dhea menganggukan kepalanya tanda mau, karena ia sadar, ia tidak bisa terus menerus terluka. Menjadikan masa lalu untuk dijadikan pelajaran bukan untuk terus diingat dan diungkit.
"Beneran?! " Ada binar cahaya dimata Azar saat melihat anggukan kepala dari Dhea. Merentangkan tangannya disambut pelukan hangat dari orang yang ia cintai dan sayangi.
Hujan menjadi saksi bersatunya dua makhluk Tuhan yang kembali bersama setelah berpisah sekian lama. Menunggu hujan reda, mereka kembali bercerita tentang kenangan manis dan alasan mengapa Azar pergi tanpa memberi kabar.
Setelah hujan mereka memutuskan menuntut motornya hingga sampai dirumah Dhea, mengingat dikawasan tersebut tidak ada bengkel yang buka karena sudah malam.
Bongko tenan.
"Makasih udah nganterin gue sampai rumah, "
"Iya gapapa, kalau gitu gue-" Pintu terbuka menampakkan sang kakak yang sepertinya habis bangun tidur.
"Dek, kenapa ga diajak masuk tamunya? Udara dingin diluar, ajak masuk" Ujar sang kakak.
"Zar, masuk dulu, " Ajak Dhea menggenggam tangan Azar.
"Lo mau minum apa? "
"Air putih aja" Garis bawahi, dirumah camer harus menjaga image.
"Tunggu sebentar,"
Ceklek
Pintu rumah terbuka, nampak seorang wanita paru baya memasuki rumah dengan menenteng kantong plastik.
"Weh, ada Azar toh. Tumben kamu kesini, udah lama bude ga liat kamu kesini terakhir dua tahun lalu" Kaget wanita itu.
"Hehe, bude, akhir akhir ini Azar sibuk jadi baru bisa sekarang main kesini" Menggaruk leher yang tak gatal.
Mereka berbincang layaknya ibu dan anak, istilahnya temu kangen. Perbincangan mereka harus berhenti saat Dhea datang membawa segelas coklat panas meleset dari yang diminta.
"Dek, kok masih pakai seragam? Sana ganti, besok masih dipakai" Suruh bunda saat melihat anak gadisnya masih memakai seragam lengkap dengan tas di pundaknya.
Setelah berganti dengan baju yang lebih nyaman, Dhea turun kebawah untuk nimbrung dengan bunda dan mantan pacarnya atau sekarang bisa disebut CLBK?
Dhea berkata bahwa tadi motor yang ia pakai sempat mogok dan berakhir sampai dirumah tentu dengan beberapa bagian yang ia potong.
Sedangkan abangnya yang kebo itu kembali tidur di kamar yang ada lantai satu samping dapur.
"susah susah galau, taunya balikan lagi sama dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
KIRANA | END
Teen Fiction#ROMBAK ⚠banyak kata kasar,tidak untuk dicontoh! KIRANA yang memiliki arti sinar dan cantik. Seperti dia yang selalu menyinari kehidupannya, yang selalu menjadi sinar dikala kegelapan datang. Dia, cantik. . . Secantik bunga yang baru saja mekar se...