Hari ini merupakan hari terakhir mereka semua melaksanakan ujian, akhirnya mereka bisa bernafas lega walau beberapa hari yang lalu mereka sempat dibuat tahan napas oleh Xena yang hampir mengadukan pada pengawas jika mereka mencontek.
Untung saja Melli dan Bila bisa bergerak cepat, dengan Melli yang membekap mulutnya dari belakang tanpa suara dan bila yang memperingatinya dengan sebuah ancaman.
"HUAAA AKHIRNYA" Teriak Damar di kursi belakang pojok tepat dibelakang Melli.
Semua murid pun menatap kearahnya, "ustt, jangan berisik " Peringat pengawas.
90 menit telah berlalu dan waktunya PULANG,
"Ges, inpo inpo" Ujar Bila menenteng tasnya menuju parkiran.
"Mie pangsit yo" Ajak Raya semangat.
"Yok gas, lo ikut ga Dhe? " Tanya Bila pada Dhea yang berada disampingnya.
"Kalau gue mah ngikut aja" Jawabnya.
"Ga dimarahin bapak lo ntar? "
"Gak, santai aja"
Mereka beramai-ramai menuju tempat mie pangsit, murah tapi enak. Dengan Zarina yang membonceng Raya, Vina dan Melli, Billa, Dhea yang menaiki motor sendiri.
Di pertigaan tanpa sengaja Dhea melihat Azar yang memboncengkan seorang perempuan yang memegang erat pinggangnya, ada yang kenyal tapi bukan mochi, dengan segera Dhea mengenyahkan pikirannya yang tertuju pada kejadian masa lalu dan berdoa dalam hati agar tak terulang lagi.
"Pak, aku mie pangsit sama ceker pedes" Ujar Raya yang sudah nyelonong duluan setelah motor berhenti tanpa melepaskan helmnya.
"Siap neng" Ujar pak Jinja.
"Aduh, bukan temen gue" Ujar Zarina geleng-geleng kepala.
Semuanya sudah duduk anteng di tempatnya yang seperti pos ronda yang muat sekitar 6 atau 7 orang dan juga mereka sudah memesan.
"Eh, gue tadi liat Azar nyalip di perempatan mana bonceng cewe lagi" Heboh Raya setelah mengingat kejadian yang hampir membuatnya jatuh, untung saja Zarina mampu mengendalikan saat Raya dengan bruntal menepuk pundaknya.
"Masaa, ga percaya gue" Ujar Vina menerima pesanan mereka yang sudah datang dan mengucapkan terimakasih.
"Beneran, motor sama helmnya sama" Sanggah Raya menuangkan sambal pada mie pangsitnya.
"Mungkin aja cuma kebetulan, kan yang punya motor sama helm kaya gitu ga cuma Azar aja" Ujar bijak Melli.
"Hooh tenan, gue padamu Mel" Mengacungkan dia jempolnya pada Melli, kalau empat nanti dikira ga sopan.
"Dhe, ndengaren meneng, biasane melu nimbrung" Ujar Billa heran sambil mengaduk mienya.
[Tumben diem, biasanya ikut nimbrung]
"Keluwen" Sahut Dhea memasukkan kembali mienya karena tak tega membiarkannya terlalu lama terkena angin.
[Kelaparan]
"Oh, layakno meneng. Wong wes mbadog disek ra ajak ajak" Ujar Melli dengan muka judesnya membuat mereka yang berada disana terkekeh dan melupakan sejenak masalah yang membuat mereka pusing.
[Makanya diem. Orang udah makan duluan nggak ajak ajajak
"Baby, aku mau tas yang ini dong, temen aku semuanya udah punya" Seorang perempuan atau wanita bergelayut manjah dan berujar pada seorang lelaki yang sedang memainkan game pada handphonenya.
Mereka sekarang sedang berada di kediamannya setelah pulang sekolah tadi ia diperintahkan sangat ibu untuk menjemput wanita itu, sebenarnya jika bukan karena paksaan dari orang tuanya ia takkan sudi bersama wanita ini apalagi dalam waktu 5 detik.
Pernah dulu ia dipaksa untuk dekat dengan perempuan anak dari rekan kerja orang tuanya dan berakhir hubungannya kandas.
Sepertinya ia harus mandi kembang tujuh rupa agar menghilangkan kuman dan aura negatif wanita yang bergelayut manja padanya, selain penuh kuman dan aura negatif wanita ini juga matre padahal ia bisa dikatakan kaya.
"Beli sendiri" Ujarnya dengan nada dingin serta auranya yang mengintimidasi.
"Gak, aku maunya sama kamu" Ujarnya manja dan semakin merapatkan tubuhnya. Sebenarnya ia terintimidasi tapi demi kelangsungan hidup ia menekan ketakutannya.
"Beli sendiri atau gue potong tangan lo yang sudah dengan lancang menyentuh"mencengkeram rahang wanita itu dan berkata dengan penuh tekanan lelaki itu berujar karena sudah muak dengan kelakuan wanita itu.
"I-iya aku beli sendiri tapi u-uangnya? " Berbicara dengan terbata karena rahangnya sakit setelah dicengkeram dengan kuat tadi, untung saja tidak bergeser.
"Perlu gue jual ginjal lo?! " Memainkan pisau lipatnya yang bisa sewaktu-waktu menusuk leher sang wanita.
"G-gaperlu" Dengan terbirit-birit wanita itu berlari keluar rumah meninggalkan kerutan didahi seorang wanita yang berstatus ibu dari lelaki itu.
"Azar, kok Devinya pulang ga bilang bilang dan kenapa kamu malah main game ga nganterin pulang? " Tanya sang ibunda.
"Dia yang ga mau dianterin" Ujar Azar seadanya, untung saja ia dapat menyembunyikan pisau lipatnya dan bersikap seperti tak ada apa-apa.
"Yah, padahal bunda udah capek capek bikin makanan" Bahunya merosot, lelahnya dibayar dengan kekecewaan.
"Bagiin tetangga aja" Dengan entengnya Azar memberi saran.
"Wah ide kamu good banget" Ngacir ke dapur untuk membungkus semua makanan yang dibuatnya tadi.
Malam harinya,
"BUN, KOK NGGAK ADA MAKANAN?! " Teriak Azar dari lantai bawah.
"KATANYA SURUH MBAGIIN KE TETANGGA, YAUDAH BUNDA BAGIIN SEMUANYA, "
"YA NGGAK SEMUANYA DONG BUN, TERUS AKU MAKAN APA?! "
"YA BUNDA GATAU, ITU URUSAN KAMU"
"Huh, sabar, sabar disayang Dhea" Gumam Azar mesam mesem
KAMU SEDANG MEMBACA
KIRANA | END
Teen Fiction#ROMBAK ⚠banyak kata kasar,tidak untuk dicontoh! KIRANA yang memiliki arti sinar dan cantik. Seperti dia yang selalu menyinari kehidupannya, yang selalu menjadi sinar dikala kegelapan datang. Dia, cantik. . . Secantik bunga yang baru saja mekar se...