BAB'22 : 5 tahun yang lalu

39 3 0
                                    

Disebuah sekolah menengah pertama terlihat tiga orang gadis sedang bercanda ria di tribun penonton yang berada di pinggir lapangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Disebuah sekolah menengah pertama terlihat tiga orang gadis sedang bercanda ria di tribun penonton yang berada di pinggir lapangan. Mereka adalah Xena, Dhea, dan satu sahabat mereka Sheraphina Zahsi T.

Mereka baru saja naik kelas ke kelas delapan, tepatnya tiga bulan yang lalu. Pertemanan mereka semakin erat, selalu bertiga seakan mereka perangko yang saling menempel.

Kejadian yang tak mereka harapkan terjadi, karena terlalu larut dalam bercanda hingga saling dorong mendorong antara Xena dan Shera dan berakhir dengan tragedi dimana Shera terjatuh dari tribun dan berguling dari anak tangga hingga mendarat di bawah dengan darah yang mengalir dari kepala.

Mata Xena melotot syok, melihat ketangannya yang bergetar.

"X-xena, lo" Ujar Dhea syok melihat kejadian itu tepat didepan matanya, ia duduk di tempat duduk yang berada tepat dibawah Xena dan Shera duduk. Ia langsung berlari menghampiri Shera, sedangkan Xena berlari memanggil bantuan.

"She,Shera. . .lo harus bertahan oke? Katanya lo mau jadi arsitek yang punya banyak babu" Ujar Dhea memangku kepala Shera dengan tangan bergetar dan mata yang telah mengeluarkan air mata.

"Dhe. . .lo h-harus ceritain yang sebenarnya ke semua orang termasuk ab-bang gue, gue punya firasat yang ga enak" Disela sela sakaratul mautnya Shera membicarakan firasatnya yang muncul sejak ia memasuki gerbang sekolah.

"Bisa bisanya lo ngomong gitu, lo mau mati anj bukan tidur! Beri gue amanah atau wejangan gitu?! " Dhea tak habis pikir dengan sahabatnya itu.

"I-itu amanah dari gue, roh gue seb-bentar lagi keluar s-semua, dada my pren" Tangannya sudah terkuai lemas, napasnya sudah tak berhembus, Inalillahi wa Inalilahi roji'un saudara Sheraphina Zahsi .T. telas berpulang pada sang Ilahi.

Bertepatan datanglah Kapsek dan beberapa guru lainnya langsung mengambil alih Shera untuk dibawa ke rumah sakit karena belum mengetahui bahwa sang siswi telah meninggal dunia, pandangan semua murid yang berada disana berubah menjadi tatapan benci, murka, jijik, sinis, dan sebagainya.

"Pembunuh! " Ujar salah satu siswi disana.

"Gue bisa jelasin gue bukan ya—" Mendongak karena ia sedang dalam posisi bersimpuh, sepersekian detik matanya tertutup bersama dengan perkataannya yang dipotong.

"Halah basi! " Ujar siswi yang lainnya dengan mulai melemparkan batu kerikil diikuti semua yang berada disana.

Salah seorang yang berdiri disana, dibarisan paling belakang, tersenyum dengan lebarnya seolah puas dengan kekadian yang terjadi di depannya. Sudah lama ia memendam rasa dendam karena Dhea yang selalu unggul darinya.

Sekarang, semuanya berubah. Untung saja Dhea memiliki alasan dan sebelumnya telah berganti baju olahraga ke baju seragam, untuk lebam dan luka di tubuhnya hasil dari tidak sengajanya ia melewati jalan yang sedang digunakan untuk tawuran.

"Temen lo yang sok itu udah mati dan yang satunya malah jauhin lo, kasian kasian"

Plak

"Dasar gatau diri! Cuih, "

Ditoilet, digudang, dibelakang sekolah tempat yang menyimpan segala trauma yang dipendamnya, siksaan terus menghantuinya, bullying karena kesalahan yang dilakukan orang lain.

Ia difitnah, dipandang rendah, setiap malam ia tak bisa tidur nyenyak, dia takut dikatakan lemah jika mengadu kepada orang tuanya dan berujung diejek saat sang ibu datang ke sekolah.

Sifatnya yang dulunya cerewet kini menjadi pendiam.

Saat kenaikan kelas 8 ia meminta untuk pindah sekolah, walau ada penolakan akhirnya ia bisa terbebas dari sekolah yang menurutnya tempat iblis karena dibantu bujukan oleh sang abang yang mengetahui alasan mengapa ia meminta pindah, selain abangnya tak ada lagi yang mengetahui masa kelamnya itu bahkan Azar sekalipun.

"Ustt, tenang! Gausah takut abang ada disini" Menuntun kepala sang adik yang berkeringat untuk bersandar didadanya.

Dalam keadaan hujan lebat mimpi itu selalu menghantuiku hingga terbangun dan menjerit histeris. Suara dari para iblis itu selalu berdengung ditelinga seakan tak membiarkanku hidup dengan tenang, kejadian yang masih membekas dipikiran. Ibi bukan salahku tapi kenapa aku yang menanggung akibatnya?!

"Dheara Gayatri, akhirnya lo ngerasain apa yang dulu pernah gue rasain. Diejek dan dibully, sekarang saingan gue udah gaada, senangnya. . . "

 "

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KIRANA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang