SUDAH TERAEDIA DI GOOGLE PLAYBOOKS DAN TAMAT DI KARYAKARSA DENGAN NAMA AKUN AYUTARIGAN (TIDAK PAKAI SPASI). THANK YOU 💙
Diva selesai mengisi perut dan benar-benar menikmati masakan Uly yang sudah lama tidak dicicipinya itu. Wanita itu membuka tutup botol air mineral dan meneguk isinya hingga setengah. Namun sayang sekali bertepatan dengan itu, seseorang masuk tanpa permisi dan membuat Diva terkejut setengah mati karena orang tersebut tak lain dan tak bukan adalah Dewa Angkasa. Anak kandung satu-satunya dari Abas Angkasa.
Efek dari keterkejutannya itu adalah air mineral yang akhirnya tumpah dan membasahi baju hingga meja kerja pria duda itu.
"Siapa dia?" tanya Dewa blak-blakan yang kini berdiri di samping Diva dengan jarak dua meter.
Abbas mengangkat bahu sembari menyelamatkan kertas-kertasnya dari air liur Diva yang mungkin saja ikut tersembur keluar.
"Papi tidak tahu," sahut pria itu santai.
Dewa menyebutkan mata dan berjalan ke sebelah sang papi. "Wajahnya tidak asing," komentar suami Uly itu.
Diva terdiam kaku meski hati mengutuk kesialan hari ini. Jangan sampai Dewa tahu bahwa dirinya adalah wanita gila yang tadi pagi menelpon dirinya dan mengeluarkan kata-kata tidak tahu malu tanpa tahu bahwa bukan Uly yang menerima panggilan itu.
"Mungkin sering bertemu di lampu merah," jawab Abbas acuh yang kini sudah kembali menggunakan kacamatanya.
"Lalu kenapa dia mau makan bekal yang dibuat oleh Uly? Bukannya tadi Papi minta untuk untuk makan siang Papi?" tuntut pria itu curiga.
Abbas melirik Diva sekilas dan ia tentu sadar bahwa wanita itu masih merasa terkejut setengah mati.
"Apa salahnya berbagi dengan orang yang membutuhkan? Tadi pagi tidak sengaja membuat kakinya celaka, dan saat ini ia tengah kelaparan. Jadi papi beri saja bekal itu," ujarnya mengedikkan dagu.
'Benar-benar penipu ulung.' gerutu Diva dalam hati. Bagaimana bisa pria itu membuat sebuah karangan dengan begitu lancar dalam waktu sesingkat-singkatnya?
Apalagi melihat sikapnya yang begitu tenang salah memang tidak terjadi apapun di antara Abbas dan Diva. Tapi jika dipikir-pikir memang tidak terjadi apa-apa karena di sini memang wanita itulah yang selalu merecoki Abbaa Angkasa meski pria duda itu sudah mengusirnya puluhan kali.
"Aku berusaha percaya saat ini," ujar Dewa akhirnya.
Abbas menaikkan sebelah alis sembari melirik putranya. "Ada perlu apa kamu datang ke ruangan Papi?" tanyanya yang Diva tahu adalah sebuah cara Abbas untuk mengalihkan pembicaraan.
Dewa mengedikkan bahu. "Tadi aku bertemu teman lama, jadi menitipkan makanan ini di meja sekretaris."
Abbas menganggukkan kepala. "Sampaikan ucapan terima kasihku pada Uly," ujarnya santai.
"Tidak perlu berterima kasih, toh bukan papi yang memakannya," sahut Dewa santai. Tapi jelas Diva tahu ada maksud menyindir dari ucapannya itu.
Pria dengan mulut tajam seperti Abbas tidak mungkin tak menurunkan sedikitpun sifat buruknya itu pada sang anak. Dan lagi, ia tahu Dewa bukanlah bocah ingusan yang bisa ditipu begitu saja dengan sikap tenang papinya.
Diva tak banyak berbicara, ia hanya diam mengamati sampai Dewa benar-benar pergi dari ruangan itu.
"Jadi anda merasa bersalah padaku, Hm?" tanya wanita itu menggoda dengan senyum cerahnya.
Abbas melirik sekilas dan kembali fokus pada laptop di hadapannya.
"Ah, seharusnya memang begitu. Bahkan seharusnya anda merawatku sampai kaki ini sembuh," ucapnya melebih-lebihkan.
"Jangan berkhayal terlalu tinggi. Aku tadinya memang lapar sekali dan malas keluar karena kamu pasti ikut merecoki," sahut pria itu tajam.
"Tidak mau tahu, aku lebih percaya tebakanku," tukas Diva yakin sekali.
"Terserahmu. Aku tak peduli."
Diva tersenyum penuh kemenangan, dan ketika ia menundukkan kepala baru ia sadar bahwa baju yang dipakainya ternyata basah. Karena rasa terkejut yang tadinya menyerang, ia tak menyadarinya.
Wanita itu mengambil tisu di dalam tas dan mengusapnya di dada, ia bahkan membuka satu kancing dress-nya agar lebih leluasa tanpa mengingat keberadaan Abbas.
"Modus apa lagi yang kamu gunakan saat ini?" tanya pria itu dengan tatapan tajam.
Diva mendongak dengan dahi berkerut dalam, dan matanya sontak membulat sebelum terbitlah senyum penuh kelicikan di wajahnya ketika ia menyadari keadaan.
"Apa Tuan Abbas tidak sabar melihatku membuka semua kancing ini?" ujarnya sembari menarik turunkan alis yang terukir rapi itu.
"Yang membuka seluruh pakaiannya pun aku sudah terbiasa. Jadi jangan khawatir," jawab pria itu enteng.
"Wah ... wah ... wah ... Anda pasti benar-benar menikmatinya ya?" cela wanita itu dengan raut mengejek.
"Tentu saja. Memangnya aku harus bagaimana?" sahut Abbas dengan senyum mencemooh.
"Kalau begitu kenapa tidak denganku?" tanya wanita itu tak tahu malu.
"Aku tidak berselera denganmu," tukas Abbas tajam.
"Benarkah?" Diva membulatkan mata sempurna. "Lalu malam itu apa? Anda bahkan mencium saya seperti kelaparan saja," geramnya.
Abbas mendelik tajam karena ucapan wanita itu. Apalagi ketika Diva meneruskan tangannya membuka kancing baju yang tersisa.
"Diva!" geram pria itu yang tahu pasti apa yang akan dilakukan oleh wanita gila itu.
"Bukannya Anda tidak merasa terpengaruh melihatnya. Jadi untuk apa marah?" omel wanita itu sinis.
"Kurasa saat pelajaran sopan santun, kamu tidak pernah masuk ke dalam kelas," gerutu Abbas Angkasa.
"Kalau aku tidak pernah masuk, mungkin saat ini aku tidak duduk di sini melainkan langsung menyerbu di pangkuan Anda tanpa tahu malu," sahut Diva enteng. "Eh, ngomong-ngomong tadi anda menyebut namaku? Ah, terdengar merdu sekali," imbuhnya menyeringai.
"Cepat kancing bajumu! Aku tidak mau ada orang yang salah paham melihatnya," desis pria itu.
"Tidak mau, belum kering dan terasa tidak nyaman menempel di kulitku," keluhnya main-main.
"Ada kamar mandi di sana! Bersihkan di dalam!" titah pria itu lagi.
"Apa anda akan menemani?" bisiknya dengan senyum miring yang membuat Abbas memijit pelipisnya yang sakit secara tiba-tiba.
"Ya, nanti aku akan datang."
Jawaban Abbas yang tak terduga itu sukses membuat mata Diva membulat sempurna. Tapi ia langsung tertawa saat tahu bahwa pria itu hanya asal menjawab saja agar Diva segera enyah dari hadapannya.
Wanita itu pun beranjak dari kursi dan berjalan menuju kamar mandi yang terletak di sudut ruangan. Diva masuk ke dalam dan membenahi kancing bajunya yang berantakan.
Sementara Abas yang duduk di kursi kerjanya melirik pintu yang sudah tertutup rapat. Ia kemudian berjalan mengikuti arah Diva pergi tadi dan berhenti tepat di pintu yang tertutup rapat itu.
Abbas tersenyum miring sebelum memutar kunci di kenop pintu kamar mandi itu. Lalu ia berbalik sembari bersiul dengan langkah ringan menuju meja kerjanya. Akhirnya ia bisa tenang memeriksa tumpukan file di atas meja yang sejak tadi hanya dipandanginya saja.
Karena kehadiran wanita itu benar-benar mengganggu kinerja otak Abbas Angkasa.
TO BE CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjerat Duda [RE-POST]
RomanceUPDATE SEMINGU SEKALI LEBIH LENGKAP DI APLIKASI KARYAKARSA [SUDAH TAMAT] DENGAN USERNAME AYUTARIGAN [TANPA SPASI]. TERSEDIA JUGA DI GOOGLE PLAY BOOKS. Diva Azkadina kehilangan pekerjaan sebagai dosen muda karena kebiasaan buruknya pergi ke club mala...
![Terjerat Duda [RE-POST]](https://img.wattpad.com/cover/310825105-64-k550441.jpg)