Eleven - Trauma Masa Lalu

6.9K 473 4
                                        

SUDAH TERAEDIA DI GOOGLE PLAYBOOKS DAN TAMAT DI KARYAKARSA DENGAN NAMA AKUN AYUTARIGAN (TIDAK PAKAI SPASI). THANK YOU 💙

Diva selesai membenahi kancing baju dan sedikit merapikan rambutnya, ia juga membasuh wajah agar tampak lebih segar karena seharian ini berada di luar. Setelah merasa penampilannya sedikit lebih baik, ia melangkah santai menuju pintu kamar mandi.

Wanita itu memutar kenop dan merasa aneh ketika pintu tak mau terbuka, pasalnya ia ingat betul bahwa tidak mengunci pintu tersebut.

Ia mencoba sekali lagi dan hasilnya tetap nihil. Satu kesimpulan langsung muncul di kepala Diva apalagi mengingat bagaimana sikap santai Abas menyuruh dirinya masuk ke kamar mandi. Bahkan pria itu mengiming-imingi ia akan ikut masuk ke dalam juga. Ternyata itu hanya jebakan untuk Diva agar entah dari hadapannya.

Wanita itu menatap sekeliling dan tiba-tiba saja pandangan Diva berkunang-kunang, kepalanya terasa berputar saat ingatan masa lalu menerobos otaknya dengan kejam. Suara teriakan itu, pukulan serta tendangan yang disertai dengan caci maki untuk dirinya yang dulu begitu lemah sehingga gampang ditindas oleh orang-orang.

Diva menggeleng keras. "Jangan lagi," gumamnya, "Jangan lagi ... aku ... aku tidak mengganggu kalian," rancaunya bersama peluh yang mulai mengalir deras meski di sini udara tidak panas. Tapi kilasan masa lalu yang menghantam benar-benar membuat wanita itu kehilangan akal.

Dengan sisa tenaga yang ada, Diva memukul daun pintu dengan gerakan lemah. "Buka ... bukaaa!" pintanya dengan napas tersengal. Kepalanya terasa semakin berputar hingga kegelapan benar-benar datang mencengkeram.

Di masa lalu, Diva adalah anak remaja yang cantik dan ceria seperti yang lainnya. Ia juga pintar dan memiliki limpahan kasih sayang orang tua dan juga kakek beserta neneknya. Orang-orang melihat bahwa hidup gadis itu begitu sempurna hingga menimbulkan rasa iri dan dengki.

Sang nenek selalu mengajarkan kepada wanita itu untuk bersikap baik kepada semua orang, tetap rendah hati dan bersikap sopan dimana pun Diva berada. Hal itulah yang membentuk kepribadian wanita itu menjadi lemah lembut dan gampang dibohongi oleh orang-orang yang tidak menyukainya sehingga ia bisa dijebak saat study tour ke sebuah desa.

Tak ada yang tahu tentang traumanya karena ia menyimpan rapat-rapat hal itu dengan berusaha bersikap tenang. Apalagi sejak saat itu papanya marah besar dan mulai mendidik Diva sesuai dengan aturannya tanpa mau menoleransi kelonggaran seperti kakek dan nenek Diva selalu berikan.

Wanita itu dididik keras hingga kini ia bukan lagi wanita lemah yang gampang di-bully. Tapi tetap saja, trauma masa lalu itu masih tersimpan jelas di ingatannya.

Sementara di luar sana, Abbas sedang mengetuk-ngetuk bolpoin ke atas meja. Sesekali matanya melirik pintu di sudut ruangan. Anehnya, ia tidak mendengar sedikitpun suara berisik dari dalam sana padahal sudah setengah jam berlalu semenjak Abbas mengunci pintu itu.

'Tidak mungkin wanita penggoda itu tertidur di dalam sana kan?' bisik hati Abas bertanya-tanya.

Pria itu mencoba kembali fokus pada pekerjaannya dan mengabaikan perasaan tidak menentu yang menghantui dirinya. Tapi sialnya akal sehat duda satu itu tak bisa singkron dengan kakinya sendiri yang memberontak ingin melangkah ke sana.

Abbas menarik napas panjang setelah berdiri tepat di depan pintu kamar mandi, yang roboh sok celana bahannya dan mengeluarkan kunci yang tadi digunakannya untuk mengurung wanita itu.

Sungguh, Abas tak berniat jahat untuk menyakiti wanita itu, hanya saja ia ingin Diva jera dan tak datang mengganggunya lagi.

Tidak munafik, Abbas jelas sangat menyadari pesona wanita itu dan tidak memungkiri bahwa dirinya bisa saja tergoda untuk mengikuti permainannya. Tapi pria itu sadar bahwa ia tak bisa melakukan hal itu yang nantinya akan menimbulkan penyesalan bagi keduanya.

Diva hanya sedang mencari hal baru dalam hidupnya dan ingin bersenang-senang dengan hal itu. Sementara Abbas sendiri tidak sedang dalam fase itu.

Abbas adalah seorang kakek yang kini lebih mementingkan kebahagiaan anak dan cucunya daripada bersenang-senang dengan gadis muda itu.

Lagi-lagi ia menghela napas panjang sebelum memasukkan kunci dan memutarnya perlahan. Tak terdengar suara apapun dari dalam sana ketika Abbas mendorong pintu dengan pelan. Pria itu semakin penasaran ketika pintu tidak dapat terbuka seluruhnya, seperti ada yang mengganjal di sana.

Abbas tahu ada yang tidak beres dan langsung berusaha untuk masuk meski sedikit kesulitan. Benar saja, di lantai kamar mandi ia menemukan tubuh Diva tergeletak tidak berdaya dengan wajah begitu pucat.

Rasa panik melanda pria itu seketika, ia langsung saja mengangkat tubuh wanita itu ke dalam gendongan dan berlari keluar dari ruangan kerja miliknya. Pedro yang melihat hal itu langsung sigap membantu sang bos untuk membawa Diva ke rumah sakit terdekat.

Mereka langsung disambut oleh beberapa perawat dan kini Abbas sedang menunggu dengan hati gelisah saat dokter dan perawat itu sedang memeriksa keadaan wanita yang beberapa hari ini terus mengganggu ketenangannya.

Tapi beberapa saat kemudian setelah hasil pemeriksaan wanita itu keluar dan dokter menyatakan bahwa tidak terjadi hal yang serius pada wanita itu, Abbas memutuskan untuk kembali ke kantor dan meninggalkan Pedro di sana untuk memantau perkembangan Diva.

Maka dari itu saat wanita yang kini sudah dipindahkan ke ruang perawatan itu terbangun, ia dia merasa heran karena berada di tempat yang tidak ia kenali sebelumnya.

Namun, setelah sadar dan mengingat apa yang terjadi padanya beberapa waktu lalu, kemarahan dan kejengkelan wanita itu seketika naik ke permukaan. Apalagi ketika ia tak mendapati batang hidung pria duda yang menjadi penyebab utama dirinya berada di rumah sakit ini.

Diva berpikir bahwa Abbas memang benar-benar tidak punya hati karena sedikitpun tidak merasa bersalah atas apa yang dilakukannya. Jelas-jelas semua ini karena kekejaman pria itu yang dengan kurang ajarnya mengunci Diva sehingga ketakutan akan trauma di masa lalunya muncul ke permukaan.

Pintu ruangan Diva terbuka dan Pedro muncul dengan sebuah kursi roda.

"Anda sudah diperbolehkan untuk pulang," ujar pria itu kalem.

Diva memutar bola mata jengah. "Berikan ponselku, aku ingin menghubungi orang tuaku," titahnya.

"Untuk mengatakan bahwa anda pingsan di kamar mandi seorang duda setelah gagal menggodanya?" tanya pria itu dengan sebelah alis terangkat.

"Kamu!!" Diva mendelik tajam. "Mulutmu itu memang ditempah sama dengan bos-mu yang laknat itu ya?" gerutunya jengkel.

Pedro tak menanggapi dan fokus membenahi kursi roda untuk membawa Diva menuju lobi.

"Aku tidak sudi bertemu dengan pria tua itu lagi," geram Diva dengan kedua tangan mengepal erat.

"Ya, kurasa itu ide yang bagus dan Tuan Angkasa pasti menyukainya," sahut Pedro santai.

Diva mendengkus jengkel. "Kita lihat saja, apa Tuan-mu yang angkuh dan sombong itu akan merasa senang atau malah menyesal seumur hidup!" desis Diva yang hanya dibalas senyum miring oleh bodyguard kepercayaan Abbas itu.

TO BE CONTINUED

Terjerat Duda [RE-POST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang