4.8. Pudding

928 140 12
                                    

Ini hari ketiga Jaemin dirawat di rumah sakit. Masih seperti kemarin. Kak Yuri datang di pagi hari untuk memeriksa keadaannya (sebenarnya untuk dilaporkan ke Kak Taeyeon, sih). Menjelang agak siang, Ibu datang membawa sup rumput laut agar Jaemin cepat sembuh. Sedangkan Ayah hadir melalui sambungan video call.

"Sudah sehat?" tanya Ayah. Wajahnya memenuhi layar ponsel.

"Kalau siang, aku tidak merasakan apa-apa. Kalau malam, pusingnya baru terasa," adu Jaemin.

"Kalau sampai mengganggu, minta obat tidur saja," jawab Ayah. "Kamu harus istirahat."

"Sudah. Semalam juga diberikan obat karena sampai jam satu pagi masih belum bisa tidur," adu Jaemin lagi. "Ayah masih di London?"

"Iya, Ayah pulang dua hari lagi. Kamu mau dibelikan sesuatu?"

Cengiran cerah Jaemin mengembang. "Aku titip parfum!"

"Jo Malone?"

"Iya. Nanti aku fotoin yang mana supaya Ayah tidak salah beli," kata Jaemin. Kadang, rasanya Jaemin kembali menjadi anak-anak kalau bersama keluarganya. Hilang sudah Jaemin yang cantik, anggun, keibuan, dan mandiri yang publik kenal. Ia hanyalah anak perempuan yang ingin disayang.

Mata ibu mengedar pada ruang rawat Jaemin. "Ini punya siapa?" tanya Ibu sambil mengangkat botol air minum warna biru berukuran satu liter yang tergeletak di meja samping. "Punya kamu?"

"Oh! Itu punya Jeno," jawab Jaemin. "Dia kelupaan kemarin."

Ibu meletakkan botol itu kembali. "Ada temanmu datang menjenguk?"

"Jeno kerja di sini, jadi kalau malam dia datang mengunjungiku."

"Oh..." Ibu mengulum senyum jahil, menggoda putrinya. "Pacar?"

"Bukan!" Sontak pipi Jaemin memerah.

"Kalau pacar juga tidak apa-apa. Ibu sedih melihatmu sendirian. Padahal anak ibu cantik begini, tapi malah belum pernah pacaran sama sekali."

Jaemin menghela napas. "Kan ibu tahu bagaimana reaksi netizen kalau ada berita artis yang ketahuan pacaran. Apalagi aku masih punya banyak kontrak dengan brand."

Ini resiko jadi public figure. Hidup Jaemin adalah milik publik. Ia yang berjiwa bebas harus menahan diri agar tidak berbuat salah. Sedikit salah, bisa berbahaya untuk karirnya di masa depan.

Wajah ibu yang kini sudah setegah abad lebih terlihat tua dengan kerutan di ujung-ujung matanya. Meski begitu, untuk Jaemin, ibu adalah gambar sempurna bagaimana penuaan seharusnya terjadi. Tidak terlalu cepat, tidak terlalu lambat. Ibu tidak perlu banyak prosedur kecantikan seperti facelift untuk membuat wajahnya tetap cantik. Ibu lebih memilih melakuman olah raga rutin, makan sehat, dan mengolah stress. Dengan kerutan samar di wajahnya, ibu kelihatan bersahaja.

"Kerja, cari uang, memang penting. Tapi kebahagiaan tidak hanya datang dari uang, Jaemin." Ibu meraih tangan kanan Jaemin yang tidak tersambung dengan selang infus. "Ibu ingin melihat kamu juga berkeluarga."

Jaemin tertawa. "Tenang saja, Bu. Aku pasti menikah. Tapi tidak sekarang."

"Ibu khawatir melihat perempuan sekarang tidak menikah. Kalaupun menikah, mereka memilih tidak punya anak," keluh Ibu. "Memang sih punya anak mahal, tapi menyenangkan tahu punya anak."

Perlu waktu nyaris lima tahun untuk ibu dan ayah akhirnya memiliki Jaemin. Kandungan ibu memang lemah. Ibu beberapa kali keguguran. Kalau dihitung, mungkin sekaeang Jaemin adalah anak ketiga. Dia benar-benar ditunggu dan disayang keluarganya.

Jadi melihat Ibu menginginkannya menikah dan punya anak, mungkin adalah harapannya yang dulu tidak terwujud.

"Ibu berdoa di kuil, semoga kamu mendapat suami yang sayang padamu, yang mau berjuang untuk kamu, dan suami yang bisa kamu hormati."

In SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang