11.2 Selingkuh

931 126 41
                                    

Jeno membuka mata ketika alarm ponselnya berbunyi nyaring. Tangannya meraba ke sisi samping kasur, mencari ponselnya dan lantas menggeser tombol off. Seperti sudah terprogram otomatis, badannya bergerak bangkit, duduk di tepi kasur dengan mata masih sepat dan rambut mencuat kemana-mana. Ia melihat ke jendela. Hari masih gelap dengan semburat kemerahan di garis khayal ujung bumi, padahal jam sudah menunjuk pukul tujuh pagi.

Setelah mengumpulkan nyawa selama beberapa saat, Jeno pergi mencuci wajahnya di wastafel, menyikat gigi, lalu pergi ke dapur untuk menuang susu yang baru saja ia beli kemarin.

Ia duduk di kursi meja makan. Memandang kosong pada gelas kaca dengan sisa putih-putih bekas susu di permukaan sisi dalam yang perlahan bergerak turun mengikuti gravitasi.

"Hah..."

Rasanya hampa sekali.

Jeno kira ia akan senang bisa menghabiskan banyak waktu dengan beristirahat selama sebulan sebelum memulai PPDS. Nyatanya, kebahagiaan itu hanya berlangsung selama tiga hari. Sisanya, Jeno bosan setengah mati.

Ia berusaha menghabiskan waktu dengan membersihkan rumahnya (yang tidak seberapa luas). Pergi melaundry, mencuci kamar mandi, berbelanja grocery hingga kulkasnya penuh.

Sudah.

Tidak ada lagi yang bisa Jeno lakukan.

Pergi jalan-jalan juga bukan opsi yang baik. Nyatanya Jeno tidak punya penghasilan detik ini dan hanya bergantung pada uang saku dari Ayah dan sisa tabungannya di rekening. Ia harus menghemat.

Jisung sibuk dengan kuliahnya. Kak Jaehyun tentu tidak bisa diganggu. Ibu mungkin mau menemaninya, tapi ia cukup sadar diri kalau Ibu masih aktif bekerja dan tidak bisa terus-terusan bersamanya. Ayah? Sama saja dengan ibu.

Jaemin?

"Aku ada workshop untuk filmku. Mungkin baru bisa pulang agak malam," kata Jaemin kemarin malam di telfon. Suaranya penuh sesal ketika mendengar Jeno cerita tentang betapa bosannya lelaki itu. Sayang, Jaemin pun tidak punya jawaban atas kebosanannya. "Atau kamu mau main dengan Awan? Datang saja ke apartemen. Kamu kan tahu password-nya."

"Ya, nanti aku main ke rumahmu," kata Jeno sebelum mengakhiri panggilan mereka.

Jadi pengangguran sungguh-sungguh tidak menyenangkan.

.
.
.

"Mau apa ke sini?" tanya Jisung begitu ia membuka pintu dan mendapati Jeno berdiri di sana.

Dahi Jeno balas mengerut. "Harusnya aku yang tanya begitu. Kenapa kamu ada di sini?"

"Tentu saja main dengan keponakanku," jawab Jisung lalu meninggalkan Jeno di pintu masuk.

Saat melihat Jeno datang, dengan cepat Minhyung berlari mendekat pamannya itu sambil berseru, "Neno!" Tangannya terulur naik, minta digendong.

"Minhyungie!" Jeno menggendong Minhyung lantas mengecup pipi tembam Minhyung yang mana membuat anak itu tertawa.

Rumah besar Kak Jaehyun kini terasa lebih berantakan, berisik, sekaligus terang setelah kehadiran Minhyung. Bocah satu tahun yang beberapa bulan lagi menginjak umur dua tahun itu sudah bisa berjalan. Bicaranya masih terbata-bata, tapi gemar sekali tertawa pada segala sesuatu.

Apartemen itu kelihatan berantakan dengan mainan dimana-mana. Jeno nyaris saja terjungkal saat kakinya tidak sengaja menginjak salah satu mobil-mobilan di atas karpet. Untung saja, ia berhasil menguasai keseimbangannya.

"Hai, Jeno. Maaf, berantakan. Tadi Minhyung sedang main," kata Taeyong sambil meletakkan sekotak jus jeruk kemasan di meja ruang keluarga untuk Jeno.

Perempuan itu segera mengambili main-mainan yang berceceran di sekitar ruang keluarga, dan menjebloskannya ke kontainer besar dekat TV.

In SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang