4.16. Istana Lego

941 133 36
                                    

"Ibu! Aku pergi, ya!" seru Jisung begitu selesai mengikat tali sepatunya di teras.

Ibu yang sedang sarapan bersama Ayah di ruang makan segera menoleh.

"Mau ke mana, Jisung?" Ibu balas berseru. "Sarapan dulu!"

"Aku mau ke warnet bareng Sungchan dan Sunghoon! Dah, Ibu!" pamit Jisung tanpa menghiraukan ajakan Ibu untuk sarapan. Bunyi pintu besi yang tertutup membuat Ibu menghela napas.

"Haduh... anak itu. Tidak bisa sebentar saja diam di rumah, ya?" keluh Ibu. Ini baru hari ketiga di libur Chuseok. Mereka juga baru sekali sampai di rumah tengah malam tadi. Tapi Jisung malah langsung pergi lagi dengan teman-temannya.

"Anak laki-laki." Ayah mengedik bahu.

"Bu, aku pergi, ya," kata Jeno yang baru turun dari lantai dua. Ia sudah rapi dengan kaos hitam dan jaket merah serta celana jeans panjang.

"Kamu juga mau pergi?" tanya Ibu. "Mau ke mana?"

"Ke rumah teman," jawab Jeno lalu duduk di kursi seberang Ibu untuk sarapan.

Mata Ibu memicing. "Siapa?"

Jeno yang masih fokus meratakan selai kacang pada roti tawar menjawab, "Rumah Jaemin."

Mata Ibu seketika membola penuh binar. "Perempuan?"

"Iya." Dahi Jeno berkerut melihat ekspresi Ibu. "Kenapa Ibu bahagia sekali?"

"Akhirnya kamu berkencan!"

Jeno memutar mata sambil meneruskan kegiatan meratakan selai pada roti. "Kami tidak berkencan, Ibu. Hanya teman."

"Untuk apa kamu datang ke rumahnya kalau bukan kencan? Apalagi di minggu Chuseok seperti ini."

"Dia sendirian di rumah. Lagipula kami hanya mau main."

Permainan macam apa yang bisa dilakukan oleh sepasang laki-laki dan perempuan berumur hampir kepala tiga? Apalagi, perempuan ini tinggal sendirian.

Ayah berhenti menggulir berita di layar iPad. Ia menoleh pada Istrinya yang juga menoleh padanya dalam diam. Seakan mengerti isi pikiran masing-masing, Ayah berdehem.

"Main aman, ya. Jangan lupa pakai kondom. Jangan seperti Jaehyun," kata Ayah sambil kembali menunduk ke layar iPadnya.

"Apaan?! Kami cuma mau merakit Lego!" keluh Jeno kesal. "Pikiran kalian terlalu ke mana-mana."

"Lebih baik mencegah daripada mengobati," ujar Ibu sambil mengedik bahu. "Ibu juga akan lebih senang kalau kamu tidak melakukannya sebelum menikah."

Kalau diteruskan, perdebatan ini tidak akan menemui titik ujungnya. Jadi Jeno memilih diam saja sambil menghabiskan rotinya. Diam-diam, ia merutuki kakaknya dalam hati. Gara-gara Kak Jaehyun, kekhawatiran Ayah dan Ibu bertambah padanya dan Jisung.

"Dah, Ayah. Dah, Ibu," kata Jeno setelah roti selai kacangnya tandas begitu juga segelas susu kacang di gelasnya habis.

.
.
.

Libur Chuseok membuat Seoul yang padat jadi kelihatan lebih sepi dari hari biasa. Berita penuh dengan siaran hiburan dan liputan pusat-pusat wisata seperti Everland yang ramai dipadati pengunjung.

Sejak pagi, Jaemin sudah bergerak membereskan apartemennya dari kekacauan seperti baju yang tergeletak sembarangan, piring yang belum dicuci sejak semakam, ceceran makanan Awan, dan juga tumpukan kontrak yang belum ia baca di meja ruang tamu.

"Nanti, ya, Awan. Aku harus mencuci mangkukmu dulu," kata Jaemin ketika anjing maltesse berbulu putih itu mendekati kakinya sambil membawa boneka pisang di mulutnya.

In SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang