8. Supermarket

1.1K 153 50
                                    

"Omong-omong, Haechan itu siapa?" tanya Jaemin. Ia menumpukan berat badannya yang tidak seberapa itu pada siku yang menempel di dorongan trolley sambil mengikuti Jeno keliling deretan rak detergen.

Jumat malam itu, ketika jadwal Jaemin kosong sama sekali, ia memutuskan pergi menemani Jeno berbelanja bulanan.

Sebagai manusia yang tidak suka keramaian, Jeno lebih suka belanja di tengah bulan. Saat supermarket sepi dan ia tidak harus buang banyak waktu untuk mengantre di depan kasir.

Supermarket besar di dekat rumah sakit jadi titik temu mereka. Jaemin masih dalam penyamarannya dengan kaos oversize, legging addidas hitam, basebal cap putih yang menahan rambut ash brown sebahunya, dan masker yang menutupi setengah wajahnya. Sementara Jeno masih terbalut kemeja biru muda dan celana bahan yang ia pakai untuk bekerja seharian ini.

"Teman kantorku," jawab Jeno sambil meletakkan satu bungkus detergen kemasan ke trolley yang sedang didorong Jaemin.

"Kalian akrab?" tanya Jaemin lagi.

"Iya. Haechan itu cerewet dan dia mudah dekat dengan semua orang." Jeno menoleh pada Jaemin. "Kenapa?"

Bibir Jaemin mengerucut di balik maskernya. "Aku cemburu, tahu, waktu dia mengangkat telfonku. Aku saja tidak pernah membuka ponselmu, kenapa dia yang menjawab telfonku?"

"Kalau kamu tanya aku kenapa, aku juga tidak tahu." Jeno mengambil alih pegangan trolley dari Jaemin.

Jaemin melingkarkan lengannya di lengan Jeno. "Lalu, kenapa ponselmu ada di apartemennya?"

"Aku buru-buru menumpang mandi di apartemen mereka waktu dapat kabar kalau kondisi Kakek tiba-tiba kritis," jelas Jeno. Tangannya mengambil sebuah kemasan sikat gigi isi tiga batang dan tiga pasta gigi lalu melemparkannya ke trolley.

"Pakai sabun yang ini saja," tunjuk Jaemin pada salah satu brand sabun yang terkenal berbahan susu kambing dan punya wangi semerbak.

Dahi Jeno mengerut. "Wanginya terlalu perempuan."

"Tapi ini lembut di kulit." Jaemin menyentuh kulit tangan Jeno yang kasar. "Kamu terlalu banyak pakai sabun antiseptik, makanya kulitnya sekasar ini. Kulit kamu bisa iritasi kalau tidak pakai bahan yang lembut."

Jeno akhirnya menurut dan memasukkan dua bungkus sabun yang Jaemin tunjuk ke trolley.

Keduanya berjalan beriringan, melewati rak-rak display sambil mencari barang-barang di daftar Jeno lebih dulu. Daftar Jeno sudah dia susun sejak dua hari lalu. Bukan hanya untuk memudahkan Jeno supaya tidak bolak-balik ke supermarket, tapi juga jadi lebih hemat. Waktu jaman kuliah dulu, Jeno mana pernah membuat daftar belanja seperti ini. Ia akan beli kalau ingat saja. Seringnya, gara-gara itu, ada saja barang yang lupa dibeli atau Jeno akan jajan sebelum semua kebutuhannya terpenuhi dan berakhir dengan uangnya habis lebih dulu.

"Aku biasanya belanja online," ucap Jaemin. "Harganya lebih murah dan banyak diskon pula. Sampainya juga cepat. Hari ini pesan, besok sudah ada di kantor."

Jeno menoleh pada Jaemin. "Kamu kirim ke kantor?"

Jaemin mengangguk. "Aku agak kurang nyaman mencantumkan alamatku. Jadi aku pakai alamat kantor sebagai alamat pengiriman. Nanti Kak Yuri yang membawakan ke rumah, atau aku ambil sendiri."

"Kalau shopping ke tempatnya langsung, aku jarang untuk grocery shopping, sih. Lebih banyak kalau beli baju atau tas yang aku harus tahun bahan dan tampilannya di badanku," ujar Jaemin.

Jeno mengangguk. Ia sedikit paham mengingat kalau Jaemin belanja bulanan, itu akan lebih merepotkan. Apalagi Jaemin jarang di rumah. Dia tidak perlu beli bahan makanan. Yang perempuan itu butuhkan adalah alat-alat kebersihan seperti sabun dan shampoo. Dia lebih banyak makan di luar karena sehari-hari pekerjaannya pun tidak di rumah. Pakaian juga dikirim ke laundry.

In SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang