4.5. Sekolah

1.1K 154 5
                                    

Buat apa sih sekolah?

Sungguhan, Jaemin malas sekali bangun pagi-pagi, pakai seragam, dan pergi mendengarkan ceramah guru-guru di kelas. Padahal kita yang bayar, tapi kita juga yang dapat PR, begitu pikir Jaemin di waktu SMA.

Kalau ada waktu yang paling menyenangkan di sekolah adalah jam istirahat, saat Jaemin bisa makan sambil mengobrol dan bercanda bebas dengan teman-temannya.

"Ya! Joo Haknyeon! Kembalikan sepatuku!" seru Jaemin sambil berlari di sepanjang lorong lantai empat hanya dengan kaos kaki sebagai alas.

Haknyeon berlari dua meter di depannya sambil melambai-lambaikan sepatu Converse dengan tali hijau milik Jaemin. "Ambil sendiri! Bweekk!" ledek Haknyeon lalu kembali berlari, menghindari Jaemin yang sudah gatal ingin menjewer kupingnya. Sumpah, ya, Haknyeon itu jahil sekali padanya! Seperti tidak ada hari tanpa menjahilinya.

"Ya! Haknyeon-ah!" seru Jaemin sambil berlari turun tangga.

Sayang seribu sayang, licinnya lantai bertemu dengan lembutnya kaos kaki membuat gesekan jadi semakin kecil. Jaemin kehilangan keseimbangannya di ujung tangga. Ia memejamkan mata erat-erat, bersiap menghantam lantai yang keras nan dingin.

"Argh..."

Jaemin buru-buru buka mata ketika sadar, ia menimpa seseorang.

"Jeno!"

Pantas saja tidak sakit.

Jaemin menyingkir ke samping dengan wajah panik melihat Jeno meringis menahan sakit menghantam punggung sampai belakang kepala. "Kamu nggak papa, kan?" tanya Jaemin panik.

"Kamu masih bertanya begitu padaku?!" omel Jeno.

Bibir Jaemin mengerucut. "Abisnya aku harus bertanya apa lagi?"

Jaemin membantu Jeno bangkit berdiri. Lelaki itu masih memegangi kepalanya yang berdenyut sakit. Semoga saja tidak benjol.

"Sepatumu mana?" tanya Jeno saat sadar kaki Jaemin hanya berbalut sepasang kaus kaki putih.

"Diambil Haknyeon."

"Lepas saja kaus kakinya. Nanti kamu malah jatuh lagi," komentar Jeno.

"Nanti kakiku kotor," jawab Jaemin membuat Jeno memutar mata.

"Terserah, lah," ucap Jeno lalu berbalik menuju ruang kesehatan.

Jaemin mengikutinya dari samping, membuat alis Jeno naik tinggi-tinggi. "Mau apa?"

"Mengantarmu ke ruang kesehatan." Mata Jaemin mengerjap polos.

"Tidak perlu. Aku bisa sendiri," usir Jeno. "Sana, cari sepatumu. Haknyeon ada di sana," tunjuk lelaki itu pada lelaki berkulit tan yang berdiri di ujung lorong.

Seketika fokus Jaemin kembali pada Haknyeon dan sepatunya. "Joo Haknyeon! Sini, kau!" seru Jaemin galak.

.
.
.

Pada akhirnya, Jaemin tidak mendapatkan sepatunya. Haknyeon tidak sengaja melepas sebelah sepatunya ke luar jendela saat Jaemin mendekat. Sepatu itu nyangkut di salah satu dahan pohon dan hanya bisa Jaemin ratapi.

"Iiih! Dasar menyebalkan!" oceh Jaemin sambil menarik telinga Haknyeon kuat-kuat.

"Aaa... ampun, Jaemin!"

Suasana hati Jaemin hancur di sisa jam pelajaran hari itu. Ia tidak bisa mendengarkan guru-guru sama sekali. Tangannya hanya mencorat-coret halaman buku tulisnya sambil menggerutu dalam hati.

Jeno yang duduk di meja sebelah melirik ke kolong meja, pada kaki Jaemin yang hanya dilapisi kaus kaki putih.

Sebuah lemparan kertas mendarat di meja Jaemin membuat perempuan itu berjengit. Ia menoleh ke samping kanan (tidak mungkin dari kiri karena sebelah kiri itu jendela). Jeno menunduk ke buku tulis seolah tidak ada apa-apa. Jaemin membuka lipatan tidak beraturan pada kertas itu dan mendapati tulisan kecil-kecil nan rapi yang sudah ia kenali.

In SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang