4.3. Cinta

1.3K 177 9
                                    

Seumur-umur, Jeno belum pernah jatuh cinta pada siapapun. Ia sempat mengira dirinya mungkin lebih menyukai laki-laki dibanding perempuan. Tapi tidak juga. Jeno juga tidak tertarik pada laki-laki.

Mungkin dia aseksual?

Jeno juga tidak tahu.

Sayangnya, ucapan Jaemin yang mabuk cukup banyak mengganggu pikirannya. Tapi ia pun berulang kali meyakinkan dirinya kalau Jaemin hanya bicara melantur. Kenapa juga perempuan seperti Jaemin harus menyukainya saat Jaemin sendiri dikelilingi artis-artis tampan? Jeno tidak akan pernah masuk hitungan.

Ting Tong! Ting Tong! Ting Tong!

Jeno segera meninggalkan mangkuk serealnya di meja lalu pergi ke pintu karena si pelaku pemencet bel itu tidak akan berhenti menekan tombol di sana kalau Jeno tidak membukakan pintu. Tanpa perlu banyak berpikir, ia tahu siapa pelakunya.

"Mau apa?" tanya Jeno pada adiknya yang berdiri dengan ransel di punggung.

"Aku menginap sampai Senin, ya. Tidak ada siapa-siapa di rumah," kata Jisung dengan seenak jidat masuk ke apartemen Jeno sebelum dipersilahkan sang empunya.

Ia segera melepas sepatu AirForce1-nya dengan sembarangan lalu melempar ransel besarnya ke sofa.

"Heh! Rapikan sepatumu!" hardik Jeno membuat Jisung berjalan kembali ke depan pintu sambil misuh-misuh, menepikan sepatunya ke pinggir.

"Ayah dan Ibu kemana?" tanya Jeno sambil menutup pintu.

Begitu kembali ke meja makan, ia menghela napas karena mangkuk sarapannya sudah dikuasai Jisung. Ia pergi mengambil mangkuk lain dan mengisinya dengan cornflakes dan susu.

"Ayah ada seminar di luar negeri. Ibu pergi ke Singapur untuk pembukaan flagship store. Daripada aku kesepian, lebih baik aku di sini saja. Ibu juga sudah tahu, kok," jawab Jisung dengan mulut penuh sereal.

Apartemen Jeno ini hadiah kelulusan dari Ayah dan Ibu karena ia berhasil masuk SNU jurusan kedokteran. Sebuah apartemen tipe studio dengan sebuah kasur, meja belajar, dapur kecil (yang jarang Jeno gunakan), dan sebuah kamar mandi. Tidak ada yang menarik, tapi Jisung senang sekali merecoki tempat tinggalnya. Padahal kakak mereka, Kak Jaehyun, punya apartemen yang berkali-kali lebih luas daripada apartemen Jeno.

"Kau tidak akan tahan melihat Kak Jaehyun dan Kak Taeyong mengumbar kemesraan setiap hari," jawab Jisung saat Jeno tanya kenapa.

Jisung pernah menginap di apartemen Jaehyun ketika Ayah dan Ibu pergi, sementara ia sendiri sedang bertengkar dengan Jeno. Jaehyun tidak keberatan sama sekali dengan kehadiran Jisung. Lagipula, apartemennya punya tiga kamar kosong yang bisa dengan bebas Jisung gunakan dan sebuah kulkas besar penuh makanan.

Jisung langsung menguasai TV ruang tengah dan memasang perangkat Playstation5-nya.

Mungkin besarnya layar 52 inch di ruang tengah membuat tubuh besarnya jadi tidak terlihat. Jisung harus menutup mata rapat-rapat karena Kak Jaehyun senang sekali mencium Kak Taeyong tanpa lihat kondisi.

"Jangan kaget kalau tiba-tiba kita jadi paman," komentar Jisung. Ia lebih dari sekedar tahu bahwa hubungan kakak tertuanya dan Kak Taeyong sejauh apa meski tanpa status yang jelas.

"Kuharap ponakanku akan secantik Kak Taeyong," lanjut Jisung. "Kau sendiri? Tidak ada pacar?"

"Tidak."

"Ibu selalu mengoceh padaku. Dia khawatir kau jadi gay."

Jeno memutar mata. "Kau pikir kuliah kedokteran mudah? Mana sempat aku memikirkan soal cari pacar."

"Alasan," cibir Jisung.

Ting Tong!

Jisung dan Jeno saling melempar pandang. Siapa yang bertamu pagi-pagi seperti ini?

In SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang