6. Kencan

1K 148 12
                                    

Malam hari itu, saat salju turun di luar. Jaemin menyandarkan tubuhnya pada Jeno yang masih menonton series Netflix di TV. Perempuan yang tahun ini menginjak 30 tahun itu asik nonton Youtube dengan kedua telinga tersumbat earbuds. Sesekali, Jeno melirik pada layar ponsel Jaemin, mencari tahu apa yang sedang perempuan itu tonton.

"Kamu nonton apa?"

"Ha?" Jaemin melepas sebelah earbudsnya. "Ini, vlog orang yang lagi jalan-jalan di Bali." Jaemin memperlihatkan layar ponselnya penuh pemandangan sawah yang bersusun.

"Oh..." Hanya itu respon Jeno lalu ia kembali ke layar TV.

Apartemen Jeno masih sama, hanya saja sedikit lebih ramai sekarang dengan barang-barang Jaemin yang sengaja perempuan itu tinggalkan. Awalnya, ia hanya meninggalkan sebuah sikat gigi merah muda di wastafel. Lalu jumlah barangnya bertambah seiring waktu berjalan. Seperti sepasang sandal rumah warna oranye, bantal Ryan yang ia beli di pop up store KakaoTalk, handuk dan sabun cuci muka di wastafel, serta segantungan karet rambut yang Jeno temukan terhampar di mana-mana dan membuat Jeno kesal.

Jaemin benar-benar memperlakukan apartemen Jeno seperti rumahnya sendiri. Jeno sama sekali tidak keberatan dengan itu selama Jaemin tidak berantakan.

Ingat, ya. Kalau tidak berantakan.

Sayangnya, Jaemin yang agak sembrono itu sering sekali menghilangkan karet rambutnya. Nanti ada di kasur, ada di dapur, ada di kamar mandi. Rasanya Jeno sudah capek dengan karet rambut Jaemin dan tidak ingin bertengkar lagi soal itu.

Jeno sangat beryukur saat akhirnya Jaemin potong rambut kemarin.

Rambut Jaemin dipotong pendek sebahu dan dicat dengan warna coklat gelap menuju hitam. Jeno tidak berbohong waktu dia bilang, "Kamu kelihatan cantik dengan rambut barumu."

"Sungguhan? Bukan karena kamu lelah sama karet rambutku, kan?" Mata Jaemin memicing.

Jeno memutar mata yang artinya dia kesal saat Jaemin meragukan kata-katanya. Perempuan itu segera tertawa lalu mendusal di pipi Jeno.

"Iya, iya. Makasi, ya." Tak lupa membubuhkan sebuah kecupan di pipi tirus Jeno.

Jeno masih jadi Jeno. Masih sosok kaku yang tidak akan sok-sok bersikap manis di depan Jaemin seperti anak-anak yang lagi khasmaran, tapi ada saja tingkahnya yang lelaki itu tidak sadari sudah membuat Jaemin nyengir lebar.

"Aku bosan, deh," kata Jaemin sambil menekan tombol power di ponselnya dan melepas budsnya. "Kamu tidak bosan?"

"Filmnya bagus," tunjuk Jeno pada layar TV membuat Jaemin mendengus kesal sambil menegakkan tubuh, menjauhi Jeno.

Ia berjalan menuju kulkas, membuka pintunya dan tidak menemukan apa-apa selain tumpukan makanan beku, botol-botol air dingin, dan suplemen.

"Lapar?" tanya Jeno.

"Bosan," ulang Jaemin lalu kembali melanglah dan menghempaskan tubuhnya ke kasur Jeno di sebelah sofa. "Aku bosan, Jenoooo!" rengeknya sambil berteriak dalam bantal.

"Habisnya, kamu mau apa?"

Tidak banyak yang bisa mereka lakukan selain diam di rumah sambil menonton TV, makan, atau main game. Nintendo Switch selalu jadi barang andalan yang Jaemin bawa kemana-mana. Tapi benda itu sedang di-charge sekarang dan Jaemin juga sudah bosan dengan game yang itu-itu saja.

Jaemin menoleh dengan kepala masih menempel pada bantal.

"Mau jalan-jalan."

Jeno menghela napas. "Kamu tahu, kan-"

"Aku tahu. Tapi aku sungguhan lagi bosan." Jaemin menegakkan tubuhnya. "Memangnya kamu tidak bosan kencan di rumah melulu?"

"Tidak."

In SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang