Selamat membaca guys 😘😘😘
Seokjin menaiki anak tangga menuju lantai tiga, lantai privasi Woo Bin dan Min Ah. Di sana terdapat satu kamar utama dari rumah megah ini, tempat Woo Bin dan Min Ah menghabiskan malam dalam lelap. Selain itu, ada dua kamar yang masing-masing kegunaannya adalah sebagai kamar koleksi baju Min Ah dan Woo Bin, termasuk seluruh aset menyombongkan diri tersusun rapi dari berbagai merek internasional. Ruang gym dan jacuzzi yang menghadap pemandangan hijau di tengah metropolitan. Perpustakaan pribadi dan arsip foto-foto keluarga.
Niat awal Seokjin adalah menuju perpustakaan yang letaknya paling ujung, pintu kayu hitam dengan label dari platinum bertuliskan PERPUSTAKAAN yang berada di ujung koridor sebelah kiri tangga.
PRANG!
Suara benda nyaring menghantam granit. Seokjin menoleh pada asal suara dari koridor kanan. Anak sulung itu membalik tujuannya, berjalan mendekat pada pintu bercelah tipis, pintu itu pasti di banting kuat dan cepat hingga dia tidak menutup sempurna.
Sayup terdengar percakapan penuh emosi di ruang gym itu. Dalam perjalanannya Seokjin tidak sabar untuk segera memahami kalimat-demi kalimat yang di sampaikan melalui teriakan oleh Min Ah.
Seokjin mendadak merasa pening, pekikan dan tangisan dari bibir Min Ah menumbuhkan khawatir di hati Seokjin tentang nasib pemberkatan besok pagi. Suasana kacau tanpa ada goresan kebahagiaan di hari bahagia dan suci. Sumpah macam apa yang akan Taehyung dan Tzuyu ucap di hadapan Tuhan esok, dia merasa pernikahan itu seperti memberi sumpah serapah dalam kehidupan adiknya serta juga akhir pernikahan Min Ah dan Woo Bin.
“Aku tidak sanggup membayangkan apa yang akan putra-putraku pikirkan tentangmu saat mereka tau aib menjijikkan yang aku tutupi” Suara Woo Bin parau dan meredam marah.
Seokjin dengan saksama menguping pembicaraan yang menghadirkan tanda tanya semakin dia mendengarkan.
“Kau mana akan berani mengatakan pada mereka tentangku!”
“Aku pasti akan memberi tahu mereka Min Ah, hanya sedang mempersiapkan diri atas reaksi anakku. Mereka akan menghadapi kenyataan perselingkuhan biadab yang kau lakukan menghasilkan seorang anak, yang kau perbuat ketika mereka masih belum mengerti apapun bahkan Taehyung masih bayi berusia 3 bulan. Penipuan yang aku lakukan selama 25 tahun di hadapan mereka, menutupi setiap luka dan perasaan marah yang terpendam jauh di dalam hati, menekan ego menceraikanmu untuk melindungi mereka dari cap anak yang rumah tangganya berantakan. Aku masih memikirkan perasaan mereka saat mengetahui keluarganya sudah hancur lebur di balik sandiwara kedua orang tuanya “ Suara Woo Bin bergetar hebat, Min Ah mematung, membayangkan apa yang akan terjadi. Dan Seokjin mulai merasakan rasa sakit yang merambat menuju hatinya, nyeri dan air mata yang tidak dapat lagi dia tahan.
“Ini dosa kita! Dosa perselingkuhan dan zina yang kau perbuat. Dosa ku yang membuatmu menelantarkan anak hasil hubungan gelapmu, tetapi itu ketidakberdayaan ku atas semua sakit hati. Dosa itu yang menyebabkan Seokjin dan Taehyung mengalami penderitaan. Karma perselingkuhanmu menimpa putra-putraku! Dua putraku mengalami patah hati dan rasa di campakkan serta di selingkuhi oleh orang yang mereka cintai, mereka mengalami perasaan yang aku alami!” Woo Bin tidak tahan lagi untuk menyimpan air mata 25 tahun itu. Deras mengalir, terisak dalam luka yang mengelupas.
“Kau menyadari juga, bahwa aku sakit, terluka saat harus menitipkan putriku di panti asuhan. Kehilangan dia yang di adopsi, seperti gila mencari karena merindukannya! Mereka bertiga dapat kasih sayangku, sementara dia, aku belum sempat memberinya asi atau melihatnya melangkah untuk pertama kali. Mendengar putri kecilku memanggilku eomma, memelukku ketika menangis. Kau menyayangi putramu, aku juga menyayangi putriku!” Min Ah juga menangis.
“Anak yang kau dapat dari perselingkuhan adalah anak tidak sah. Dia aib dalam keluargaku! Aku tidak menyuruhmu membuangnya, aku katakan tidak mau melihatnya di sekitarku! Jadi kau menyalahkanku selama ini, tanpa melihat kesalahan besar yang sudah menyakiti hati banyak orang sekaligus termasuk putrimu itu!” Woo Bin membentak Min Ah yang bersimpuh di bawah kakinya.
“Baiklah, terserah kau mau menyalahkanku atau apa. Aku tetap ingin bercerai. Tandatangani berkas itu. Setelah pernikahan Taehyung selesai, kita akan jalani persidangan” Lanjut Woo Bin.
Melihat pergerakan Woo Bin yang jalan mendekati pintu. Seokjin bergegas pergi menuruni anak tangga dalam sunyi , air matanya masih melesak tidak terima dengan kenyataan pahit yang baru saja dia dengar dari kedua orang tuanya.
Satu tempat dalam ruang yang berbeda. Taehyung tidak mampu memejamkan matanya, entah mengapa hatinya tidak merasa tenang sedikit pun. Pikirannya di penuhi oleh Irene, takut di hatinya tidak bisa hilang meski sudah memutuskan untuk menikah dengan Tzuyu. Seperti ada sesuatu yang belum tuntas dan mengganjal.
Pendingin dikamarnya menyala dengan derajat Celsius yang paling rendah, tetapi tidak bisa meredam panas dan gelisah yang memeluk tubuhnya.
🍃🍃🍃
Irene ikut masuk dalam Van hitam, mata sembabnya menatap kosong perjalanan, tidak ada hal menarik untuk di amati. Van berbelok di kelokan jalan, saat itu Irene melihat rembulan melingkar penuh menghias awan hitam, keindahan yang sempurna di pandang dari bawah pikir Irene, berbanding terbalik dengan gambar rembulan yang lebih dekat dan jelas di internet, berlubang dan buruk.
Tangan seseorang menepuk bahu Irene, sebelum sempat dia menoleh rasa nyeri gigitan serangga hinggap di lehernya. Kantuk yang semula tidak terasa, kini hinggap di pelupuk matanya, antara jatuh lelap dan sadar Irene berucap.
“Kalian bisa langsung membunuhku, tanpa harus membuatku tak...”
Kepala Irene lunglai jatuh di sandaran mobil. Kesadarannya hilang, bersamaan dengan tangan seseorang yang mengikat tangan dan kaki Irene.
Van itu melaju mengikuti alur rencana Min Ah. Pukul 19.00 malam saat Irene pulang dari kerjanya, rencana mulai berjalan sampai separuh perjalanan mereka menuju Seoul, sejauh ini sempurna.
Suara ban beradu gesek dengan aspal, menghentikan laju Van tepat di depan pintu samping sisi gereja. Salah satu dari enam orang penumpang Van turun menghampiri penjaga yang bertugas di dalam area Gereja Heaven.
“Mengantar keperluan acara besok” Ucapnya memenuhi formalitas.
Ucapan yang tidak perlu karena semua penjaga sudah menelan suap yang cukup untuk biaya hidup satu tahun ke depan. CCTV samping dan langsung mengarah menuju Miniatur Surga di buat seolah mengalami kerusakan sistem listrik.
Selanjutnya tanpa banyak bicara, dominasi suara derap langkah, buka tutup pintu mobil dan besi yang saling beradu. Irene di angkat masuk dalam box besi berukuran sedang, mereka melipat tubuh gadis malang itu seperti binatang yang siap masuk ruang jagal.
Derik roda berisik seiring box dorong itu melewati paving blok menuju Miniatur Surga. Jembatan pewatas membawa mereka pada sebuah tempat remang oleh lampu taman terletak di antara rerumputan menyerupai bola-bola bercahaya.
Irene menggeliat, dadanya terasa panas karena sesak, pasokan udara di dalam box itu terbatas. Matanya yang terpejam membuka perlahan, melihat sekeliling gelap. Daun telinganya berdenyut, mendengar aliran air, dersik daun dan derik roda. Ke mana orang-orang suruhan Min Ah akan membawanya, pertanyaan itu terlintas seiring dengan pergerakannya menggebrak-gebrak box besi.
BRAK BRAK BRAK
“Keluarkan aku! Kalian membawaku ke mana!”
BRUK BRUK BRUK
“Tembak saja aku langsung jangan menyiksaku”
Air mata Irene mengalir deras tidak mau menjumpai kematian dengan siksaan, dia memilih mati dalam satu tembakan, atau satu tusukan di bagian jantungnya.
Teriakan Irene tidak menghentikan langkah empat orang itu terus membawanya menuju danau.
“Dia cukup cantik, aku jadi bergairah berfantasi tentang wajahnya” Ucap salah satu yang bertubuh paling tinggi dari empat orang itu.
“Jangan membuat nyonya kecewa! Dia memerintah untuk membunuh bukan yang lainnya!” Jawab pria bermarga Im yang berjalan paling depan, memimpin rekannya. Pria tinggi itu mendengus kesal sambil memutar kedua bola matanya.
Mereka berjalan tampak santai, tidak memakai penutup wajah atau apapun aksesoris seorang pembunuh bayaran. Cukup memakai pakaian sehari-hari, baju kaos dan celana pendek selutut beserta sneakers, persis seperti turis. Tidak masalah jika tertangkap, toh mereka bergerak di bawah naungan pejabat tinggi negara ini. Bisnis seorang jendral besar pemilik segudang prestasi dan lencana penghargaan.
KRIET!
SRET
“AKH!” Irene terpekik kala pria bermarga Im menarik surainya untuk mengeluarkan Irene dari box. Irene memberontak melepaskan ikatan ditangan dan kakinya, perjuangan yang sia-sia.
“Bunuh saja aku, jangan menyiksaku lagi”
“DIAM BRENGSEK”
PLAK!
Sudut bibir Irene pecah, mengeluarkan darah setelah tamparan keras itu membawa wajahnya menabrak sudut box besi.
SRET
Kembali Irene merasakan sakit di kepalanya, rambutnya di tarik amat kuat, dapat dia rasakan banyak helai yang tercabut.
“Panggil nyonya Min Ah” Suruh Im kepada pria yang bertubuh gempal memakai kaos putih.
Pria itu mengangguk dan mengeluarkan gawai milik Im yang memang berada di dalam kantungnya.
●
“Nyonya, kami siap!”
“Lakukan, pertemukan dia dengan kematiannya. Katakan padanya satu kenyataan bahwa tempat dia meregang nyawa adalah tempat putraku menikahi Tzuyu”
“Siap. Kau akan dapat kabar paling membahagiakan esok”
●
Pria bertubuh gempal itu menarik gawai dari telinganya setelah Min Ah memutuskan sambungan telepon.
SRET!
Im kembali mengencangkan tarikan di kepala Irene. Pria berkepala empat itu mendekatkan bibirnya di telinga Irene.
“Gereja Heaven. Seseorang yang menyatakan cinta padamu beberapa minggu lalu akan melangsungkan pernikahannya di sini. Tempatnya memulai jenjang kehidupan baru, juga akan menjadi tempat untukmu mengakhiri hidup...” Pria itu menjeda kalimatnya, tangan kirinya meminta sesuatu yang sudah di pahami oleh ketiga bawahannya. Tali tambang dengan diameter 5 cm, panjang tali itu sekitar 15 meter di lempar oleh pria bertubuh paling tinggi dan mendarat sempurna di telapak tangan Im.
“Nyonya itu psikopat, merepotkan saja. Kita bisa membidik kepala gadis itu dari kejauhan saja cukup membuatnya mati di tempat” Ujarnya setelah melempar tali.
Sementara, sosok yang paling muda dari empat pria itu, mungkin sekitar usia 35 tahun menggeser kotak besi besar beratnya mencapai 500 kg ke tepi danau, untuk memudahkan pekerjaan mereka sesaat lagi. Awalnya Min Ah meminta batu, tetapi mereka menawarkan besi yang di masing-masing sisi terdapat lubang untuk mengikatkan tali lebih kuat dari pada batu.
Bagaimana besi tersebut sampai di tempat itu? Ingat box beroda yang membawa Irene? Box yang sudah disiapkan dua hari yang lalu, box biasa yang terlihat seperti tempat sampah.
“Ini permintaan klien, inilah seni pekerjaan kita” Balas Im sembari melilitkan tali tambang di leher Irene.
“Akh-pha akh yaknh akh akh akh” Irene tidak bisa lagi membuka suara, kerongkongannya tercekat oleh tali tambang yang kini dikunci tidak terlalu rapat untuk memberi siksaan yang lebih di dasar danau nanti.
DI ujung tali lainnya, pria termuda itu bergerak merekatkan tali pada lubang di sisi-sisi box, menyisakan 2 meter jarak antara Irene dan dan box itu. Setelah rampung dan memeriksa kokoh ikatan pria itu menggeser box tersebut semakin mendekati bibir danau, separuh bagian menyentuh permukaan air.
Irene di seret paksa, badannya lunglai lelah meronta dalam ikatan, rambutnya terus menerus di tarik. Menyakitkan. Beberapa kali wajahnya di tampar, Irene memejamkan matanya takut berhadapan dengan air.
BYUR!
Tubuh Irene di lempar. Sekuat tenaga dia menggerakkan tubuhnya untuk tetap berada dalam permukaan. Insting mempertahankan hidupnya muncul, lupa akan pasrah yang pernah dia sombongkan.
BLUP!
Box besi menyusul Irene, melesat ke dasar danau membawa tubuh lemah yang mengotot untuk mencapai permukaan tertari menuju dasar bersama.
DEBAM!
Mantap box besi itu menyentuh pasir bercampur tanah di dasar permukaan danau. Buram meliputi pandangan Irene yang terbuka, tanah dan pasir itu menyeruak ke atas akibat hantaman besi berat yang di lempar. Mengunci Irene dalam kubangan kematiannya.
Satu menit, dua menit, semua masih seperti awal, Irene masih mampu meronta-ronta.
Waktu berjalan hingga menyentuh sepuluh menit Irene lemah. Gelembung-gelembung dari pernafasannya mengecil dan jarang. Irene berhenti meronta. Posisi tubuhnya telentang, memandang jauh ke atas permukaan bening nan indah.
Indurasmi menembus permukaan biru kehijauan yang jernih. Irene merasa cahaya itu menyentuh wajahnya, membuai memori membentuk sekelebat kenangan yang tersaji cepat, di mulai dari masa kecilnya hingga ambang kematian yang entah pada detik ke berapa akan membawa nyawanya pergi.
Irene tersenyum, membayangkan wajah ayah, ibu, adik-adiknya, keluarga Seulgi dan Taehyung yang tersenyum padanya. Darah segar menguar di dalam air kala ujung yang sobek tertarik karena senyumannya."Appa, eomma maafkan aku tidak bisa menjadi putri yang kalian banggakan, tidak mampun memberi kalian kebahagian dan kehormatan. Jaehyun, Jeno, Jisung noona menyayangi kalian, dan maaf karena tidak mampu memberi kalian kelayakan. Seulgi, maaf menjadi sahabat yang selalu merepotkanmu. Taehyung, maaf karena telah masuk dalam kehidupanmu, maaf karena lancang jatuh cinta padamu, maaf karena diriku kau banyak mengalami bimbang dan ketidaktenangan. Terima kasih untuk kalian semua sudah menyayangiku, merasakan kehadiranku, memberiku hidup dan cinta. Aku harap, jika Tuhan memberiku kesempatan menjalani kehidupan berikutnya, kalian adalah orang yang aku temui lagi dengan jalan kisah yang lebih baik daripada sebelumnya"
Irene memejamkan matanya, mengalah dengan keadaan yang tidak lagi memungkinkan.
○○○○○
TBC
![](https://img.wattpad.com/cover/315347513-288-k889785.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
IF IT IS YOU ♡VRENE♡
FanfictionBae Irene gadis dari pelosok Daegu yang pergi ke Seoul mencari peruntungan dan terjebak dalam hubungan rumit bersama Kim Taehyung, dokter muda yang merupakan anak dari seorang menteri kesehatan. Satu sisi lain, Chou Tzuyu kekasih Taehyung selalu me...