RUCIKA RODRA

599 62 4
                                    

Terima kasih vomment dan antusias kalian untuk cerita ini.🥰🥰
Selamat membaca guys 💜♥️💜

Min Ah menyesap secangkir kopi sambil mengedarkan pandangannya pada hamparan laut dan hijau pegunungan.  Rambut panjangnya yang di kucir tertiup-tiup angin. Mata sembab yang tersembunyi di balik kacamata berlensa hijau kehitaman sesekali menoleh pada pintu kaca yang ada disisi kirinya sejauh 30 meter. Min Ah sengaja memilih tempat duduk di luar, bagian sundeck,  Salah satu fasilitas outdoor yang di sediakan hotel berbentuk menyerupai kapal pesiar itu. Letaknya yang berada di atas bukit, di pinggir pantai timur membuat mata leluasa memandang indahnya langit dan laut bersatu.

Min Ah menyunggingkan senyum, kala dua bola matanya menangkap sosok yang sudah lama dia tunggu datang mendekat, kemudian duduk di hadapannya.

“Apa kabarmu nak?” Tanya Min Ah lembut.

“Tentu saja hancur” jawab gadis itu tidak tertarik sama sekali.

“Aku, tidak habis pikir Taehyung melakukan hal nekat...”

“Tidak perlu banyak basa-basi ahjumma, katakan langsung pada intinya” Tzuyu memotong ucapan Min Ah yang terkesan tidak penting.

“Aku sengaja memintamu datang, karena ada hal sangat penting yang harus aku ceritakan padamu, nak. Tentang sesuatu yang terjadi sudah lama sekali, cerita yang...”

“Aku bilang untuk bicara pada intinya bukan? Cepatlah, aku tidak punya banyak waktu duduk denganmu disini” Tzuyu memotong lagi ucapan Min Ah.
Wanita paruh baya yang baru saja melepaskan marga Kim dan memakai kembali marga lahirnya itu berusaha tenang dan tetap tersenyum.

“Kau, kau adalah putri kandungku” Min Ah berhenti di satu kalimat itu saja. Menunggu reaksi Tzuyu yang sempat dia perhitungkan sejak awal kedatangannya ke hotel itu.

Dia pikir gadis 24 tahun di hadapannya itu akan terkejut, menangis. Lalu meronta meminta penjelasan, dan berakhir dengan pelukan hangat. Hari-hari selanjutnya akan menjadi indah, dia akan hidup bersama putri yang sangat dia cintai, mencurahkan seluruh cintanya yang sempat tertunda selama 24 tahun. Tidak mengapa jika dia berpisah dengan Woo Bin dan ketiga putranya, dia akan baik-baik asal Tzuyu tetap bersamanya, karena dia lebih menyayangi Tzuyu ketimbang nyawanya sendiri. Sama seperti dia sangat mencintai In Sung lebih daripada cintanya untuk Woo Bin.

“Aku sudah tau, eomma dan appa sudah menceritakannya padaku setelah pernikahan yang gagal untuk kedua kalinya. Mereka membawaku pada tempat bernama Kasih Tuhan, tempat kau membuangku meletakkanku di depan pintu kayu usang begitu saja” Tzuyu menatap tajam Min Ah, menembus lensa kacamata tebal dan gelap yang Min Ah pakai.

Ada getar ketakutan dalam hati Min Ah tersalur amat kentara di jemari lentiknya yang bergetar memegang gagang cangkir kopi. Min Ah merasa hambar, rasa pahit kopi hitam yang dia telan hirap.

“Ada alasan besar aku haru harus melakukan itu nak” Bela Min Ah.

“Apa aku anak haram? Apa kau korban perkosaan, sehingga aku adalah aib yang harus kau singkirkan? Mengapa tidak menggugurkanku saja?!” Bentak Tzuyu kasar.

“Bukan seperti itu, sayang” Suara  Min Ah mulai bergetar hebat.

“Lalu?”

Min Ah mulai berkisah, tentang dirinya, Woo Bin dan In Sung. Perjodohan dua keluarga besar Shin dan Kim, membuat hubungan Min Ah dan In sung kandas. Dan terjalin kembali setelah bertahun-tahun terpisah, tanpa kabar dan berita. Min Ah mengatakan bahwa dirinya tidak bisa menahan hasratnya untuk mencintai In Sung, karena memang pria itu adalah cinta pertama dan satu-satunya bagi Min Ah. Celakanya dia juga mulai mencintai Woo Bin, dan memiliki dua putra dalam pernikahannya dan satu anak dalam kandungannya yang masih berusia tiga bulan. Sempat Min Ah mengandaikan jika pertemuannya lagi dengan In Sung terjadi sebelum dia memiliki anak, dengan senang hati Min Ah memilih menceraikan Woo Bin. Alasannya perasaan yang mulai tumbuh, lebih mudah untuk di hapus.

“Aku dan In Sung menjalani hubungan gelap. Awalnya kami melakukan kencan seperti pada umumnya, In Sung sangat menghormatiku, dia tidak pernah menyentuhku selama kami menjalin hubungan sejak belia. Hingga hasrat ingin memiliki itu melewati batas, kami marah tentang harapan kosong dalam hubungan yang berusaha kami peluk erat-erat. Hari itu In Sung berbisik padaku, ‘aku ingin memiliki tanda cinta, buah dari cinta kita’.  Malam penuh birahi dan gairah itu terjadi mengawali candu yang selalu tubuh kami tagih setiap hari. Sebuah pelampiasan dari ketidakberdayaan kami akan hubungan tanpa kepastian saat itu. Satu bulan kemudian kau hadir dalam rahimku, kami bahagia dan sejenak lupa dengan kemelut yang akan hadir kemudian hari. Kebahagiaan singkat itu sirna, Woo Bin mengetahui semuanya dan melarangmu untuk ada di sekitar rumahnya, bahkan dia benci suara tangisanmu. Dia juga menahanku untuk pergi, karena anak-anak kami yang masih kecil butuh kasih sayang utuh kedua orang tuanya.” Min Ah memberi jeda ceritanya, meredam sejenak isak tangisnya sendiri. Tzuyu tidak bergeming sedikit pun.

“ Benar, aku meletakkanmu di panti asuhan, tetapi aku selalu mengawasimu, setiap tumbuh kembangmu. Aku tau, saat kaki mungilmu pertama kali melangkah, di halaman depan panti berpijak pada rumput hijau yang halus. Kau alergi kedelai sama sepertiku, aku sangat takut saat melihat putri kecilku sesak nafas saat memakan sup kedelai yang petugas panti masak untuk makan siang. Aku selalu mengikutimu, ke mana pun langkahmu pergi. Semua menjadi lebih mudah saat kau di adopsi keluarga Chou yang memang sahabat Woo Bin. Aku iri dan merasa sakit ketika kau memanggil Nyonya Chou dengan sebutan ‘Eomma’. Lalu kau menjadi kekasih Taehyung, aku senang bukan main, ambisiku menjadikanmu menantu, dan akan mendengar suaramu memanggilku ‘Eomma’. Namun semuanya kacau, hancur berantakan karena kehadiran jalang bernama Irene itu” Min Ah mengepalkan kuat tangannya yang berada di atas meja. Berusaha menghentikan tangis dan aliran air mata.

Tzuyu menangis dalam diam, bukan tangis sedih melainkan marah dan kebencian yang dia luapkan. Ada segenap kebencian yang meletup-letup melihat wajah Min Ah di hadapannya. Dia berpikir saat mendengar wanita itu menjelaskan semuanya, dia bisa memaafkan. Tidak, dia merasa sangat hina dan tidak di harapkan, jika Min Ah menyayanginya tentu wanita itu akan mempertahankannya atau memberikan dirinya kepada In Sung.

“Jika kau tidak mau melihatku, mengapa tidak kau beri aku pada Appa ku?”

“Dia sudah tiada, setelah kau lahir, giliran dia yang pergi”

“Apa kau melenyapkannya?”

“Tzuyu!”

“Lalu apa alasannya?”

“Aku katakan padanya, kau tidak selamat saat di lahirkan. Berharap dia berhenti menghubungiku dan memberi provokasi pada Woo Bin. Ternyata akibatnya fatal, dia, dia bunuh diri saat kabar itu datang” Kenang Min Ah dengan air mata yang kembali jatuh penuh penyesalan.

“Apa kau ini manusia?” Tanya Tzuyu tiba-tiba. Sama sekali tidak ada rasa empati dan simpati gadis itu saat melihat Min Ah.

“Apa maksudmu nak? Mengapa kau tidak memanggilku eomma dan memelukku setelah mengetahui kebenaran hubungan kita sayang” Min Ah merasa sesak dan sakit melihat wajah putrinya yang seakan muak menatapnya.

“Apa? Memanggilmu eomma? Eomma macam apa yang mengatakan aku telah tiada pada appa kandungku? Kau penyebab kematiannya! Sadarlah Ahjumma. Dan, Tega sekali kau membuat kakak beradik untuk menikah, aku dan Taehyung saudara dari satu kandungan. Aku dan dia sama-sama hidup di rahimmu, tarik menarik dengan satu tali pusar yang sama, lalu kau berniat melanjutkan kegilaan itu daripada menghentikannya? Hanya untuk membuatku memanggilmu dengan sebutan yang kau ucapkan sejak tadi. Dimana akal sehatmu ahjumma! Kau lebih seperti iblis, aku takut dan malu untuk mengakui bahwa aku membawa sifat iblismu dalam darahku ini. “

“Jangankan katakan itu Tzuyu, jangan nak. Semua itu aku lakukan karena aku menyayangimu”

“KAU TIDAK MENYAYANGIKU! KAU MEMBUANGKU. SEJAK HARI ITU AKU BUKAN ANAKMU. AKU MEMILIK DUA APPA CHOU TIEN CHEN DAN IN SUNG, LALU EOMMAKU HANYA SATU CHOU AH RA. CATAT ITU BAIK-BAIK” Tzuyu merampas tas miliknya dari atas meja dan melangkah pergi dengan rasa sakit hati, penyesalan dan rasa malu yang menampar wajahnya. 

“Tidak, tidak Tzuyu jangan lakukan itu pada Eomma...” Mi Ah mengejar dengan tungkai kakinya yang melemas, menggapai Tzuyu yang sudah jauh berlari.

BUGH

Wanita paruh baya itu jatuh tersungkur dalam pengejarannya.

“TZUYU JANGAN TINGGALKAN EOMMA,  TZUYU KEMBALI. ARGHHH BRENGSEK, HIDUP SIALAN” Min Ah menangis sejadi-jadinya. Memukul-mukul lantai hingga kedua telapak tangannya lecet dan mengelupas.

🍃🍃🍃

Irene menata hidangan makan malam di meja bundar lipat yang jauh lebih besar dari sebelumnya, meja kayu berwarna coklat tua yang Taehyung beli bulan lalu dalam perjalanannya sepulang dari praktik di rumah sakit. Di belakang Irene, Jisung dan Jeno sedang asyik bermain playstation, semenjak Taehyung menjadi kakak iparnya dua remaja itu bisa menjalani kehidupan sebagaimana anak seusia mereka berdua.

Sementara Taeyeon memotong kimchi utuh menjadi beberapa bagian, Young Joon dan Taehyung berbincang di balai-balai halaman rumah mereka.
Setelah mengetahui Young Joon menderita lumpuh karena strok, Taehyung mendampingi mertuanya untuk melakukan terapi penyembuhan dan memperhatikan pola makan yang bergizi untuk kedua mertuanya. Lauk pauk empat sehat lima sempurna selalu tersaji, di jam makan pagi, siang, dan malam.

Taehyung tidak mengizinkan Irene bekerja, begitu juga dengan Taeyeon dan Jisung yang tidak diperbolehkan lagi berdagang. Jisung harus fokus dengan pendidikannya, dan Taeyeon harus beristirahat. Taehyung bersedia menjadi tulang punggung keluarga itu sebagai kewajiban yang harus dia emban.

Ketegangan antara Jaehyun dan Taehyung masih berlangsung dalam batas waktu yang tidak dapat di tentukan. Kendatipun demikian, Taehyung tidak menyerah dengan tulus dia menyapa Jaehyun meski tanpa balasan. Memberi arahan untuk Jaehyun melanjutkan jenjang pendidikan pada fakultas kedokteran meski yang dia dapat hanya ekspresi datar tidak tertarik.

Jaehyun masih butuh waktu untuk memaafkan semua kejadian yang menimpa kakak perempuannya. Hanya dia yang tahu, hari demi hari bisa melihat dan merasakan ketulusan di mata Taehyung, ada secercah kepercayaan yang menyambangi hati kecilnya. Namun, gengsi seorang lelaki cukup tinggi, dia akan menyapa saat hatinya sudah benar-benar siap.
“Makan malamnya sudah siap” Ucap Taeyeon sambil meletakkan piring berisi kimchi yang dia potong di atas meja. Semua anggota keluarga berkumpul mengelilingi meja bundar, mengambil posisi yang nyaman untuk menyantap makan malam.

Suara pagar seng yang kuncinya sudah terkait di ketuk dari luar. Tanpa banyak tanya Jaehyun bangkit untuk membuka pagar itu.

“Halo Jaehyun” Sapa Seokjin ramah. Jaehyun membungkuk sopan, lalu mempersilahkan dua orang pria tampan yang berkunjung di jam makan malam mereka untuk masuk.

Taehyung terkejut dan segera menghambur memberi Woo Bin pelukan, serta tinju pelan di perut Seokjin.

“Appa, eomma, dan adik-adik perkenalkan dia Appa ku” Taehyung memperkenalkan Woo Bin pada keluarga baru yang kini menjadi anggota keluarga Kim.

Woo Bin membungkuk penuh hormat dengan senyum tulus yang terpancar di wajahnya penuh dengan aura positif.

“Aku Kim Woo Bin, appanya Taehyung. Salam kenal besan”

“Aku Bae Young Jun, salam kenal juga untukmu besan. Silahkan masuk, mengapa kau berdiri di luar, makan malam bersama kami. Maaf aku tidak bisa menyambutmu dengan layak”
Young Jun menjalankan kursi rodanya sendiri. Kemajuan dari terapi yang dia jalani bersama dengan Taehyung membuatnya sedikit demi sedikit bisa menggerakkan anggota bagian tubuhnya yang lumpuh.

“Jangan berkata begitu, aku datang berkunjung, senyum kalian adalah sambutan paling baik yang aku nantikan. Karena melalui senyum itu aku merasa di terima dan di maafkan” Jawab Woo Bin menyambut uluran tangan Young Joon. Dua pria paruh baya itu duduk berdampingan.

“Irene” Panggil Seokjin pada Irene yang duduk di antara Taehyung dan Seokjin. Mereka bertiga memperhatikan orang tua dan adik-adik yang sedang berbincang saling mengenal diri satu sama lain.

“Iya oppa” Jawab Irene. Taehyung yang mendengar Seokjin memanggil Irene juga menoleh.

“Apa keponakanku sudah dalam proses”

“YAK HYUNG!”

Irene menundukkan pandangannya, kalimat frontal Seokjin membuatnya malu dan memerah.

Teriakkan Taehyung tadi mau tidak mau mengalihkan fokus orang-orang. Namun saat Seokjin mengatakan tidak ada hal yang perlu di khawatirkan,  mengingatkan Taeyeon untuk segera menyantap makan malam sebelum menjadi dingin.

Selanjutnya hanya ada suara sumpit dan suara-suara kegiatan makan saja yang terdengar.

🍃🍃🍃

“Aku, berterima kasih karena kau dan keluargamu bersedia menerima putraku, terlepas dari apa yang telah menimpa putri kalian karena dirinya” Woo Bin mengawali perbincangan.
Ketiga orang tua itu sedang duduk diruang tengah, ruang yang adi mereka gunakan untuk makan malam.

“Sudahlah Woo Bin-ssi, yang sudah berlalu biarkan berlalu. Kedua anak kita sudah melewati masa sulit itu, sekarang mereka perlu memikirkan masa depan, begitu juga dengan kita. Aku marah dan merasa sedih saat putramu menceritakan kejadian mengerikan yang hampir melenyapkan putriku. Namun, saat melihat keberaniannya mengakui seluruh kesalahan yang dilakukan olehnya dan oleh ibunya, ketulusannya saat meminta maaf, serta sorot matanya memancar tulus dan penuh cinta pada putriku. Marah dan sedih itu hilang, aku memaafkannya” Jawab Young Joon menatap maklum pada Woo Bin.

“Benar, putramu sekarang adalah putra kami. Dia tidak hanya di terima, tetapi disayangi seperti kami menyayangi putra-putri kami” Tambah Taeyeon.
Woo Bin mengangguk dan tersenyum lega. Keluarga menantunya berhati besar dan mulia.

“Aku memiliki rencana menikahkan mereka dengan layak. Pernikahan mereka waktu itu memang sudah sah secara agama dan hukum. Namun, suasana dan keadaan di sana menjadikan pernikahan itu seperti bermain-main. Bagaimana pendapat kalian?”

“Aku terserah padamu Woo Bin-ssi” Jawab Young Joon yang diangguki oleh Taeyeon.

“Hyung, noona apa yang orang tua kita bicarakan” tanya Jisung. Mereka berkumpul di balai-balai, membiarkan para orang tua berbincang.

“Jangan ingin tau urusan orang dewasa Jisung” tegur Jeno.

“Aku kan bertanya baik-baik” Balas Jisung.

“Aku jawabnya kan baik-baik” Jeno membalas lagi perkataan Jisung.

“Jeno adik favoritku, tidak seperti Jisung yang suka mengintip” Seokjin bergabung dengan keributan kecil Jeno dan Jisung.

“Ish Jin hyung jangan ikut campur!”

“Jisung, jangan bicara begitu dengan yang lebih tua” Tegur Irene.

“Tae hyung aku dikeroyok oleh mereka, selalu aku yang di tegur” Jisung merajuk.

“Dikit-dikit mengadu” Seokjin mengejek Jisung sambil beradu tatap dengan Jeno.

“Dia memang tidak asyik hyung, terakhir kali dia berkelahi dengan anak perempuan di sekolah dan merajuk” Jeno menyambut baik kode Seokjin untuk membuat Jisung semakin merajuk.

“Hyung!” Jisung memperingati Jeno.
Irene, Taehyung dan Jaehyun hanya menjadi penonton, dan sesekali tertawa saat ada hal yang menurut mereka lucu.

“Saat pulang sekolah, anak perempuan tomboi itu menyerempet Jisung dengan sepeda. Dia terjungkal ke parit, lalu pulang sambil menangis”

“Bhahahaha” Tawa mereka pecah.

“Kau itu hyung macam apa, diam saat aku di tindas” Marah Jisung pada Jeno.

“Hey anak cengeng, kau itu pria. Masa mau main keroyok melawan satu wanita”

“Wah benar kata Jeno, dasar Jisung saja yang takut dengan anak perempuan itu” Sahut Seokjin menikmati pertengkaran dua remaja itu.

“Jangan memojokkan Jisung lagi, kalian tidak kasihan” Taehyung ikut bergabung dan membela Jisung.
“Jin hyung memang payah hyung, beraninya dengan anak kecil.” Adu Jisung senang saat mendapat pembelaan.

“Apalagi Jeno aib Jisung yang lain?” Seokjin semakin gencar meledek.

“Ah ada hyung! Dia buang kecil di celana saat di ajak bertarung dengan senior kami. Dia ini sok jagoan di sekolah, saat di tantang dia akan mencariku sebagai bala bantuan” Jawab Jeno sambil menerawang tingkah laku Jisung.

“Jisung payah, eww”  Seokjin mengarahkan jari jempolnya ke bawah.

“Hyung! Aku menarik kata-kataku waktu itu. Taehyung hyung yang lebih pantas bersama noona. Bukan kau yang selalu mengejekku!”

“Kan memang Taehyung yang bersama dengan noona mu, bukan aku”

“Kau memeluk noona waktu itu”

Seketika tawa diantara mereka lenyap. Jisung mengingatkan kembali Taehyung pada hal yang membuatnya kesal dengan Seokjin.

“Apa lagi yang dia lakukan di belakangku?” Jisung tersenyum mendengar tanya Taehyung, merasa menang atas Seokjin.

“Sering datang kemari dan berbicara dengan noona, dia menginap alasannya ada pekerjaan di desa, lalu mengajak noona berjalan ke danau dan hmmmppp”

Seokjin membungkam mulut Jisung. Tatapan kesal Taehyung membuat Seokjin mati kutu.

“Aku melakukan pendekatan dengan adik iparku, memangnya salah?” Seokjin menatap Jisung penuh ancaman.

‘Maaf Tae, hyung memang sempat aku menyukai Irene. Tapi, jangan salahkan aku, dia cantik dan baik hati. Pria mana yang tidak luluh' Lanjut Seokjin dalam hati.

“Hmmmppp hmmmph”  Jisung masih membalas walau tidak jelas apa perkataannya.

“Seokjin, usiamu itu paling tua diantara mereka tetapi masih berkelahi dengan anak kecil” Tegur Woo Bin yang sepertinya sudah bersiap untuk pulang.

Seokjin mengucap syukur dalam hati, dia tidak perlu menjawab pertanyaan Taehyung, dan menatap wajah kesal adik bungsunya. Meskipun Seokjin harus menahan hasrat untuk mengetuk pucuk kepala Jisung yang sedang menjulurkan lidah kepadanya.

Malam itu berakhir begitu saja, Woo Bin dan Seokjin berpamitan pulang. Lalu, pertengkaran kecil Taehyung dan Irene sesaat sebelum mereka tidur karena ucapan spontan Jisung.

“Kau tidak cerita hyung sering sekali datang menemuimu?” Taehyung duduk di tepi ranjang sambil memperhatikan Irene yang sedang menyetrika kemeja yang akan Taehyung pakai bekerja esok.

“Maaf oppa, aku pikir kau sudah tau” Jawab Irene.

“Aku memang sudah tau, tetapi jika itu kau yang cerita kan jadi jauh lebih baik. Terkesan seperti menyembunyikan sesuatu antara kau dan jin hyung” Oceh Taehyung dalam raut kecemburuan.

Irene mengulum senyum, bila dulu dia takut menatap wajah marah Taehyung, sekarang justru dia merasa gemas pada setiap ekspresi kesal pria itu. Perbedaan kontras yang tidak pernah Irene duga, Taehyung yang selalu memasang wajah datar, kini memiliki berbagai macam ekspresi.

“Kami tidak menyembunyikan apapun oppa”

“Aku cemburu” Sungut Taehyung semakin jadi.

“Jin oppa datang kemari itu juga karenamu...” Irene menggantung kemeja Taehyung di rak gantung pojok ruangan dekat dengan jendela.

“Maksudnya?”

Irene tidak langsung menjawab, dia memilih untuk berjalan mendekati tempat Taehyung duduk. Irene mendudukkan dirinya menghadap Taehyung.

“Dia membuatku mengungkapkan tentang perasaanku padamu. Dia membuatku mengatakan bahwa aku mencintaimu. Kalimat yang sulit sekali untuk aku luapkan, dia mampu membuatku menjerit saat mengatakannya. Jin oppa sangat menyayangimu, jangan cemburu padanya.”

“Soal pelukan itu?”

“Aku menangis saat mengatakan perasaanku, mungkin Jin oppa ingin menenangkanku, dan saat itu Jisung melihat”

Taehyung mengangguk paham, selanjutnya dia perlu berterima kasih pada Seokjin besok saat bertemu di rumah sakit.

“Baiklah, aku jadi lega mendengarnya. Ayo kita tidur” Taehyung memeluk sisi kosong dekat dengan dinding.

“Oppa, mungkin ini juga terlambat. Aku ingin mengatakan bahwa aku tidak pernah mendorong atau menyelakai Tzuyu” Irene menatap langsung di mata Taehyung.

“Aku sudah tau, aku memeriksa CCTV pertokoan seluruh daerah itu. Setelahnya aku merasa sangat bersalah, melihatmu diperlakukan sangat kasar. Kau juga yang mendonor darah dan menyelamatkan nyawanya tetapi aku mencaci makimu. Rasanya setiap kali mengingat kejadian itu aku merasa tidak pantas mendapat kasih sayang dari keluargamu, aku...” Taehyung menunduk, setiap kali bayang kejahatan yang dia lakukan pada Irene datang, Taehyung tidak akan sanggup menatap mata istrinya.

“Oppa,...” Irene menangkup wajah Taehyung, dan membawa wajah itu untuk kembali menghadap padanya.

“Aku berjanji setelah ini tidak akan membahas masalah itu lagi.” Irene jadi merasa bersalah melihat kesedihan di wajah Taehyung.

“Justru kau harus terus membahasnya Irene, agar aku tidak lupa untuk selalu membahagiakan dan melindungimu” Taehyung menggenggam jari jemari Irene yang menangkup wajahnya.
Pelan tapi pasti jarak antara wajah mereka yang tersisa semakin terkikis. Deru nafas, menerpa wajah masing-masing, hingga benda kenyal dan basah  saling bertaut, melumat lembut menyalurkan sejuta rasa debaran dan gelinjang nikmat dalam kesunyian.

🍃🍃🍃

Min menggeret koper merah besar terakhir, di ambang pintu dia berhenti sejenak dan mematikan lampu ruangan yang kini kosong. Suara hak sepatunya memenuhi koridor, lalu kembali berhenti.

Derik pintu terdengar pelan. Min Ah memandangi setiap sudut kamar besar itu, kamar yang 30 tahun lamanya dia tempati. Tanpa dia sadari Woo Bin berdiri di belakangnya.

“Kau sudah selesai?”  Tanya Woo Bin lembut.

Min Ah berbalik, di wajahnya masih tersirat marah dan kebencian.

“Aku akan segera pergi, kau tidak perlu khawatir” Jawabnya ketus.

“Temui putramu dahulu, dia belum tahu kebenaran hubungannya dengan Tzuyu.” Woo Bin tidak mau menggubris nada ketus Min Ah.

“Kau bisa jelaskan sendiri padanya.”

“Kau ibu mereka, jangan terus bersikap keras kepala Min Ah, atau kau akan semakin terluka”

“Mereka membenciku”

“Sebenci apapun seorang anak pada ibunya, perasaan itu akan luluh saat pelukan hangat dan tulus menyentuh mereka. Kau bicara dari hati ke hati, meminta maaf dan semua kemarahan itu akan sirna Min Ah”

“Bagaimana dengan putriku?”

“Bersikap seperti dahulu Min Ah. Seperti aku mengenalmu sebelum perselingkuhan itu. Putra dan putrimu akan kembali padamu”

“Tidak ada yang perlu aku ubah, beginilah adanya diriku. Jika tidak bisa menerimaku, jangan paksa aku untuk merubah sikap.”

“Taehyung akan merayakan pernikahannya bulan depan, di rumah ini, datanglah” Woo Bin tidak ingin percakapan memancing emosi jika dilanjutkan.

“Aku tidak sudi melihat jalang” Min Ah meraih gagang kopernya, melenggang pergi memasuki lift.

Langkah kaki Min Ah terburu-buru, dia muak dan tidak sanggup lagi berada di rumah penuh kenangan. Ada rasa sedih yang meremas hatinya saat dia harus meninggalkan rumah itu. Resmi menjadi janda membuatnya kembali ke rumah warisan kedua orang tuanya di Jeju. Hari ini dia baru sempat untuk mengemasi barang-barang pribadinya dari rumah Woo Bin, hatinya sedikit mereda dari sakit hati atas gugatan cerai Woo Bin. Min Ah terlalu egois memang, sampai titik kehancurannya sekalipun dia tetap membenarkan tindakannya yang salah.

“Eomma” Sapa Taehyung yang baru satu langkah menaiki tangga teras saat melihat Min Ah keluar dari pintu kayu berdaun dua.

Min Ah melihat sejenak putranya, matanya memerah sedih. Hatinya rindu berada dalam pelukan putranya di saat merasa sedih dan sendirian seperti sekarang. Namun, ketika matanya menangkap sosok lain di sisi putranya, rasa sedih itu berganti dengan amarah  yang seakan tidak pernah bisa padam. Tanpa jawaban Min Ah melenggang pergi, melawati Irene dan Taehyung.

“Eomma, appa bilang ada hal yang ingin kau sampaikan padaku?”
Pertanyaan Taehyung menghentikan langkah Min Ah. Wanita itu tetap memunggungi Taehyung dan Irene.

“Tzuyu putri kandungku, anak dari hasil perselingkuhanku. Selanjutnya kau tanyakan pada  Kim Woo Bin”
Taehyung tidak lagi terkejut, karena Seokjin tanpa sepengetahuan Woo Bin telah menceritakan semuanya lebih dulu. Taehyung menyuruh Irene untuk masuk lebih dulu, takut jika Min Ah tersulut emosi.

“Eomma tidak mau menjelaskannya padaku?”

“Tidak!”

“Apa eomma tidak mau meminta maaf pada appa, setelah perlakuan burukmu padanya?”

Min Ah terdiam.

“Apa kau juga tidak mau meminta maaf pada Irene?”

Min Ah berbalik marah.

“Untuk apa?!”

“Pembunuhan yang kau rencanakan untuknya. Aku mendengar dan mengetahui semuanya”

“Lalu, kau mau aku meminta maaf? Jika aku tidak bersedia kau mau melaporkan aku ke polisi?!”

“Tidak, aku masih menyayangimu, dan tidak ingin kau tersiksa di dalam penjara karena aku pernah merasakan penderitaan dibalik jeruji itu. Bahkan gadis yang mau kau lenyapkan enggan memenjarakanmu. Eomma Aku ingin kau kembali menjadi wanita baik seperti yang kau sandiwarakan selama ini, tidak bisakah sandiwara itu jadi nyata eomma?”

“Aku tidak peduli dengan ucapan kalian. Dan ingat ini Taehyung eomma tidak pernah merestui pernikahanmu dengan jalang itu”

Min Ah kali ini melangkah pergi tanpa berhenti. Suara bantingan pintu mobil keras menggema di halaman luas rumah Woo Bin. Taehyung memandang mobil Min Ah dalam diam hingga mobil itu menghilang di balik gerbang.

Air mata Min Ah deras mengalir, dia menangis sambil mengemudikan kendaraannya sendiri. Hatinya mengeras seperti batu, penuh dengan penyakit hati yang mengerak. Dia silau dengan gemerlap kejam yang membawanya pada kegelapan. Layaknya kita membuka lebar mata dan memberi fokus pada satu titik cahaya yang terang, tidak satu pun yang dapat kita lihat selain titik yang semakin lama menjadi hitam.

○○○○○
TBC

IF IT IS YOU ♡VRENE♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang