Suara ambulance menjadi suara terburuk malam ini untuk Mora dan Sagara sang kakak beradik. Mobil ambulance yang membawa jenazah orang tua mereka.
"Ti - tidak, ini pasti mimpi buruk." rintih Mora seraya memukul kepala sendiri dengan tangan nya. Ia memukul dengan perlahan kemudian dengan keras. Air mata nya yang tidak henti menghujani pipi nya. Mata nya yang mulai memerah.
"Bun, yah, kalian pergi terlalu cepat." tangis mora pecah ketika ia melihat jenazah kedua orang nya. Begitu pun dengan Sagara yang mencoba menahan tangis nya di depan sang adik, Mora. Dada nya terasa sesak, hati nya terasa berat untuk ikhlas.
"Mora, ikhlas ya?." Bisik Sagara di telinga Mora. Ia memeluk Mora dengan erat, mencoba menenangkan. Keadaan malam ini sangat buruk, membuat dua anak yang masih duduk di bangku sekolah tangis pecah.
Bahkan teman - teman dari Sagara dan Mora pun ikut turut berduka cita atas hal itu.
"jangan di tahan gar. kalau lo mau nangis, nangis aja." ucap Agam dan menepuk pundak kawan nya itu.
Sagara mulai menetes air mata nya, masih tidak percaya akan kepergian sang bunda dan ayah.
YOU ARE READING
Mati dan Hidup
Random"ini hanyalah sebuah prolog yang manis dengan epilog yang pahit" -cerita yang di ambil dari sepucuk kisah nyata start = 13, Agustus, 2022 end = 3, September, 2022