Sudah tamat di Karyakarsa, link ada di bio.
Sepi vote!!!
Terimakasih atas dukungannya.
Selamat Membaca
Seno terduduk dengan pikiran yang melayang di kejadian beberapa saat yang lalu, lebih tepatnya saat Kinan memintanya untuk menyudahi hubungan ini.
"Kenapa enggak tidur?" Tanya Lita saat ia mendapati putranya tengah terduduk di sofa ruang tamu dengan pandangan kosong. Seno memutuskan untuk pulang karena Kinan tak berkenan untuk ditemani, alhasil ia meminta tolong Ibu mertuanya untuk menemaninya.
"Ah enggak Ma, Mama kok nggak tidur." Dengan tersenyum Seno menutupi kegundahannya. Lita mendekat dan duduk tepat di samping Seno. "Tadi Diana telpon Mama, tanya soal kamu. Kok sudah lama enggak pulang ke rumah, juga Kiara rindu sama kamu katanya." Jelas Lita saat ia tadi mendapatkan panggilan dari menantunya.
"Oh... "
"Kamu enggak keberatan kalau Mama bahas Kiara dan Diana, kan?"
Kerutan tercetak jelas di kening Seno, "Maksud Mama apa?"
"Ya takut aja kamu sensi mendengarkan kabar mereka."
"Enggak."Bagaimanapun ia juga yang membukakan pintu di hidupnya kepada dua orang itu.
Hening sejenak sebelum Lita memulai pembicaraan yang selalu mengusik relung hatinya.
"Kamu sama Kinan itu ada masalah apa? Kenapa orang-orang selalu menyangkut pautkan kamu sama Diana?"
Netra Seno langsung tertuju ke netra tua Lita. Ada beban berat yang dipikul perempuan paruh baya itu, "Biasa Ma." Helaan terdengar jelas dari indera pendengaran Lita setelah Seno menjawab pertanyaannya.
"Tapi Mama rasa ini masalah berat. Apa mungkin ini ada kaitannya dengan pertemuan keluarga kita dulu ya?"
Lita menatap ke depan seolah mengingat kejadian itu. "Jadi dulu Mama disuruh sama Bude kamu menjodohkan kamu dengan Diana, karena saat itu Kinan nggak hamil terus Kiara juga membutuhkan sosok Ayah. Mama diam, karena sadar itu bukan solusi yang baik. Tapi semakin kesini keluarga kita selalu memojokkan Kinan masalah momongan." Lanjutnya. Seno hanya bisa terdiam mendengar cerita dari sang Ibu pasalnya Kinan tidak pernah bercerita mengenai hal ini.
Seno merasa bersalah atas semua kekacauan ini, meskipun ia tidak bisa mengontrol keluarga besarnya untuk bicara tetapi sebagai manusia pasti ada batasan mengenai privasi orang. Ditambah sikapnya yang mengacuhkan Kinan membuatnya memiliki beban yang jauh lebih besar.
"Disini Seno yang salah Ma. Bukan Kinan. Jadi Seno berharap Mama jangan menyalahkan Kinan."
Kepala perempuan paruh baya itu mengangguk. "Sekarang Kinan dimana? Bagaimana kondisinya? Mama sudah rindu."
Seno menunduk dengan perasaan yang campur aduk, hatinya gelisah dengan pikiran buruk yang tak henti menggerogoti. "Kinan sakit Ma, tadi seharian Seno di rumah sakit."
"Kok kamu nggak cerita sih, kan Mama bisa kesana buat jenguk Kinan."
Kalau kondisinya dalam keadaan baik-baik saja pasti Seno dengan tangan terbuka menyambut Mamanya, tapi sekarang kondisi hubungannya tengah berada di ambang perceraian.
"Besok Mama akan jenguk Kinan." Putus Lita dengan berjalan masuk meninggalkan Seno sendirian. Entah apa yang terjadi besok tetapi Seno berharap semuanya kembali membaik.
***
Saat mereka tengah berdua di ruang perawatan Kinan, Seno menatap tubuh ringkih itu dengan tatapan sendu. Ingin rasanya ia mendekat dan meminta maaf atas apa yang terjadi selama ini.
"Pulanglah Mas, masih ada Ibu yang akan jaga aku." Usir Kinan saat jam dinding sudah menujuk pukul tujuh malam, Ibunya tadi juga sudah kembali ke rumah sakit.
"Mas mau disini."
"Buat apa? Buat menertawakan aku?"
"Mas mau meminta maaf Kinan." Ucapnya sedikit lembut dengan nada yang penuh ketulusan, memang sejak tadi Seno mengutarakan kata maaf tetapi Kinan enggan untuk menanggapi.
"Kita bicarakan besok kalau aku sudah sehat." Potong Kinan dengan tangan yang ia angkat menghalau Seno untuk berbicara. Seno yang paham hanya bisa memilih diam.
Hingga ibu mertuanya masuk membawakan makan malam, "Dimakan nak." Perintahnya dengan menyodorkan satu box makanan. Seno yang menerima kebaikan ibu mertuanya terenyuh, ada hati yang tersentil.
"Terimakasih Bu." Perempuan itu hanya mengangguk dan berjalan menuju ranjang Kinan, mencoba menyuapi putrinya sebelum meminum obat.
"Setelah ini Ibu suruh pergi Mas Seno." Ucap Kinan kepada Ibunya itu, Ibu yang tengah sibuk menyuapi Kinan hanya mengangguk.
"Lebih baik kamu pulang nak, Kinan tidak mau kamu disini." Ujarnya dengan nada halus. Seno yang mendengar ucapan itu hanya bisa menatap nanar ke arah ranjang. "Biarkan Kinan istirahat, kamu lebih baik pulang." Dengan berat hati Seno menuruti keinginan Kinan.
"Ma, Seno minta tolong bawakan bekal buat Kinan."
"Iya, sama Ibu juga." Ibu adalah panggilan Ibu dari Kinan. "Iya," Seno sedang bersiap menuju rumah sakit pagi ini dimana ia akan menjenguk istrinya.
Sedangkan Lita sibuk di dapur menyiapkan makanan untuk menantu dan besannya. Setelah Seno selesai bersiap, ia melangkah menuju dapur untuk mengambil barang pesanannya. Tetapi sebelum langkah kakinya sampai, ada bel yang berbunyi. Hari ini memang bertepatan dengan akhir minggu dan biasanya Kiara akan bermain di rumah Kakek Neneknya.
"Bukain pintunya." Teriak Lita dari ruang dapur. Seno merubah arah langkahnya menuju pintu dan membukakannya.
"Ayah! Ayah disini." Suara gadis kecil ini membuat hati Seno berbunga melupakan bahwa ia sedang diburu waktu untuk ke rumah sakit, pasalnya ia sudah lama tak menjumpai keponakannya itu.
Seno tersenyum dan menggendong bocah kecil itu untuk masuk ke dalam. "Kia sudah makan?" Kiara menjawab dengan gelengan.
"Kia baru minum susu tadi." Jawab Kiara, Seno mengusap puncak kepala Kiara dan mendaratkan tubuh kecil itu di kursi meja makan. "Sarapan dulu ya."
"Maunya sama Ayah. Kia mau disuapin Ayah." Sedikit manja Kiara mencoba merajuk. Diana yang melihat setelan yang dipakai Seno sontak bertanya, pasalnya baju yang dikenakan Seno bukan baju rumahan.
"Mas mau kemana? Kok sudah rapi?" Belum juga menjawab permintaan Kiara, Seno menatap Diana. "Mau keluar. Ada urusan."
"Loh kok Ayah pergi lagi padahal Kia baru ketemu lo."
Tubuh Seno daratkan di sisi kursi Kiara, dan mengusap puncak kepalanya. "Lihat Ayah, Ayah harus pergi soalnya Bunda Kinan sakit."
"Bunda sakit?" Anggukan Seno lakukan. "Jadi Kia di rumah ya, biar Ayah pergi."
"Beneran Kinan sakit Mas?" Tersenyum kecut Seno menjawab. "Iya, mau ke rumah sakit."
"Aku ikut boleh?" Pinta Diana dengan raut wajah iba. Seno menatapnya dan menggeleng, menolak permintaan Diana. Hubungannya tambah runyam kalau Diana ikut. "Di rumah saja ya, kasihan Kia juga."
"Tapi Kia mau main sama Ayah."
"Loh kok gitu? Ayah kan harus ke rumah sakit." Seno harus tetap sabar menanggapi permintaan Kiara. "Main sebentar aja deh." Pintanya dengan wajah lesunya, alhasil Seno mengangguk menuruti keinginan Kiara.
Di lain sisi, Kinan menunggu Seno pagi ini. Karena ia beranggapan untuk membuktikan ucapan Seno kemarin, ya ucapan mengenai Seno yang akan merawat Kinan sampai sembuh. Namun harapan tinggal harapan, sosok Seno sampai jam makan siang nyatanya tak muncul di ruangan ini.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Lepaskan ✔ (KARYAKARSA)
General FictionCinta butuh diperjuangkan, karena sejatinya mempertahankan adalah fase tertinggi mencintai.