Sudah Tamat di Karyakarsa ya, silakan mampir. Link ada di bio.
Selamat Membaca
"Pak...Bapak." Ucap asisten pribadinya, Seno yang semula menatap potret dirinya dengan Kinan yang tengah berpose di atas pelaminan sontak terkaget. "Ada apa?"
"Ada surat dari firma hukum... " Rian menyodorkan satu map berwarna cokelat itu di hadapan atasannya. Dengan sedikit termangu, Seno menerimanya dan membuka sebuah kertas putih yang bertuliskan surat pengajuan gugatan cerai.
"Kamu bisa kembali." Rian mengangguk dan pergi keluar dari ruang kerja atasannya.
Selepas Rian pergi, Seno tertawa sumbang menertawakan kebodohannya selama ini.
Apakah semua akan usai?
Jelas itu tidak ada di benak Seno, ia bukan pria yang mudah menyerah atas apa yang menjadi miliknya. Bodoh jika ia akan melepaskan Kinan.
Ia merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel untuk menghubungi salah satu pengacara ternama yang akan membantunya dalam masalah ini. "Hallo?"
".... "
"Saya butuh bantuan anda Pak, ini mengenai perceraian saya dengan istri saya."
".... "
"Bukan, istri saya yang menggugat. Disini Bapak membantu saya untuk mempertahankan rumah tangga saya."
".... "
"Baik, besok saya akan berkunjung ke kantor Bapak." Sambungan telepon terputus, Seno meletakkan ponselnya di atas meja, tubuhnya ia sandarkan ke kursi dengan tatapan ke depan. Dimana pikiran dan hatinya tidak menerima hal ini. Meskipun ini baru surat gugatan perceraian.
Belum juga bisa menenangkan hatinya, suara ponselnya kembali berdering. Dan nama yang tertera disana adalah Lita, ingin rasanya ia menolak.
Seno mencoba menghela napas panjang sebelum menerima sambungan itu, "Hallo Ma?"
"Apa-apan sih kamu nak!" Belum juga Seno tahu alasan Lita menelponnya, suara teriakan Lita menyapa indera pendengaran.
"Ada apasih Ma? Nggak usah teriak-teriak." Indera pendengarannya masih baik.
"Kamu memang pengecut ya Seno, Mama nggak habis pikir dengan sikap kamu." Hah? Ada apa ini? Seno menunduk dengan tangannya memijat pelipis, rasa pening hinggap kembali di kepalanya.
"Mama bisa nggak kalau bicara yang jelas, Seno hari ini lagi kerja." Ucap Seno dengan nada lembutnya, mencoba menyadarkan Lita bahwa ia tengah serius mengais rezeki.
"Kamu apakan menantu Mama?" Menantu yang mana ini?
"Siapa? Kinan? Seno tidak buat apa-apa sama Kinan." Jawab Seno sedikit frustasi akibat ucapan Lita yang tidak jelas tujuannya. "Bukan, Mamanya Kia?"
"Memang ada apa dengan Dian, Ma?"
"Lebih baik kamu pulang, Mama sama Papa mau bicara sama kamu... Sebenarnya apa mau kamu, sih?"
Fix, Seno bingung. Baiklah ia akan pulang untuk mengetahui apa yang terjadi.
"Iya, Seno mau balik." Sambungan terputus, Seno menatap jam dinding yang masih menujuk pukul dua siang. Tubuhnya bangkit dan mengambil tas yang biasa ia gunakan untuk ke kantor, ia melangkah menuju parkiran sebelum menjalankan mobil menuju rumah kediaman Darmawan.
Mobil Seno berhenti di halaman, ia melangkah masuk tanpa pikiran apapun. Benaknya hanya diisi dengan surat gugatan cerai dari Kinan.
Saat langkah kakinya sampai di ruang tengah, ia mendapati Kinan dan Ibu duduk disana. Sebagai menantu yang baik, ia menyapa dan mengalami Ibu sebelum berakhir di Kinan.
"Sudah lama Bu?"
"Enggak, baru kok." Nada suara Ibu nampak baik-baik saja, hal itu berbeda dengan Kinan. "Mama memanggil kami buat apa Mas?"
Seno yang mendengar hal itu hanya bisa menggeleng, ia juga tidak tahu pastinya.
"Sudah pulang kamu?" Ucap Lita dari dalam diikuti Papa dibelakangnya. Lita mengambil tempat duduk berhadapan dengan Kinan.
Suasana berubah menjadi hening, Seno menatap Mama dan Papa bergantian.
"Ada apa Ma? Kenapa tadi Mama teriak-teriak di telepon?"
"Anak kamu Pa. Nggak tahu malu." Jawab Lita dengan tatapan mencemooh, ditambah ada gurat amarah. Papa yang kali ini hanya mengeluarkan aura tenang, tetapi itu sangat berbahaya. Papa menatap sekilas ke putranya sebelum menatap Kinan lembut.
"Papa minta maaf ya nak, maafkan Papa yang gagal mendidik Seno sebagai suami." Semua ucapan Papa penuh dengan nada ketulusan. Kinan yang mendengar perkataan itu menatap Papa dan mengangguk.
"Sekarang mau kamu apa?" Tanya Papa kepada Seno, Seno yang mendapatkan pertanyaan itu hanya bisa diam.
"Kakak ipar kamu minta dinikahi, Diana bilang hubungan kalian sudah terlalu jauh." Ujar Papa dengan nada suara yang begitu berat, ada beban yang ia rasakan disana. Tapi sebentar, hubungan jauh?
"Maksud Papa apa? Seno dengan Diana tidak ada hubungan apapun, kami selayaknya ipar. Tidak lebih." Jawab Seno dengan suara yakin, ia tahu batasan.
"Menurut kamu Papa percaya omongan kamu? Enggak Seno. Bahkan banyak tetangga kalian yang melihat Dian sering masuk ke rumah disaat Kinan tidak ada. Lantas apa itu namanya?"
"Pa... Ma, Seno tahu batasan. Dan asal Papa tahu, Seno tidak akan menyentuh apapun yang bukan milik Seno. Terserah tetangga itu bilang apa, tapi Seno tidak akan menikahinya." Punya istri satu saja ada aja masalahnya apalagi punya dua istri?
"Tapi kata Dian kalian sangat mencintai?" Tuduh Lita kepada Seno, Seno yang mendengar hal itu sontak menatap Kinan. Ia khawatir jika pembicaraan ini akan membuat Kinan sakit.
" Ya Tuhan Ma, apa Seno ada rasa dengan Dian?" Ujar Seno dengan frustasi, "Ya mana Mama tahu, yang tahu kan kamu sama Dian."
"Apa kamu percaya Kinan?" Ucap Seno dengan menatap ke arah Kinan, istrinya. Kinan menatap Seno dan menggeleng, ia tidak tahu. Karena sejak kehilangan putranya suaminya itu berubah. Sikap saja bisa berubah, apalagi hati?
Tangan Seno meremas rambutnya kasar, ia bangkit dan berjalan mendekati Kinan. Dengan posisi membungkuk menghadap istrinya, "Saya tidak pernah jatuh cinta kepada siapapun, setelah saya menjatuhkan hati saya kepada kamu Kinan. Dan mungkin kemarin adalah kesalahan saya, saya akui itu."
"Jangan main drama kamu Seno. Papa sudah banyak kecewa akibat ulah kamu."
Tangan Kinan yang berada di hadapannya ia genggam erat, "Saya Seno Darmawan tidak akan melepas apapun yang menjadi milik saya termasuk kamu Kinan. Dan buat Papa Mama, Ibu, maaf atas kekacauan ini. Tapi jujur saya menganggap Diana hanya sebagai ipar."
Semua orang yang mendengar ucapan itu terdiam.
Kinan menyingkirkan tangan Seno, ia mencoba menatap kedua mertuanya itu sebelum mengeluarkan suara. "Ma, Pa, Kinan minta maaf jika saat menjadi menantu Papa Mama Kinan melakukan hal yang tidak baik. Dan disini Kinan mau bilang bahwa Kinan mau berpisah dengan Mas Seno."
Semua orang yang tadi menghakimi Seno sontak terdiam. Ini seperti putusan akhir dalam sebuah persidangan.
"Ya Tuhan Sayang, kamu serius?" Ucap Lita dengan lelehan air mata yang keluar dan membasahi pipinya. Lita tidak pernah membayangkan jika rumah tangga anaknya akan hancur seperti ini. "Pa ... Kinan Pa ... Kinan mau meninggalkan kita." Ujar Lita disela tangisannya.
"Sudah Ma, kalau itu yang terbaik buat mereka Papa ikhlas melepasnya." Papa tipe orang yang sangat menggunakan logika, jadi disaat permasalahan ini datang dan logika mengatakan jika berpisah jauh lebih baik maka ia akan menyetujuinya. Toh, disini anaknya yang salah, bukan Kinan.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Lepaskan ✔ (KARYAKARSA)
Fiksi UmumCinta butuh diperjuangkan, karena sejatinya mempertahankan adalah fase tertinggi mencintai.