Bab 10

276 38 0
                                    

Cerita ini sudah TAMAT ya, silakan mampir yang berkenan di Karyakarsa.

Link ada di bio

Selamat Membaca

Ada tekad yang besar saat kita dihadapkan dengan ketakutan kehilangan. Seperti itu juga yang dirasakan Seno, ia takut akan kehilangan Kinan. Seberapa buruknya ia dulu tentu itu semua tidak akan menutup kisah cintanya dengan Kinan apalagi rasa itu tetap sama namun terselimuti dengan rasa kecewa akan kehilangan.

Seno menatap kamar tidur Kinan yang masih menyala, itu pertanda bahwa Kinan masih belum tidur. Tangannya merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel guna menghubungi Kinan.

"Hallo?" Bibir Seno terangkat membentuk senyuman, ia menatap kamar tidur Kinan dan berbicara. "Buka pintunya saya ada di depan rumah." Tak menunggu lama Kinan menyibak gorden dan menatap ke luar seolah memastikan apa yang dikatakan Seno.

"Apaan sih Mas, kenapa malam-malam kemari." Kinan menggerutus sebal akibat ulah Seno yang mengganggu malamnya. "Buka aja, saya bawa makanan kesukaan kamu."

"Oke." Meskipun kesal Kinan tetap membuka pintu dan mempersilahkan suaminya itu masuk. Dari netra Kinan penampilan Seno masih sama dengan yang tadi sore, apa dia belum membersihkan tubuh?

"Kenapa Mas nggak ganti baju?"

"Belum sempat." Jawab Seno dengan melangkah ke dapur mengambil piring dan meletakkan nasi goreng kesukaan Kinan diatasnya.

"Duduk. Ini Mas bawakan makanan kesukaan kamu." Kinan menatap piring yang sudah dipenuhi nasi goreng dengan berbagai topping itu. Rasanya ia ingin menyantap tetapi ia ingat bahwa ia baru saja makan malam tadi. "Aku sudah kenyang Mas." Tangan Kinan mendorong menjauh piring yang ada didepannya.

"Yaudah kamu temani Mas makan ya?" Meskipun hati Seno kecewa akibat penolakan Kinan, tetapi ia mencoba baik-baik saja. Toh ini semua tidak sebanding dengan apa yang dirasakan Kinan dulu.

Wajah Kinan berubah jutek dengan bibir yang menggerutu sebal.

"Kalau nggak ikhlas kamu bisa ke kamar." Ujar Seno menatap netra Kinan dengan tatapan sendu. Kinan yang melihat hal itu sontak menolak, ini rumah Ibunya kenapa juga Seno yang mengatur?

"Ini rumah Ibu, kenapa Mas yang ngatur?"

"Oke, kamu temani Mas disini." Tangan Seno menyuapkan nasi yang ada di piringnya ke dalam rongga mulut, perut yang sejak tadi siang belum terisi membuatnya meminta lebih. Kinan yang melihat hal itu seperti terhipnotis untuk mencicipi makanan yang sudah lama ia tak makan.

"Kamu mau?" Tawar Seno saat melihat Kinan yang meneguk lidahnya. Kinan yang merasa dirinya ketahuan, sontak membuang muka. "Enggak, Mas aja."

"Kalau kamu mau biar saya yang suapi."

"Enggak." Putus Kinan lugas.

Seno yang mendengar itu sontak mengangguk dan menyelesaikan sesi makanannya.

"Kalau kamu mau itu ada dua buat kamu sama Ibu. Saya beli khusus buat kalian." Ucap Seno saat ia selesai mencuci piring kotor bekasnya. Seno mendaratkan tubuh di sisi kursi yang ditempati Kinan.

"Apaan sih deket-deket, Mas kan sudah selesai makan ya sana balik." Usir Kinan dengan netranya yang masih terfokus ke buku yang ia baca. "Ini sudah malam Sayang, kamu enggak kasihan sama saya?"

Netra Kinan berubah menatap jam dinding yang ada di depannya dimana menujukan pukul sebelas malam. "Boleh ya Mas menginap disini." Izin Seno dengan suara lembutnya. Suara yang sudah lama menghilang bersamaan dengan kehilangan calon anak mereka.

"Kenapa nggak nginap di rumah Mba Dian. Kenapa juga menyusahkanku." Gerutu Kinan dengan berjalan masuk menuju kamar tidurnya, Seno tetap mengikuti langkah istrinya meskipun sejak tadi ia belum mendapatkan jawaban iya. Hatinya ia latih untuk menerima ucapan-ucapan Kinan yang terbilang judes.

"Boleh saya ikut masuk." Tanya Seno saat ia sampai di depan pintu kamar tidur Kinan. Kinan yang posisi tubuhnya sudah ada di dalam berbalik menatap tepat ke arah suaminya. "Kalau aku usirpun Mas tidak akan pulang!"

Itu berarti Kina mengizinkannya masuk, "Tapi satu syarat, Mas tidur di bawah." Ucap Kinan yang terlihat seperti peringatan. Seno mengangguk, menuruti keinginan Kinan. Tak mengapa dirinya tidur di bawah malam ini.

"Lebih baik Mas mandi dulu." Kinan memberikan handuk untuk Seno gunakan saat mandi. Selesai dengan acara membersihkan tubuh, Seno keluar dan melihat Kinan yang masih terduduk di tepi ranjang menatap layar ponselnya.

"Ini buat saya?" Tanyanya dengan satu setel kaos dan celana pendek, Kinan menoleh, "Iya, itu pakaian yang ada disini." Tanpa masuk ke kamar mandi kembali Seno berganti pakaian tanpa sungkan. Hal itu tak luput dari netra Kinan, ya Tuhan jika dulu pasti Kinan akan terpesona dan berakhir di atas ranjang tetapi saat ini otaknya selalu mencerna bahwa tubuh itu bukan lagi miliknya.

"Ada apa?" Tanya Seno saat mendapati Kinan terdiam, "Enggak," Kinan membalikkan tubuh dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang, ia memposisikan tubuhnya untuk tidur.

Seno yang melihat itu hanya bisa menghela napas dan merebahkan tubuhnya di atas lantai sambil menunggu rasa kantuk datang.

"Loh Seno ada disini?" Sapa Ibu saat mendapati Seno turun dari lantai dua dengan pakaian santainya, Seno tersenyum dan mengangguk. "Iya Bu, tadi malam mampir, oh iya tadi malam juga Seno bawakan nasi goreng kesukaan Ibu."

"Ibu sudah lihat, bahkan sudah Ibu hangatkan kalau kamu mau makan." Karena jam dinding sudah menujuk pukul enam pagi, waktunya sarapan.

"Bu... Kinan dimana ya?"

Ibu menoleh, "Oh Kinan, dia biasanya olahraga keliling komplek sebelum berangkat kerja."

Seno mendudukkan tubuhnya di kursi, ia menatap interior rumah Ibu yang sudah lama tidak ia kunjungi. Tidak banyak perubahan.

"Kalau mau sarapan, sarapan dulu."

"Nunggu Kinan aja Bu." Ibu meninggalkan Seno dan melangkah menuju dapur. Seno yang merasa bosan mencoba memainkan ponselnya untuk menunggu kehadiran Kinan. Hingga tak berselang lama, suara derit pintu menyadarkan Seno bahwa Kinan pulang. Namun sayang, ada suara asing juga yang ikut masuk.

"Masuk aja Mas." Ucap Kinan kepada Adipati Wiranegara, yang tak lain pengacara yang akan menangani kasus perceraiannya.

"Sepi, Ibu dimana?"

"Palingan di dapur, ayo masuk biar nanti Kinan buatkan minum." Kedua insan itu melangkah masuk menuju meja makan.

"Loh Mas kok belum pergi?" Kinan menatap Seno kaget, pasalnya ini sudah menujukkan pukul tujuh pagi dan itu adalah jam kantor Seno.

Suasana yang semula ramai akan celoteh Kinan, berubah senyap dimana dua insan pria yang ada di ruangan itu memancarkan sorot mata perseteruan terlebih Seno. Ia tak menyukai pria yang berjalan bersisian dengan istrinya itu.

"Oh, perkenalkan ini Mas Dipa, pengacara yang akan menangani kasus perceraian kita." Jelas Kinan dengan suara cerianya, Seno menatap Kinan dan berganti ke Dipa.

"Suami Kinan, Seno." Ucap Seno yang tak kalah sengit.

Dipa menerima uluran tangan Seno dan tersenyum tipis. "Sekarang suaminya, besok mungkin sudah jadi mantan."

Dengan gerakan cepat Seno menarik tangannya dan bangkit berdiri, "Saya tidak akan melepaskan apa yang menjadi milik saya." Ucapnya dengan berlalu pergi meninggalkan ruang meja makan yang menyisakan Dipa dan Kinan. Dipa yang menerima respon tak menyenangkan Seno hanya bisa tersenyum ke arah Kinan.

"Suami kamu cemburu."

Tbc

Lepaskan ✔ (KARYAKARSA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang