Bab 4

380 46 5
                                    

Cerita ini sudah sampai BAB 13 di Karyakarsa. Link ada di bio.

Votenya!!!

Selamat Membaca

Mengenang masa lalu memang tidak akan ada habisnya, ada pelajaran disana tapi juga ada luka. Kinan tahu bahwa semua yang terjadi di hidupnya adalah takdir, tapi apa harus kehilangan seorang anak? Jawabannya adalah tidak.

Sebagai Ibu ia sanggup kehilangan kehidupan jika itu demi seorang anak, dan hal itu juga yang dirasakan Kinan.

Bagi Kinan anaknya adalah separuh jiwanya, hidupnya ada di anak, tapi saat Tuhan harus mengambilnya kembali, apa ada yang salah di dirinya? Kinan merasa ia salah, ia lalai, dan ia selalu menyalahkan apa yang terjadi, padahal itu ada di luar kuasanya. Sebagai manusia ia sudah menjaga apa yang telah dititipkan, tapi semua itu kembali lagi ada Kuasa Tuhan.

"Besok kalau Kinan sembuh, temani Kinan ke makam ya Bu?" Ibu yang duduk di sofa ruang perawatan Kinan hanya bisa mengangguk pasrah dengan tatapan sendu. "Kinan kangen sama Arsha." Almarhum putranya ia beri nama Rafka Arsya, yang berarti lelaki yang selalu berdoa dan menjunjung tinggi keadilan. Nama yang sudah ia rancang saat Kinan positif hamil.

"Berdoa ya nak." Ibu tidak tahu harus menghibur bagaimana lagi, pasalnya Kinan berusaha tetap berada di lobang kegelapan itu tanpa mau berupaya bangkit.

Kinan menatap langit ruang perawatan dengan tatapan sendu, ia berharap diberikan kesempatan untuk bertemu putranya walaupun itu hanya ada di alam mimpi. Jika Kinan tidak bisa bertemu di dunia, maka ia harap itu bisa terjadi di alam mimpi.

Disisi lain Seno yang tengah bermain dengan Kia melupakan janjinya, mereka bermain hingga lupa waktu. Bahkan kalau Lita tidak menegur Seno mungkin acara mereka tidak akan jadi. "Nak, kamu nggak jadi ke rumah sakit?" Lita sudah bersiap bahkan ia sudah membawa barang bawaannya.

Menggaruk bagian belakang kepalanya, Seno tersenyum tipis. "Maaf Ma."

"Kia Ayah pergi dulu ya. Kamu sama Mama disini dulu." Kiara menatap Neneknya dan bergantian menatap ke arah Seno, netra kecilnya menyiratkan ketidaksukaan. "Ayah sedang main sama Kia, Nek."

"Iya Sayang, tapi Ayah ada acara lagi." Tutur halus Seno kepada bocah perempuan itu. "Tapi ini... " Menunjuk ke bagian lego yang tersusun dimana mereka belum menyelesaikan sebuah rumah. "Kita lanjut nanti ya Sayang, Ayah harus pergi dulu."

"Nggak mau! Ayah harus disini!" Teriak Kiara dengan diikuti air mata yang keluar dari ujung kelopak matanya.

"Sudah, biar Mama panggilkan Diana." Lita bergegas menuju ke dalam untuk memanggilkan Ibu dari cucunya itu. Tak berselang lama, Lita datang dengan Diana, Diana mencoba menenangkan putrinya itu. "Nanti Ayah kembali lagi, jadi Kia bisa main."

"Nggak mau, ikut Ayah."

"Loh kok gitu, di rumah sakit nggak boleh ada anak-anak. Kan rumah sakit banyak bakterinya." Ucap Seno mencoba mempersuasi Kiara.

"Huaaa, Ayah nakal." Racauan demi racauan Kiara keluarkan, hingga wajahnya berubah merah dengan mata yang sembab. "Kia nggak boleh kaya gitu." Diana mencoba mengangkat tubuh Kiara dan mengajaknya masuk meninggalkan Seno dan Lita.

"Ayo kita berangkat." Ucap Lita dengan berjalan keluar diikuti Seno. Mereka masuk ke dalam mobil dan pergi menuju rumah sakit. Tidak ada pembicaraan yang keluar dari bibir keduanya, baik Seno dengan rasa bersalahnya yang melupakan Kinan dan Lita yang memikirkan menantunya, Kinan.

"Mama boleh bicara?" Tanya Lita saat mobil berhenti di tempat parkir rumah sakit. Seno yang sibuk membuka sabuk pengaman sontak terhenti dan menatap Mamanya. "Sebenernya Mama merasa ada yang jangal sama hubungan kamu dan Diana."

"Maksud Mama?" Seno tidak paham akan topik pembicaraan Mamanya itu. Kalau dibilang ada hubungan, Seno menganggap hanya sebatas ipar, tidak lebih. "Kalian saling suka?"

"Nggak Ma, nggak usah nambah pikiran deh." Jawab Seno agak sensi, apa yang ia lakukan kepada Diana dan Kiara itu murni karena Seno menganggap mereka keluarga.

"Tapi menurut Mama tidak." Pandangan mata Lita menatap ke luar jendela mobil, "Mama melihat ini dari sudut pandang perempuan bukan orangtua, sepertinya di antara kalian ada rasa. Mama tidak menuduh tapi lebih tepatnya melihat komunikasi kalian yang secara langsung mampu melukai hati Kinan."

"Ma! Sampai kapanpun Seno itu sayang sama Kinan." Jelas Seno dengan raut wajah serius. Seno akui dia salah menempatkan diri saat sang istri berduka, tapi ia juga manusia yang membutuhkan pengalihan dari rasa itu. Mereka ada di lobang yang sama, tapi cara mereka menyikapi masalah jelas berbeda.

"Mama tidak melarang kamu sama Kia, karena kalian sama-sama bagian dari keluarga tapi apa bisa kamu sedikit menjauhi Diana?" Sontak mulut Seno mengatup mendengar ucapan Lita, bagi Seno itu semua sedikit susah karena Kiara dan Diana itu satu paket.

Otak perempuan paruh baya itu sedang mencerna apa yang sebenarnya terjadi, tapi di satu sisi ia tidak mau rumah tangga putranya hancur akibat orang ketiga yang itu adalah Kakak iparnya sendiri. Simpati dalam hidup berkeluarga itu penting tapi juga kita harus tahu batasan.

"Pikirkan apa yang membuat kamu bahagia, tapi jangan merusak apa yang sudah ditakdirkan kepadamu. Mama hanya orang luar yang melihat kalian, dan Mama hanya bisa memberikan masukan tanpa bisa ikut campur. Satu lagi jadilah laki-laki yang bermartabat." Nasihat yang keluar dari bibir Lita membuat tubuh Seno membeku, ia memikirkan banyak hal sampai ending apakah pernikahannya ini berakhir di meja hijau? Logika dan perasaan saling berperang mencoba mencari siapakah yang menjadi pemenang.

Suara pintu terbuka membuat Seno tersadar, ia melirik sekilas ke jok samping yang sudah kosong. Lita meninggalkannya sendirian, seolah memberikan waktu untuk berpikir.

Menyandarkan kepadanya si stir mobil, ia mulai berpikir, sebenarnya apa yang ia cari dalam hidupnya ini? Anak, kah? Atau pasangan? Dua hal yang berbeda tetapi memiliki arti yang sama penting bagi hidupnya.

Masalah anak ia bisa mencoba lagi dengan Kinan? Tapi apa Kinan mau menerimanya kembali setelah apa yang terjadi?

Kalau masalah pasangan, Kinan bisa dibilang pasangan terbaik yang pernah ia jumpai. Perangai lembut, dengan sikap yang keibuan membuatnya betah jika bermanja-manja dengannya. Tetapi jika ia kehilangan Kinan, apakah ada pengganti yang jauh lebih baik dari Kinan? Jawabannya ada dua kemungkinan, ada atau tidak. Tapi rasanya Seno tidak bisa melanjutkan hidup jika ia kehilangan Kinan.

Dan saat otaknya menguliti kesalahan demi kesalahannya, ia merasa selama ini menjadi lelaki pengecut, lelaki yang tidak memiliki kompeten dalam menyikapi permasalahan hidup. Karena nyatanya ia telah gagal menjadi seorang suami yang baik.

Sekarang, satu pertanyaan yang ia harus jawab sendiri, apakah Kinan akan memaafkannya setelah semua yang ia lakukan?

Tbc

Lepaskan ✔ (KARYAKARSA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang