Cerita ini sudah TAMAT di Karyakarsa ya, silakan mampir.
Link ada di bio.
Selamat Membaca
Seno hanya bisa memandang punggung Kinan yang berjalan menjauh pergi dari rumahnya. Semua orang yang ada disana hanya bisa terdiam melepaskannya. Ia menoleh dan menatap Mona, "Seno tidak akan melepaskan Kinan Ma. Itu janji Seno kepada diri Seno." Ucapnya dengan nada penuh keyakinan.
Mona yang tertunduk sedih hanya bisa menatap wajah Seno sekilas sebelum memeluk tubuh suaminya. "Kinan Pa." Ucapnya dengan sesekali mengeluarkan air mata, Mona masih belum ikhlas kalau ia harus melepas Kinan.
Hati Seno teriris melihat pemandangan kedua orangtuanya itu, ia memantapkan hatinya untuk menyelesaikan masalah ini dengan Diana. Sudah cukup Seno diam akibat ulah Kakak iparnya itu. Mengambil kunci mobil, Seno melangkah keluar rumah. Tubuhnya masuk ke dalam mobil dan melajukannya ke rumah Diana.
Seno tidak bisa melepaskan istrinya akibat fitnah yang dilayangkan iparnya itu. Meskipun ia sadar akan tingkahnya yang lebih condong kepada Diana tetapi hatinya tetap untuk Kinan.
"Kenapa macet sih." Memukul setir mobil ia mencoba membunyikan klakson untuk mengurai kemacetan. Meskipun usahanya tidak membuahkan hasil, karena kemacetan baru terurai saat waktu mendekati magrib.
Seno mencari mushola terdekat untuk menjalankan ibadahnya sebelum menuju ke tujuan. Hati yang sudah memanas mendingin oleh sapuan air wudhu. Bermunajat kepada Zhat Pencipta Langit dan Bumi membuat Seno merasakan kedamaian. Apa ia sudah lama tidak menghadap kepada-Nya?
Entahlah, kemarahan akibat kekecewaan akan suratan takdir membuat Seno menjauhi Tuhannya. Dan sekarang saat ia dihadapkan oleh permasalahan hidup lainnya ia baru menghadap. Betapa munafiknya ia?
Di sepanjang sujud Seno berusaha berdoa untuk kebaikan hubungannya dengan Kinan. Tak sampai disitu juga, setelah menyelesaikan salah Seno berdoa akan keselamatan rumah tangganya dengan air mata yang keluar tanpa ia sadari. Disini ia merasa ada di posisi terendah dalam kehidupannya.
"Aamiin." Mengusap sisa air matanya Seno berjalan keluar, ia akan menyelesaikan masalah ini satu per satu. Seno yakin ia mampu melalui step by step kehidupan ini.
Menjalankan mobilnya kembali menuju rumah Diana. Ia tak lupa untuk membelikan makanan kesukaan Kiara. Entahlah, meskipun ia sangat membenci tingkah Diana yang mencoba menfitnahnya tetapi ia tetap sayang akan keponakannya itu.
Mobil yang Seno kemudikan sampai di halaman rumah Diana, ia keluar dengan membawa oleh-oleh untuk Kiara.
Menekan bel, Seno menunggu Diana keluar. Tak berselang lama sosok Kiaralah yang membukakan pintu. Gadis kecil dengan pakaian tidurnya itu nampak menggemaskan dari kaca mata Seno.
"Loh Kia belum tidur?"
"Ayah? Belum Yah." Mereka masuk dan duduk di sofa ruang tamu. "Mama kamu kemana?"
"Ada di dalam. Mau Kia panggilkan?" Gelengan Seno lakukan, ia akan menemani Kiara terlebih dahulu sebelum membicarakan masalah ini.
"Dimakan ya Sayang." Kiara yang melihat potongan martabak manis sontak mengangguk dan melahap makanan itu. Makanan yang ia sukai tetapi sangat jarang dibelikan Diana, karena Diana beralasan bahwa makanan itu mampu merusak giginya.
***
"Maksud kamu bicara seperti itu apa Dian?" Tanya Seno dengan nada suara dingin, tidak ada nada suara yang peduli dan ceria layaknya Seno seperti biasa. Diana yang tengah duduk di sisi sofa sontak menatap wajah Seno.
"Memang betul, kan? Kalau kamu juga sayang sama aku dan Kia?"
Suasana kembali hening, Seno menatap tajam ke arah Diana.
"Oke, saya pikir kemarin kamu akan berhenti mengusik rumah tangga saya. Tapi nyatanya tidak, baik.... Saya akan turuti keinginan kamu."
Tanpa sadar sudut mata Diana terangkat membentuk senyuman kemenangan.
"Oke, saya kemarin masih diam dengan tingkah kamu. Tapi sekarang saya tidak lagi."
Deg!
Apa maksud perkataan Seno?
"Uang bulanan yang sering saya kirim akan saya hentikan. Dan untuk Kia biar Mama yang akan urus." Lanjutnya dengan nada penuh keyakinan. Seno tahu langkahnya memberikan uang kepada Diana nyatanya disalahgunakan, awalnya ia tidak tahu tapi semakin kesini Diana sering menuntutnya mengirimkan uang lebih dengan alasan Kiara. Padahal kebutuhan Kiara sering dibantu oleh Papa.
Perkataan yang tenang itu membuat Diana terusik. "Ya nggak bisa gitu, kamu sudah janji." Tolak Diana dengan nada marah. Bagi Diana Seno itu hadir sebagai penyelamat dalam hidupnya. Terbiasa dicukupi oleh Sandi saat suaminya itu hidup membuat gaya hidup Diana terbilang tinggi, ada tas baru yang launching maka ia akan memburu tas itu tanpa sadar bahwa suaminya telah tiada.
"Janji saya mencukupi kebutuhan sehari-hari kamu dan Kia, tapi apa yang saya dapat? Uang yang saya berikan seringnya kamu gunakan untuk belanja sesuatu yang tidak penting bahkan cenderung boros." Kalau dulu ia akan sabar maka sekarang Seno tidak lagi.
"Dan lagi, jangan temui saya meskipun saya ada di rumah atau di kantor. Karena menurut saya pertemuan itu membuat nama baik saya tercoreng. Kalau Kia ingin bertemu maka kita akan bertemu di rumah Papa."
Diana yang keberatan sontak mengatakan bahwa Seno adalah pembohong. "Kamu pembohong, mana janji kamu yang akan tetap ada di sisi aku, disisi Kia, hah? Cuma gara-gara istri kamu pergi kenapa kamu nyalahin aku?" Kalau ada nominasi pemain yang berperan menjadi korban padahal ia adalah tersangkanya maka Dianalah pemenangnya.
Seno yang baru saja melihat watak asli Diana hanya bergindik ngeri, ternyata apa yang orang bilang di luaran sana adalah kebanaran. Tapi kenapa Kakaknya bisa jatuh hati dengan perempuan ini?
"Itu semua salah kamu, awalnya saya ingin menolong tapi niat baik saya kamu gunakan untuk menfitnah saya. Jadi terima konsekuensinya." Tubuh Seno berdiri, ia melangkah keluar dari rumah Diana menuju mobil. Menjalankan mobilnya untuk menjauhi rumah itu, rumah yang akan menjadi rumah yang tidak akan ia kunjungi lagi.
"Kamu tidak akan lepas dari aku, Seno." Dalam pikiran Diana, ia memiliki jalan emas untuk mendapatkan hati Seno kembali, yaitu Kiara. Jika permintaannya ditolak maka ia akan menggunakan Kiara, anaknya.
Di sepanjang perjalanan menuju rumah kediaman Darmawan, ia melihat sisi kota yang dulu pernah ia datangi dengan Kinan. Dulu sebelum memilih untuk menikah mereka sudah berpacaran lumayan lama dan hal itu membuat keduanya sering menikmati waktu bersama.
"Itu ada warung tenda kesukaan Kinan. Mampir ah." Sebuah warung tenda yang menyediakan olahan nasi goreng, warung sederhana tetapi cita rasanya sangat istimewa. Seno turun dari mobil, ia memesan tiga bungkus nasi goreng spesial untuk ia bawa ke rumah Ibu.
"Jadi berapa Pak?"
"Enam puluh ribu Pak." Seno mengeluarkan uang lembaran senilai yang disebutkan tadi untuk membayar pesanannya.
Selesai itu, ia menenteng plastik yang berisi nasi goreng untuk ia berikan ke Kinan. Dalam hati Seno berdoa semoga Kinan belum tidur meskipun jam sudah menujuk jam sembilan malam.
"Tunggu saya Sayang."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Lepaskan ✔ (KARYAKARSA)
General FictionCinta butuh diperjuangkan, karena sejatinya mempertahankan adalah fase tertinggi mencintai.