Sudah Tamat di Karyakarsa, link ada di bio ya.
Selamat Membaca
Setelah mengatakan hal itu, tubuh Kinan berjalan menuju pintu untuk membukakannya.
Ceklek.
Dua orang perempuan berbeda usia berdiri tepat dihadapan Kinan, wajah ceria Kiara menyambut untuk pertama kali. "Bunda sudah sehat?" Ucap gadis kecil itu dengan wajah berbinar. Kinan yang melihat itu hanya tersenyum dan mengangguk. "Sudah."
"Kia bersyurkur Bunda baik-baik saja, oh iya Ayah ada?" Menjawab tidakpun, Kiara sudah melihat mobil Seno. Jadi Kinan mempersilakan mereka untuk masuk.
"Masuk aja ya." Kiara dengan langkah mungilnya berjalan masuk, meninggalkan Kinan dan Diana.
"Kalau Mba mau masuk silakan, toh sebentar lagi ini rumah Mba, kan?" Ucap Kinan sedikit ketus, Diana hanya bisa terdiam mengikuti langkah Kinan.
"Mas, calon istri kamu sudah datang. Aku mau balik." Kinan berbisik tepat di depan daun telinga Seno, hal ini membuat wajah Seno memerah menahan amarah.
Kinan beralih ke Kiara yang sedang duduk dipangkuan Seno, "Bunda balik dulu ya Kia, selamat bersenang-senang." Usapan Kinan daratkan di puncak kepala Kiara. Kiara yang mendengarkan hal itu sontak menatap Kinan, "Lah ini rumah Bunda, kenapa harus pergi?"
Tersenyum tipis, Kinan pergi meninggalkan Seno dan berjalan ke luar rumah. Sudah cukup ia berpura-pura baik.
Namun sayang, langkahnya yang sudah sampai di depan rumah dihadang oleh Diana.
Mau apa lagi ini perempuan?
"Mba tidak bermaksud untuk merusak hubungan kalian." terjeda sebentar sebelum manik netra Diana menatap tepat di manik mata Kinan, "Tapi bisakah kamu melepaskan Seno untuk Kiara?"
Kerutan tercetak di kening Kinan, apa dia tidak salah bicara?
"Maksud Mba untuk Mba gitu?"
"Bermodalkan anak untuk mencari simpati seorang pria? Apa Mba nggak malu? Oh iya lupa, setelah Mas Sandi pergi memang hidup Mba bergantung dengan Mas Seno, kan?" Kinan tahu hal itu, karena ia pernah mendapati bukti transfer ke rekening atas nama Diana.
"Kamu salah, karena kamu belum pernah merasakan menjadi ibu." Jawab Diana sedikit sensi, Kinan mengedikkan bahu, "Iya, aku memang belum pernah merasakan hal itu, tapi aku perempuan yang tahu batasan. Mana hubungan yang baik dan mana yang tidak karena sejatinya ipar adalah maut." Tekan Kinan dengan perkataan maut.
"Apa jangan-jangan Mba baper lihat Kiara diperhatikan dengan Mas Seno kayak anaknya, dan Mba berharap bisa menjadi istrinya?"
Kedua tangan Diana di sisi tubuhnya terkepal mendengarkan ucapan Kinan. Apa ia salah dengan perasaan itu? Apalagi melihat Seno begitu tulus kepada Kiara.
"Kalau itu mau Mba, ambil. Karena aku tidak mau dibagi, meskipun aku di luaran sana dibilang mandul atau apa, tapi aku memiliki harga diri agar tidak sembarang orang merendahkanku, termasuk Mba." Pungkas Kinan dengan pergi meninggalkan Diana, baginya jika seorang pasangan sudah tidak bisa setia maka ia akan melepaskan. Karena ia menanamkan di hatinya jika pasangan itu hanya titipan, kalau enggak diambil perempuan lain pasti akan diambil sama Tuhan.
Yang terpenting sekarang bagi Kinan, ia ingin menciptakan kebahagiaannya sendiri dengan atau tanpa pasangan.
***
"Maksud kamu bicara kaya gitu apa, Dian?" Tanya Seno setelah ia mampu menidurkan Kiara, sedikit banyak ia mendengar pembicaraan antara istrinya dengan Diana. Sekarang, mereka tengah duduk di sofa ruang tamu dengan pintu yang dibuka.
"Apa Mas?" Ucap Diana dengan nada yang tetap dijaga lembut, ia pura-pura tidak tahu akan ucapan Seno. "Maksud kamu bicara dengan Kinan untuk meninggalkanku demi Kiara? Apa maksudnya?" Seno marah saat dengan lantangnya Diana mengatakan hal itu.
"Memang benar, kan? Kalau Mas jauh lebih bahagia dengan Kiara dibandingkan dengan Kinan." Ya Tuhan, apalagi ini? Batin Seno dengan mengurut pelipisnya yang berdenyut. Belum selesai masalah dengan Kinan sekarang ia harus dihadapkan dengan masalah ini.
"Saya menganggap Kiara itu keponakan saya, karena ia anak mendiang Kakak saya, saya sayang sama dia juga karena saya tidak mau Kiara kehilangan sosok Ayah. Tapi ternyata kebaikan saya di salah artikan oleh kamu." Jelas Seno, tetapi hal itu tidak diterima oleh Diana. Bagaimanapun ia sudah menerima kehadiran Seno, dan entah mulai dari mana rasa nyaman itu tumbuh. Dan ia tidak munafik akan hal itu.
Wajah Diana yang semula tertunduk, mendongak menatap wajah Seno yang semakin hari semakin tirus. "Kamu tidak menghargai aku, Mas?"
"Menghargai apa? Dari dulu sampai sekarang saya menghargai kamu sebagai kakak ipar saya." Ada apa sih dengan perempuan jaman sekarang? Sedikit diberi perhatian kenapa urusannya bisa panjang dan kemana-mana.
Namun jawaban yang keluar dari bibir Seno tak membuat dirinya puas, ada ego yang harus dipuaskan sekarang.
"Kamu perhatian denganku, bahkan jauh lebih perhatian dari saat kamu dengan Kinan."
Seno menatap datar Diana, dan mencoba meraup udara sebanyak mungkin untuk bisa menetralisir apa yang berkecamuk di dalam dadanya. Dari sini ia mulai paham akan kecemburuan Kinan saat ia memilih menghabiskan waktu dengan Diana.
Seno akui ini salahnya, tetapi sampai Diana menaruh hati itu diluar pikirannya.
"Memang saya kesepian akibat harapan saya pupus mengenai kehadiran anak. Tapi untuk menjalin hubungan dengan kamu itu tidak ada dibenak saya. Saya hanya peduli kamu sebagai ipar tidak lebih."
"Tapi... "
"Dian, sudah saya bilang kalau saya menganggap kamu keluarga bukan yang lain. Masalah saya dengan Kinan itu tidak seperti apa yang kamu pikirkan." Seno memilih untuk berdiri dan melangkah masuk, ia tidak bisa berlama-lama dengan Diana.
Saat tubuh Seno berbalik, Diana dengan sigap memeluknya dari belakang. Menumpahkan semua emosinya, ia menangis, menangisi akan jalan hidupnya. Kenapa hatinya begitu rapuh saat ada pria yang peduli akan putrinya?
Kenapa ia harus merasakan kembali kesemuan akan perasaan ini. Dulu Sandi berjanji akan pulang tetapi apa yang terjadi, ia memilih pergi dibandingkan harus hidup bersama dengannya. Dan sekarang saat dirinya merasa dilindungi oleh adik mendiang Sandi, kenapa ia sampai lupa bahwa dirinya hanya ipar.
"Lepas Dian, saya tidak mau ada yang melihat ini semua." Tekan Seno dengan membuka tautan tangan yang melilit di perutnya.
"Hiks... hiks... beri aku waktu, aku ingin menangis."
"Tapi tidak dengan seperti ini, saya tidak mau menambah fitnah." Mereka dua manusia dewasa yang berlawanan jenis, yang bisa saja melakukan hal yang tidak diinginkan.
"Tapi... aku sayang kamu Mas." Ucap Diana disela isakan, ia mencoba memengaruhi pendirian Seno. "Maaf tapi saya tidak bisa." Seno mencoba dengan keras melepaskan tautan ini, setelah terlepas ia bergegas masuk ke dalam kamar tidur tanpa mengindahkan sosok Diana yang masih menangis.
"Sial! Kenapa semuanya harus kacau seperti ini sih?" Racau Seno dengan menjambak rambutnya, ia tidak habis pikir dengan pikiran Diana. Tapi ia juga tidak bisa naif, disaat perempuan itu rapuh dan datang sosok pria asing pasti perempuan itu akan menaruh harapan yang berlebih.
"Arg!!! "
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Lepaskan ✔ (KARYAKARSA)
Ficção GeralCinta butuh diperjuangkan, karena sejatinya mempertahankan adalah fase tertinggi mencintai.