Bab 11

206 36 1
                                    

Yang mau baca cerita ini sampai TAMAT silakan baca di Karyakarsa, link ada di bio.

Selamat Membaca

"Saya nggak suka interaksi kamu dengan pengacara itu."

Kinan yang tengah berdandan untuk pergi ke tokonya mengerutkan kening, apa alasan Seno berkata seperti itu?

"Lah siapa juga yang suruh tidak suka." Kinan tetap berusaha untuk santai menimpali ucapan Seno. "Saya masih suami kamu Kinan." Ada penekanan disana tapi semua itu diputus dengan suara Kinan yang terbilang santai dan menusuk. "Siapa juga yang bilang mantan, dan mungkin itu akan terjadi di beberapa hari ke depan." Pengajuan perceraian Kinan serahkan ke Dipa meskipun tanpa tanda tangan Seno.

Tubuh Kinan berbalik, ia mengambil tas yang ada di atas meja dan melangkah ke luar kamar. Hal itu diikuti oleh Seno, Seno tidak mau Kinan pergi dengan tetangga yang menyebalkan itu.

"Biar saya antar. Mas bisa antar kamu." Ucap Seno saat Kinan tengah berdiri di teras dengan tangan yang sibuk memencet layar ponsel. Kinan melirik malas suaminya itu, "Terlambat, sudah pesan ojol." Imbuhnya dengan menyodorkan layar ponselnya dimana kendaraan roda dua itu tengah berjalan kamari.

"Batalkan."

"Kasihan, menutus rezeki itu namanya."

"Biar nanti saya yang kasih." Berdebat dengan Seno nyatanya tidak akan selesai juga, dan itu membuat Kinan lelah.

Sebuah kendaraan bermotor berhenti di depan pagar rumah Ibu, Kinan yang tahu bahwa itu orderannya sontak berjalan keluar mengabaikan Seno.

"Atas nama Kinan?"

"Iya Pak, dengan saya."

"Tujuannya Toko Kosme ya Kak."

"Iya Pak."
Saat Kinan tengah berbincang dengan ojol, Seno mendekat.

"Tunggu." Kedua orang yang tengah berbicara itu sontak menoleh, "Maafkan istri saya Pak, Bapak bisa narik lagi ini upahnya." Seno menarik tangan ojol itu dan mendaratkan uang lembaran seratusan.

"Loh maksud Bapak gimana ini?" Tanya ojol itu dengan tatapan penuh tanya, pasalnya ia bingung dengan uang yang baru saja diberi karena Kinan sudah membayarnya dengan cashless.

"Istri saya biar saya yang antar, Bapak bisa cari penumpang lagi. Ini sebagai upah Bapak." Jelas Seno dan itu membuat Kinan murka. "Nggak gini juga Mas." Kinan melangkah masuk kembali.

"Maafkan istri saya ya Pak."

"Oh begitu, yasudah kalau lagi berantem sebaiknya diselesaikan terlebih dahulu." Ucap Bapak itu dengan mengantongi uang yang disodorkan Seno, "Terimakasih sebelumnya Pak."

"Iya Pak." Seno mengikuti langkah Kinan yang sudah berjalan menuju mobilnya.

Tangannya membuka pintu dan mendapati wajah jutek Kinan. "Apaan sih Mas. Jangan kaya gitu aku malu." Ujarnya dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada, pasalnya Kinan merasa dipermalukan di depan Bapak tadi.

"Kan saya sudah bilang kalau saya yang akan mengantar kamu sekarang. " Ucapnya dengan tangan yang sibuk memakai sabuk pengaman.

"Dulu dimana? Pasti sama janda gatel itu." Kalimat yang terlontar itu membuat bibir Seno terangkat tipis, ia tak menampik karena ia tidak mau pagi ini mereka bertengkar hanya gara-gara Diana.

"Baiklah ayo kita berangkat." Jika dulu ia menyibukkan diri maka sekarang ia ingin membahagiakan istrinya dengan perhatian kecil-kecilnya.

"Loh Pak Bos ikut Bu?" Bisik Lena saat mendapati suami dari atasannya itu ikut masuk ke toko mengekor istrinya.

"Nggak tahu, tanya aja sendiri." Jawab Kinan dengan melangkah lebar menuju ruangan kecil yang biasa ia gunakan untuk mencatat pembukuan toko.

"Bapak mau minum apa?" Tawar Lena saat mereka sudah sampai di ruangan itu dan Seno mendaratkan tubuhnya di atas sofa. "Adanya apa?"

"Ada semua Pak, air mineral, kopi, teh?" Tawar Lena dengan menyebut semua merek minuman yang mereka sering beli untuk stock jika dimungkinkan lembur. Toko kosmetik milik Kinan bisa dibilang toko yang menjual skincare dengan berbagai merek dalam dan luar negeri dengan harga yang relatif miring tetapi dijamin keasliannya.

"Kopi saja."

Kepala Lena menatap Kinan, "Kalau Ibu apa?"

"Biasanya apa." Kinan malas berasa-basi saat ada Seno didekatnya. "Oke Bu."

Netra Kinan menatap sekilas ke tubuh Seno yang masih santai duduk di ruangannya, dalam hati ia menggerutu sebal karena dulu jika ia mengajak Seno datang kemari maka jawabannya adalah malas, sibuk atau yang lainnya. Tapi sekarang, pria yang super sibuk itu tengah duduk di ruangannya dengan santai memainkan ponsel.

"Nggak sibuk?" Kepala Seno menoleh menatap wajah istrinya, bibirnya terangkat membentuk senyuman manis.

"Saya ajukan cuti selama tiga hari, jadi selama ini juga saya akan mengikuti kegiatan kamu sambil mengawasi pekerjaan dari ponsel."

Tumben?

"Nggak sekalian keluar?"

"Itu mau kamu?" Tanya balik Seno. "Ya kalau situ mau ya silakan, kan kita mau pisah." Tanpa menatap lawan bicara Kinan mengatakan hal yang sudah biasa ia katakan tapi hal itu tidak dengan Seno. Setiap Kinan mengatakan keinginannya untuk pisah maka hatinya serasa ditusuk ribuan jarum, sakit dan sesak.

"Saya akan memperbaiki apa yang bisa saya perbaiki."

"Oh.... "

Ketukan pintu membuat interaksi dua orang itu terhenti, "Masuk aja Len."

"Iya Pak Bu. Ini minumannya." Tangan Lena meletakkan dua cangkir minuman di atas meja, selesai dengan tugas itu Lena menatap atasannya. "Ada lagi yang bisa Lena bantu?"

"Nggak usah kamu mulai kerja saja." Perintah Kinan dengan melambaikan tangannya seolah menyuruh Lena keluar. Dengan berat hati Lena keluar, bagaimanapun melihat rupa rupawan suami atasannya membuat hati kecilnya menjerit.

Saat Lena keluar dari pintu ruang kerja Kinan salah satu karyawan menarik tubuh Lena dan menginterogasinya. "Itu beneran suami Bu Kinan?"

Lena mengangguk.

"Ganteng banget ya." Puji salah satu karyawan yang tengah menata barang di atas etalase, "Iya, wajahnya mengalihkan duniaku."

"Kaya lagu deh?"

"Lah itu memang judul lagu."

"Apalagi kalau kalian lihat secara dekat, dijamin tambah ganteng." Ujar Lena menambahkan, perawakan yang tinggi dan besar dengan wajah yang terjaga membuat Seno menarik. Dan mungkin itu juga yang membuat Diana tertarik dengan sosok adik iparnya itu.

"Nggak usah gitu, yang bisa lihat langsung. Kita mah lihat bisanya dari jauh."

"Udah ah kerja sayy, ya setidaknya rekening kita good looking lah kalau nggak bisa dapat cowok good looking." Timpal salah satu perempuan yang tengah mendata beberapa barang yang habis. "Bener juga si Janeta."

Saat di luar ruang tengah sibuk dengan omongan yang tak bermutu membahas rupa suami Kinan, maka di dalam ruangan Kinan tengah terjadi bertengkaran akibat Kinan menerima panggilan dari Dipa.

"Apaan sih Mas. Kenapa Mas rebut ponselku?" Amarah Kinan kepada suaminya itu. "Saya masih suami kamu Kinan."

"Lah apa salahnya, aku dengan Dipa itu membahas perceraian kita jadi nggak usah cemburu." Tangan Kinan mencoba merebut ponselnya yang ada digenggaman Seno.

"Tapi itu tidak baik apalagi kalian lawan jenis." Mulai kapan Seno paham agama?

Kinan yang sudah emosi menatap Seno dengan tangan yang sudah berkacak pinggang. "Lah situ menghabiskan waktu dengan perempuan lain itu apa namanya?!"

Tbc

Lepaskan ✔ (KARYAKARSA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang