Sudah Bab 17 di Karyakarsa, link ada di bio.
Untuk kalian yang mau harga murah sialakan beli saat ongoing ya, kalau setelah TAMAT maka harga akan naik, dan yang pasti pilih menu Paket.
Jangan lupa vote!!!
Selamat Membaca
Seno mengikuti langkah Lita menuju ruang perawatan Kinan. Saat ia sampai di ruang perawatan, ia melihat kedekatan Lita dengan Kinan layaknya ibu dan anak. Yang membuat hati Seno teriris, ia tidak bisa membayangkan jika perpisahan akan terjadi dan itu pasti berdampak di hubungan mereka.
Seno melangkah masuk tanpa mengganggu keduanya, ia memilih untuk duduk di sofa yang tidak jauh dari ranjang Kinan. "Siangan nak?" Sapa Ibu kepada Seno.
Menyalami ibu mertuanya ia lantas mengangguk, "Iya Bu, maaf."
"Ah nggak papa, pastinya di rumah ada kegiatan, ya?" Meskipun pengucapannya santai dan datar, Seno merasa ia disindir halus.
Tersenyum tipis Seno menanggapi, ia mengutuk jiwanya yang lemah jika berhadapan dengan anak kecil.
"Besok setelah Kinan sembuh, dia ingin ke makam Rasya." Ucap Ibu dengan menatap kedua orang yang tengah serius berbincang dari sofa. Netra Ibu melirik sekilas ke arah Seno, dan melanjutkan pembicaraannya.
"Ibu bukannya mau ikut campur tapi Ibu mau memberi nasihat bahwa Kinan bukan wanita kuat itu yang harus kamu tahu."
Seno paham akan hal itu, ia juga sadar akan apa yang telah diperbuatnya. Yang ia inginkan sekarang adalah kesempatan.
"Kalau kamu pikir dia sudah ikhlas dengan kehilangan putranya jawabannya adalah salah." Kepala Ibu menoleh menatap tepat manik netra Seno. Ada gurat kesedihan disana. "Dia hanya pura-pura kuat diatas beban yang ia pikul. Di mata kita dia tersenyum tapi di relung hatinya ia menangis."
Ibu mengambil napas panjang sebelum mengucapkan isi hatinya kepada menantunya sendiri. Sudah cukup ia diam melihat kerapuhan putrinya.
"Jadi kalau kamu mau mencari kebahagiaan yang lain tolong selesaikan dulu hubungan kalian. Ibu juga akan ikhlas melepas jika semuanya sudah selesai." Pungkas Ibu dengan tatapan yang menyiratkan sebuah ketegasan.
Perkataan Ibu membuat Seno termangu, tapi ia juga sudah memutuskan untuk memperbaiki hubungan mereka. Entah respon apa yang akan diberikan Kinan tetapi Seno akan berusaha semaksimal mungkin.
"Maafkan Seno Bu, tapi Seno tidak akan melepas Kinan. Mau Ibu bilang Seno pria pengecut atau apa, Seno akan tetap pada pilihan Seno yaitu berjuang mendapatkan Kinan kembali." Sudah ada tekad yang ia tumbuhkan di hatinya, maka Seno akan berjuang meluluhkan hati Kinan. Batu saja ditetesi air semakin hari semakin terkikis maka hal itu juga terjadi di hati Kinan batin Seno.
"Kalau kamu memilih hal itu, maka buktikan omonganmu."
"Akan Bu." Ibu hanya bisa mengamini saja atas apa yang diucapkan Seno. Bagi Ibu semua ini dianggap sebagai ujian rumah tangga, sebagai orangtua ia hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk masa depan putrinya. Meskipun beberapa waktu yang lalu ia sempat kecewa atas apa yang dilakukan Seno.
"Maafkan Mama, ya nak." Tutur Lita dengan menatap lembut netra Kinan, tangannya sibuk mengusap punggung tangan Kinan yang terbebas dari infus.
Kinan membalas ucapan Lita dengan anggukan, "Kinan yang salah disini Ma. Jika saja Kinan tidak kehilangan anak Kinan pasti semuanya tidak akan terjadi." Air mata Lita keluar tanpa bisa ia bendung, ia sudah pernah merasakan hal itu. Hancur hidupnya, gelap mataharinya, tapi Lita masih beruntung dengan kehadiran suaminya. Tapi Kinan?
Lita sendiri tidak bisa menjelaskan peran putranya itu, "Nak, semua sudah diatur Tuhan. Jadi sekarang kita serahkan saja ke Tuhan."
"Tidak Ma," hening sejenak, Kinan menatap Ibu mertuanya. "Bagi Kinan kehilangan anak juga kehilangan sandaran Ma, Kinan sendiri disini. Apalagi rumah yang Kinan harap sebagai rumah nyatanya tidak membuat nyaman Kinan bahkan ia mendatangkan seorang perempuan yang berusaha menyingkirkan Kinan." Lita tahu hal itu.
"Lebih baik Kinan sembuh dulu, nanti kita bicarakan lagi ya." Lita tidak mau membuat beban untuk menantunya itu, maka ia mencoba mengalihkan pembicaraan. Namun sayang, tekat Kinan untuk berpisah sudah bulat.
"Kinan boleh minta sesuatu sama Mama?" Ucapnya dengan nada penuh pengharapan, nada yang biasa digunakan anak untuk meminta sesuatu hal yang dirasa berat untuk dikabulkan.
Lita menatap wajah pucat Kinan dan mengangguk, sebenarnya ia merasa ini permintaan yang pastinya susah dikabulkan. Tapi ia mencoba mendengarkan apa permintaan Kinan. "Kinan menikah dengan Mas Seno dengan baik-baik dan Kinan juga mau berpisah juga dengan baik-baik."
Deg!
Aliran udara di sekitar rasanya kian menipis, detak jantung Lita memompa begitu kuat membuat dadanya sesak. Apa harus dengan berpisah untuk menyelesaikan masalah ini? Lita kira mereka hanya butuh waktu untuk meresapi apa yang diinginkan satu sama lain, bukan seperti ini.
"Nak... " Ucap Lita dengan mengusap puncak kepala Kinan. Ia berusaha tenang meskipun akal pikiran sangat bertolak belakang.
"Kalian sudah dewasa, Mama tahu itu tapi sekarang Kinan sedang sakit jadi lebih baik Kinan fokus di kesehatan dulu. Setelahnya tolong ambil keputusan dengan kepala dingin, jangan gegabah."
Kepala Kinan menggeleng menolak ajakan Lita, ia sudah berada di tahap pasrah akan hubungannya dengan Seno.
"Kinan sudah putuskan hal ini Ma."
"Istirahat nak, Mama akan bertemu dulu sama Ibu." Memutuskan pembicaraan jauh lebih baik untuk kesehatan keduanya. Lita bangkit dan mencium kening Kinan sebelum bergabung dengan Ibu dan Seno.
"Mama nggak tahu harus bicara apa." Ucapnya setelah mendaratkan tubuh di sisi sofa yang kosong berhadapan dengan Seno. Netranya menatap Seno dengan tatapan tajam, "Kinan meminta Mama untuk melepaskannya."
Seno yang mendengar ucapan Mamanya sontak menunduk.
Remasan ia lakukan untuk menyalurkan emosinya saat ini, ia tahu bahwa ini cepat atau lambat akan terdengar di telinga Lita. Kepala Seno yang semula menunduk sontak mendongak, ia mengumpulkan keberanian untuk menjelaskan apa yang terjadi dan rencana apa yang akan ia lakukan.
"Ma, Bu, semua salah Seno. Seno sadar akan hal itu, tapi izinkan Seno untuk berjuang kembali mendapatkan hati Kinan."
Ibu menatap menantunya dengan tatapan iba. Sedangkan Lita hanya bisa diam membisu, ia tidak tahu siapa yang benar disini. "Jika itu yang diinginkan Kinan apa tidak seharusnya dikabulkan nak?"
Seno menolak ucapan Ibu, sebagai suami ia berkah untuk memutuskan apa yang terbaik untuk rumah tangannya. Tubuh Seno yang semula duduk di atas membungkuk tepat di hadapan kedua perempuan paruh baya itu. "Tidak Bu... Seno tidak akan bercerai dengan Kinan... Dan lagi maafkan kesalahan Seno atas apa yang terjadi di rumah tangga Seno. Disini Seno yang salah, yang telah mengabaikan kehadiran Kinan saat Kinan terpuruk." Seno mengatakan hal itu dengan air mata yang sudah menetes membasahi pipi, penyesalannya sangat besar. Apalagi melihat kesedihan dan kekecewaan kedua perempuan yang sangat berarti di hidupnya membuat dadanya sesak. Tindakannya mengabaikan sang istri nyatanya telah melukai hati perempuan lain.
"Beri kesempatan Seno untuk memperbaiki semuanya."
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Lepaskan ✔ (KARYAKARSA)
Fiksi UmumCinta butuh diperjuangkan, karena sejatinya mempertahankan adalah fase tertinggi mencintai.