36. Tentang Yang Kedua Kalinya

906 105 90
                                    

Selamat membaca pelan-pelan, jangan sampai ada yang  kelewat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca pelan-pelan, jangan sampai ada yang  kelewat. Bab kali ini lucu, lho 🤣

-:-:-

Rendra

"Mas Rendra?"

Satu ruang rahasia kalbu yang selama ini saya pikir tidak akan pernah dikunjungi lagi, kini terbuka kembali. Perihal segala pertanyaan hati tentang temu dengan yang dirindu pun, akhirnya terjawab. Saya tidak pernah tahu seberapa tepat arti perasaan saya selama ini sampai akhirnya saya mendapati desir-desir di dada ketika sorot matamu kembali memerangkap tatapan saya.

"Sandhya?"

Saya membalas dalam sebuah nada tanya, tanda tidak percaya.

Selama ini saya hanya berani menyelipkan namamu dalam doa, dalam sunyinya perasaan. Namun kini, akhirnya beribu kerinduan itu lolos dalam suara yang kembali mampu menyebut namamu secara langsung. Sandhya, bagaimana bisa? Apa gerangan yang membawamu kemari?

"Apa kabar?" sapa saya lebih dulu.

Meski degup di tengah dada ini terasa kian liar, saya berusaha sekeras mungkin untuk bersikap tenang di hadapanmu. Dan kemudian, saya merasa seperti dilempar lagi ke masa lalu ketika hangat dari jemarimu meretas dingin di telapak tangan ini. Kerinduan itu, kini bahkan bisa disentuh, menghidupkan lagi sulur-sulur kasih yang sempat layu.

"Baik," balasmu kemudian, agak terlambat dan terkesan sedikit canggung.

Sandhya, sampai di sini saya tidak tahu lagi apa yang harus saya pertanyakan dari takdir Sang Gusti Pengeran. Satu hal yang pasti, hati ini tidak ingin lagi menanggap remeh pertemuan kita yang kedua ini.

"Mbak Sandhya."

Panggilan Pras sontak mengaburkan jeda yang kelewat sunyi di antara kita. Pandanganmu pun terputus dari mata saya, tampak rikuh adanya. Jemarimu kemudian membalas jabatan tangan Pras. Dengan nada yang kedengaran takjub dan antusias kamu pun menjawab pertanyaan basa-basi dari Pras perihal kabar dirimu. Interaksi kalian terbaca selayaknya dua orang yang sama-sama terkejutnya. Ah, ya. Itu wajar. Kamu dan adik saya pastinya juga masih tidak habis pikir kalau akhirnya akan berjumpa kembali setelah hampir setahun lamanya.

"Mas, aku duluan nyemperin Ayah, ya. Sekalian mau lihat-lihat yang lain juga," imbuh Pras tiba-tiba. "Mbak Sandhya, saya duluan, ya. Mari."

Tanpa mau menunggu persetujuan saya dan tanpa mau basa-basi mengajak saya ataupun Sandhya, Pras sudah melenggang santai begitu saja. Sebelum punggungnya menjauh, saya sempat melihat senyum adik saya itu terkesan punya maksud terpendam di baliknya.

Saya masih geming di tempat. Kita sekilas bertukar pandang dan senyuman canggung. Baik saya maupun kamu sepertinya sudah sama-sama tahu kalau kita memang telanjur dikerjai oleh Pras.

Saya refleks berdeham, membersihkan tenggorokan. Sementara, batin ini bersiap untuk memulai lagi percakapan lain yang sekiranya mampu mencairkan suasana.

A Cloudy Place In Your Heart (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang