"Mbak Sandhya, silakan didiskusikan dulu saja dengan Mas Rendra, ya. Sebelumnya, PIC untuk marketing memang Mas Rendra. Jadi, supaya Mbak Sandhya paham tentang brand identity, target pasar, detail produk, dan sebagainya, Mas Rendra akan jelaskan terlebih dahulu sama Mbak Sandhya."
Di suatu pagi yang lain, selepas Pras mengumumkan jika seluruh tim Pelataran Langit telah setuju untuk menggunakan jasa kelola sosial media dari Sandhya, perempuan itu lumayan dibuat terkejut sekaligus canggung ketika ternyata ia harus berurusan langsung dengan Rendra untuk membicarakan perihal brief dan perancangan konten. Ya, tidak salah lagi. Pria Pelukis Awan yang beberapa hari lalu baru saja berkenalan dengannya itu, ternyata akan menjadi kolega baru Sandhya.
"Santai aja diskusinya, Mbak. Kalau ada yang nggak jelas, bisa langsung tanyakan detailnya sama Mas Rendra. Tenang, Mas Rendra nggak galak, kok," jelas Pras.
"Dan, selama satu bulan ke depan, Mbak Sandhya mungkin akan lebih sering diskusi dengan Mas Rendra. Mohon bantuannya, ya, Mbak," timpal Lando yang kala itu juga hadir di sana.
Ocehan para pria yang dibumbui canda itu, kemudian hanya ditanggapi Sandhya dengan anggukan singkat dan tawa canggung. Saat kerlingan mata Sandhya bergulir pada Rendra, pria itu hanya tampak tersenyum tipis. Tak lama, Pras dan Lando undur diri ke markasnya di balik meja bar, meninggalkan Rendra dan Sandhya berdua.
"Maaf, Mbak Sandhya. Sebentar, ya."
Rendra spontan berujar saat mereka memilih duduk di kursi yang berada tepat di sebelah jendela. Itu adalah kursi yang sama ketika beberapa hari lalu Sandhya datang untuk ngopi pertama kali di Pelataran Langit. Dan benar saja, si kucing putih—yang pernah Pras sebut sebagai 'Kesayangan Rendra' itu—sedang asyik duduk santai di tempat yang sama.
Rendra dengan lembut mengusap kepala si kecil berbulu putih dan menggendongnya sebentar. Makhluk kecil itu spontan mengeong saat sang majikan memindahkannya ke lantai, terdengar seperti pernyataan protes yang lucu.
"Silakan. Maaf, ya," tawar Rendra pada Sandhya, diikuti senyuman tenang yang tampak terpulas di bibir. "Dia memang suka kebiasaan begitu."
"Nggak apa-apa. Makasih, Mas," jawab Sandhya sedikit menahan geli karena melihat Rendra yang ternyata bisa begitu manis dengan hewan peliharaannya.
Sandhya lalu membalas senyuman Rendra dengan agak rikuh. Perempuan itu akhirnya mengambil alih "singgasana" si kucing.
Dari samping kaki bangku, untuk beberapa jenak, si "Kesayangan Rendra" masih terlihat tidak bisa melepas tatap dari Sandhya, seperti mengintimidasi. Dia tampaknya masih tidak terima kalau tempat kesukaannya disabotase oleh si orang baru.
"Hei," panggil Rendra pada si kucing dengan nada tenang yang terkesan memperingati. Pria itu sekilas menggeleng.
Kontak mata singkat terjadi antara keduanya, seperti sebuah isyarat tanpa kata. Tak lama, si kucing melenggang sombong tanpa disuruh, sosoknya menghilang ke balik meja bar. Pandangan Rendra lalu kembali pada Sandhya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Cloudy Place In Your Heart (FIN)
RomanceBagi Sandhyakala Dewi Kusuma (Sandhya), kehidupannya selama hampir tiga tahun belakangan sebagai seorang pengelana digital, alias digital nomad, bagaikan awan-awan yang berkelana tanpa tahu arah. Hampir tidak ada kata "menetap" dalam kamus hidup San...