"Aduh ... gagah banget," puji salah satu anak baru yang dimasukkan dalam posisi cook helper tengah menangkap sosok tinggi tegap mengomeli sedang commis di hot kitchen yang tak jauh dari dapur pastry. "Marah-marah aja masih ganteng, apalagi enggak."
"Doi emang idola di sini, sayang udah punya tunangan," bisik temannya masih memandang ke arah lelaki di sana.
"Hei, hei ... kerja!" tegur Wendy menangkap basah dua anak asyik ngerumpi ketimbang menyelesaikan adonan di depan mata. "Kerjaan kita masih banyak sampai nanti, jangan gibah dulu."
"Ma-maaf, Mbak!" kata si cook helper ketakutan. "Habisnya, mata saya enggak bisa tahan kalau ada yang bening kayak oppa Korea."
"Ahjussi rasa oppa dia," sahut temannya sambil terkikik.
"Hush, udah itu awasi adonannya," pinta Wendy, "Itu souffle-nya kamu taruh di rak roti."
"Iya, Mbak Wen."
Sous chef atau wakil kepala dapur di sana adalah senior Wendy di sekolah kuliner Yogyakarta bernama Bimo Hartawan. Lelaki berkumis tipis itu masih saja menceramahi anak commis sampai alis tebalnya nyaris menyatu membentuk sebuah sudut runcing di kedua sudut. Entah apa yang diomeli Bimo yang pasti si juru masak telah membuat kesalahan fatal. Hal biasa dan menjadi makanan sehari-hari kru dapur baik di hot kitchen atau cold kitchen ketika ada seseorang tak becus mengerjakan tugas.
Dulu, sewaktu Wendy masih menjadi anak magang, hampir tiap saat dia juga mendapat omelan karena adonan yang dibuatnya selalu tak berhasil mengembang. Kadang pula kue yang dipanggang terlalu lama di dalam oven sehingga hidangan yang disajikan menjadi gosong. Bermodal telinga tebal dan hati sekuat baja, omelan atasan yang menjadikan Wendy selembek agar-agar. Sampai-sampai dia dijuluki si kepala batu oleh pembimbingnya waktu itu. Justru dari kesalahan-kesalahan yang diperbuat, dia mendapat pengalaman untuk menjadi lebih baik lagi.
Merasa diperhatikan, netra gelap Bimo beralih ke arah Wendy lalu menarik napas sebentar mengisi kembali tenaganya sebelum menyembur salah seorang kru kitchen yang tidak becus bekerja. Lelaki berambut ikal di depan Bimo ini membuat kesalahan besar yang dinilainya membuang-buang waktu berharga dan bahan. Seharusnya dalam memasak daging tak perlu sering dibolak-balik dengan harapan cepat matang dan mempersingkat waktu. Malah cara seperti ini bisa mempengaruhi tekstur daging dan tingkat kematangannya.
Memang tidak mudah menjadi asisten eksekutif chef yang harus menjadi pemimpin ketika penguasa dapur sedang tidak ada. Posisi tertinggi itu sedang kosong sejak dua bulan lalu akibat atasannya sedang sakit stroke yang menyebabkan tak bisa bekerja dengan baik dan memilih mengundurkan diri. Sampai saat ini, pihak hotel baik dari F&B manajer maupun direktur belum menunjuk siapa yang berhak menduduki kursi eksekutif chef. Alhasil, Bimo menjadi pengawas sekaligus pembuat laporan juga membuat kreasi resep yang diserahkan kepada F&B manajer. Tak salah juga kan kalau emosinya sering meledak akibat banyak beban yang ditanggung.
Bimo menatap lelaki berperawakan kurus yang menunduk ketakutan itu lalu berkata, "Kamu buat lagi sana!"
"Si-siap, Mas!"
Bimo berjalan ke arah area pastry menghampiri Wendy sambil sesekali mengamati para commis dan cook helper sebagai ujung tombak dapur hotel. Kalau ada satu kesalahan kecil saja seperti terlalu asam pada saus pendamping kakap dan gurami seperti yang dilakukan Rio tadi, puding yang berasa sabun cuci atau nasi yang kurang matang. Maka hal itu bisa menurunkan kualitas restoran hotel bintang lima. Belum lagi kalau nama kru kitchen yang membuat kesalahan bakal diseret. Bimo tidak menyukai kecacatan yang ada di dapur dan berpendapat kalau semua harus sempurna, tertata, serta dapat memuaskan tamu yang jauh-jauh merogoh kocek untuk bisa menikmati hidangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impossible Marriage (END)
Romance(Marriage Life Series) Memilih menjadi single bahagia sepertinya menjadi sebuah aib bagi keluarga Wendy Aurelia. Di usia 31 tahun, Wendy dipaksa menikah demi membungkam cibiran keluarga besar sekaligus menuruti permintaan sang ibu. Sehingga dia meng...