"Australian wagyu grade 5, ribeye!" teriak seorang barker--tukang teriak yang menghubungkan antara pelayan dan juru masak dalam menyebutkan menu yang dipesan.
Meski biasanya dapur D'amore terlihat sibuk, tapi hari ini kru dapur makin tampak repot untuk memenuhi pesanan para tamu VIP di mana salah satu pejabat daerah sedang melakukan gathering dengan beberapa orang penting dari luar negeri. Di restoran D'amore yang berkonsep semi outdoor dengan dapur terbuka sehingga koki bisa menunjukkan atraksi selagi menyajikan makanan bernuansa Bali kontemporer. Salah satunya ayam betutu yang sudah terkenal di kalangan mancanegara. Bumbu genep merasuk ke dalam daging ayam tanpa tulang membuat siapa saja yang mencicipinya tak akan berhenti pada satu gigitan. Apalagi jika ditambah sambal matah diberi bunga kecicang, plecing kangkung, dan nasi yang mengepul panas. Selain masakan khas Ubud dan steak daging sapi impor, kru dapur juga menyajikan olahan daging babi yang kini makin populer dengan kerenyahan kulitnya yang begitu menggugah selera.
Bimo keluar menghampiri salah satu meja tamu atas permintaan F&B manajer, Lucy untuk menerima pujian dari para tamu, salah satunya seorang lelaki bermata biru berambut hitam yang mirip dengan aktor Daniel Radcliffe. Bimo tersenyum bangga meski seharusnya ucapan itu patut ditujukan kepada executive chef selaku kepala dapur. Olahan yang dihidangkan hari ini benar-benar sukses menggoyahkan lidah para tamu ditambah penyajian ala french service--penyajian langsung di depan tamu menggunakan gueridon table.
Lucy berbisik kalau sebentar lagi ada seseorang yang akan menduduki kursi tertinggi di dapur itu setelah sekian lama posisi itu kosong. Untuk beberapa saat, Bimo terbungkam atas berita ini karena mengira kalau dirinya yang mungkin akan naik jabatan terhitung berapa tahun dia mengabdi sekaligus kinerjanya yang selalu dianggap bagus. Di sisi lain, ada perasaan tak menentu menyapa diri lelaki itu, termasuk rasa cemburu kenapa bukan dia saja yang ditunjuk menjadi eksekutif chef sebagai hadiah kerja kerasnya di sini. Kenapa pula harus ada kandidat lain yang bakal merebut posisi itu.
Banyak yang mengira kalau posisi kepala dapur akan diisi Bimo tapi karena Lucy berkata demikian, rasanya seluruh harapan yang dipanjatkan Bimo sejak menggeluti dunia kuliner runtuh seketika. Dia penasaran siapa yang akan menjadi pemegang takhta tertinggi di dapur nanti. Apakah orang pindahan dari cabang D'amore lain? Sehebat apa dia sampai dipilih sementara sous chef mereka selalu bisa diandalkan? pikir Bimo resah.
"Minggu depan akan diumumkan siapa executive chef baru," kata Lucy. "Mukamu tegang gitu, Bim. Tenang aja..."
Jika bukan di depan umum, Bimo akan memutar bola matanya sambil mendecak kesal dan menggerutu. Jujur saja, menjadi koki dan dipanggil chef adalah impiannya sejak kecil sementara tidak semua yang ada di dapur disebut seperti itu jikalau bukan executive chef. Sepertinya, Bimo harus memendam lebih lama lagi cita-citanya itu jika tidak terpilih nanti daripada harus sakit hati.
"He just married with our pastry chef," terang Lucy kepada tamu membuat Bimo salah tingkah. Hal pribadi yang tidak perlu dipamerkan kepada orang lain karena bukan prestasi tertinggi apalagi di acara seperti ini.
"Congrats," ucap si bule melempar senyum tulus.
"Enggak sabar sama adek bayinya," timpal Lucy yang sudah kenal akrab dengan Bimo.
"Thank you," balas Bimo kemudian menyiratkan pandangan kepada perempuan berambut ikal itu untuk tidak terlalu mengurusi kehidupan apalagi urusan anak. Lucy hanya tertawa lalu menyuruh Bimo pergi daripada membalas tatapan penuh protes itu.
Dasar warga +62, batin Bimo jengkel.
###
Bergelut dengan ratusan adonan pastry sampai harus lembur membuat betis kaki Wendy terasa nyut-nyutan. Belum lagi cacing-cacing dalam perutnya sudah berdemo sejak tadi siang karena tak sempat makan dengan benar. Hanya seteguk air dan segigit roti croissant yang disuapi oleh temannya untuk mengganjal rasa lapar. Hari ini, dia harus turun tangan melayani banyak pesanan banquet event order untuk dua acara besar secara bersamaan akibat ada salah satu commis kecelakaan motor. Manalagi menu yang diminta juga berbeda sehingga tenaga dan pikiran yang dikeluarkan sekarang benar-benar tak tersisa.
Meski perutnya sudah keroncongan, tapi mata Wendy benar-benar berat dan butuh kasur untuk merebahkan tubuhnya yang sudah remuk. Hari makin menggelap sementara dia harus menulis laporan tentang pengeluaran bahan makan agar tidak lost control. Jika sampai terjadi, maka siap-siap menghadap ke F&B untuk menerima cecaran.
Sebuah uluran tangan dengan sepiring nasi dibarengi sayur lawar dan ayam puri Gianyar--masakan menyerupai rendang ayam yang berasal dari Sumatera Barat. Wendy mendongak dan mendapati suaminya berdiri di ruang kerjanya dan berkata,
"Makan dulu, Wen."
Diterima piring itu sambil tersenyum tipis. "Makasih. Pengennya aku langsung pulang terus tidur, udah enggak ada tenaga buat makan."
"Aku suapinkah kalau emang enggak kuat makan? Pakai ini?" Bimo menunjuk bibirnya yang dihadiahi sebuah cubitan pelan di lengan.
"Apaan sih," kata Wendy.
"Serius aku," ucap Bimo menarik kursi lebih dekat dengan Wendy dan menyendok nasi. "Ayo aaa..."
"Mas, diliatin orang-orang loh ..." Wendy menutup sebagian mukanya dengan buku namun mulutnya menerima suapan pertama Bimo. "Tambahin ayamnya," tunjuk gadis itu pada potongan besar ayam untuk suapan kedua.
Bimo terkikik melihat tingkah Wendy dan menuruti permintaan gadis itu. "Kamu sakit nanti yang ngurusin pastry siapa?"
"Ada Ratih," jawab Wendy enteng. "Beneran hari ini capek banget enggak sih?" gadis itu melahap suapan kedua lalu mengambil tisu untuk menyeka bulir keringat dari dahi Bimo.
"Iya, mau gimana lagi sekarang kan bulan-bulan lagi banyak event apalagi mendekati liburan sekolah, Wen," jelas Bimo. "Nanti kalau sama-sama libur kita jalan-jalan gimana?"
"Ke Tanjung Benoa aja, aku pengen mainan air," kata Wendy antusias.
"Di kamar mandi kan bisa Wen, mana gratis pula," canda Bimo membuat Wendy kembali mencubit lengan kekar suaminya.
Tangan kanan Wendy kembali menulis laporan sementara Bimo tenggelam dalam pikirannya sendiri meski tangannya masih setia menyuapi sang istri. Sejak tadi siang, ucapan Lucy terngiang-ngiang dalam kepala ditambah selentingan executive chef pindahan dari pusat. Tentu saja hati Bimo makin memanas karena impiannya dirasa makin menjauh untuk bisa menduduki posisi itu. Beberapa kali dia menghela napas mencoba mendinginkan hati tuk menerima kenyataan tersebut.
Wendy berpaling melihat kening Bimo mengerut seperti sedang memendam banyak beban. Dia meletakkan bolpoin dan menutup kembali buku laporan yang selesai ditulis kemudian bertanya, "Kenapa, Mas?"
"Enggak apa-apa." Bimo beranjak. "Aku nyuci piring ini dulu ya, kamu ganti baju dulu aja."
Otomatis Wendy menahan lengan lelaki itu karena bisa merasakan kalau Bimo tengah gundah gulana akan sesuatu. Dia tidak ingin menjadi teman atau istri yang tidak mengetahui apa yang dirasakan Bimo layaknya orang bodoh. Sekalipun pernikahan mereka hanyalah pura-pura, rasa kepedulian Wendy kepada seniornya itu sangat tinggi. Dia bertanya-tanya apakah Bimo memikirkan keberadaan Risya yang menghilang dari semua media sosialnya?
"Enggak apa-apa tapi mukanya gitu," protes Wendy mengerucutkan mulut. "Cerita aja, orang biasanya mesti cerita kok. Kenapa sih!"
Bimo mencolek pelan puncak hidung mancung Wendy gemas. "Dibilangin juga enggak apa-apa kok."
Merasa tidak dianggap sebagai tempat untuk mengungkapkan kegelisahan, Wendy pun merajuk dengan meninggalkan Bimo seorang diri di ruang kerja itu menyisakan suara mesin pendingin. Bimo geleng-geleng kepala melihat jejak Wendy yang sudah hilang meninggalkan aroma butter yang menempel di badan ramping gadis itu. Tidak semua masalah harus diceritakan bukan? Apalagi ini masalah ambisi Bimo menjadi executive chef yang kemungkinan tidak akan terjadi.
Dia yakin Wendy akan menyuruhnya bersabar menanti waktu sementara Bimo sudah lelah menunggu. Tapi menurut Bimo sendiri, hanya dengan menduduki posisi itu saja setidaknya rasa sakit Bimo ditinggal Risya sedikit berkurang sebagai self reward.
"Wen!" teriak Bimo mengejar Wendy. "Wendy!"
Kalian bisa baca kisah mereka di Bestory atau Karyakarsa ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Impossible Marriage (END)
Romance(Marriage Life Series) Memilih menjadi single bahagia sepertinya menjadi sebuah aib bagi keluarga Wendy Aurelia. Di usia 31 tahun, Wendy dipaksa menikah demi membungkam cibiran keluarga besar sekaligus menuruti permintaan sang ibu. Sehingga dia meng...