Gentar Erlangga seorang pemuda tampan yang mempunyai postur tubuh sangat bagus dan wajah yang tampan. Gentar bukan siswa yang cerdas, dan bukan juga siswa kebanggaan gurunya. Gentar memiliki kepribadian ceria, jahil, nakal, dan ramah. Tapi di balik semua kepribadiannya, ia memiliki rahasia yang cukup besar bagi remaja seumurannya.
Guntur Erlangga lahir lebih cepat 15 menit dari Gentar, Guntur mempunyai paras yang sangat identik dengan Gentar, yang membedakan mereka hanya tinggi badan, walaupun seorang kakak tapi tinggi badan Guntur sedikit lebih rendah dari sang adik. Jika Gentar mempunyai kepribadian ceria, jahil dan nakal sebaliknya Guntur mempunyai sifat yang sangat dingin, dia tidak peduli kepada orang yang ada di sekitarnya tapi berbeda jika sedang bersama adik kembarnya ia akan menjadi seorang kakak yang sangat penyayang dan sedikit tegas.
Berjuang di masa remaja bukanlah hal yang mudah, banyak yang harus di hadapi entah itu soal harta, keluarga, teman ataupun pasangan, semua itu sudah ada yang mengatur. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya semuanya harus mengikuti alur yang di tentukan, mau baik atau buruk sudah ada bagian masing-masing.
Seorang pemuda dengan kacamata dan seragam putih abu sedang bercermin melihat pantulannya sendiri.
Setelah pakaiannya dirasa sudah rapi Guntur bergegas ke kamar sang adik untuk mengajaknya sarapan bersama.
"Gen siap belum?"
Seorang pemuda dengan seragam yang sama membuka pintu.
"Gue gak sudi berangkat bareng lo." jawab Gentar ketus.
Gentar langsung melenggang pergi meninggalkan Guntur dengan perasaan bersalah, ia merasa perlakuannya sangat keterlaluan, tapi karena egonya yang sangat tinggi ia malah membangun dinding yang sangat tinggi terhadap kakaknya sendiri.
Guntur tidak menyerah, ia harus berhasil mengajak sang adik untuk ikut berangkat bersama dirinya.
"Gentar tunggu! janji hari ini gue yang bawa mobil, nanti soal ayah biar gue yang urus." Guntur.
Gentar menyetujui tawaran kakaknya, dengan tatapan dingin Gentar berjalan menuju mobil sang kakak.
Guntur sangat senang walaupun adiknya itu tidak menjawab apa-apa, tapi ia melihat Gentar berjalan menuju mobilnya. Bisa di tebak kalau Gentar menyetujui ajakannya.
Gentar menolak ajakan kakaknya bukan karena benci, tapi karena kakaknya itu pasti akan di antar ayahnya, dan Gentar tidak suka.
Bukan karena malu atau benci, setiap melihat tatapan sang ayah terlihat ada kebencian di dalam matanya, dan itu membuat Gentar takut.
Apalagi perlakuan Ayahnya terhadap Gentar sedikit berbeda, mungkin perlakuan itu adalah kasih sayang sang Ayah terhadap dirinya.
Walaupun diperlakukan sedikit berbeda Gentar selalu ikhlas dengan apa yang ayahnya lakukan, walaupun ia kesal kepada kembarannya karena perlakuan sang ayah berbeda kepada Guntur dan dirinya tapi ia tidak bisa membenci keduanya.
Guntur sekarang sedang berada di hadapan sang ayah untuk meminta izin menyetir mobil sendiri.
"Yah boleh ya, kali ini aja mumpung adek aku mau berangkat bareng." Guntur.
"Gak ayah gak ngizinin kamu berangkat dengan anak pembawa sial itu, ayah gak mau anak ayah celaka gara-gara dia." Ayah.
"Ayah dia itu punya nama, namanya Gentar. Kenapa si ayah terus bahas kejadian itu, Bunda koma karena kecelakaan bukan karena Gentar, aku gak tau harus ngejelasin gimana lagi." Guntur.
Guntur pergi dengan amarah yang masih membara, ia heran kenapa ayahnya selalu membahas tentang kejadian itu, ia tidak peduli dengan teriakan panggilan dari ayahnya, dengan sedikit berlari Guntur langsung menghapiri sang adik yang sudah duduk manis sejak tadi.
"Maaf gue lama, ayo berangkat." Guntur.
"Kalo gak niat ngajak ya gak usah! hampir setengah jam gue nungguin lo." Gentar.
Setelah berbicara Gentar langsung memejamkan matanya, ia tidak mau kakaknya itu menjawabnya, jika Gentar mulai berbicara kakaknya itu akan melanjutkannya dan melantur kemana-mana. Dan berakhir mereka akan terkena hukuman karena telat.
Dan benar saja, karena sepanjang perjalanan Guntur terus merancau. Sekarang mereka berdua sedang di depan gerbang.
"Pak bukain dong, masa anak ganteng kaya gini dibiarin berdiri di depan gerbang, gak kesian apa." Gentar.
Yang berbicara adalah Gentar, meraka akan terlihat seperti bertukar kepribadian jika di sekolah.
Dengan sangat cekatan Gentar berlari ke belakang sekolah, dan langsung memanjat tembok agar bisa masuk kelas tepat waktu.
Gentar meninggalkan kakaknya, dia tidak peduli jika kakaknya di hukum karena telat, yang penting dirinya aman.
Setelah sampai di dalam kelas Gentar langsung merebahkan badannya di atas meja, ia berniat akan memejamkan matanya sebentar sebelum gurunya masuk.
Baru akan masuk kedalam mimpi, tiba-tiba ada yang membangunkannya dengan tidak manusiawi.
"Heh curut bangun lo, cepet bayar uang kas!" Citra.
Citra adalah Bendahara kelas, ia termasuk teman bar-bar nya Gentar, tiap hari pasti ada aja yang buat ulah, mau itu Gentar, citra atau sahabat-sahabatnya Gentar.
Semua teman sekelasnya sudah geleng-geleng kepala dengan kelakuan mereka, sudah tidak aneh lagi jika tiba-tiba salah satu dari mereka ada yang di panggil ke ruang BK.
"Heh mata duitan, baru juga datang udah di tagih." Jawab Gentar dengan kesal sambil mengeluarkan uangnya.
"Hahaha gitu dong, kan gak usah narik urat dulu gue, sekalian bayarin punya sahabat-sahabat lo." Citra.
"Enak aja dikira nyari duit gampang apa, mereka itu anak sultan gak gue bayarin juga mereka bisa langsung lunas buat 2 tahun kedepan." Gentar.
"Dasar pelit, hati-hati kuburan lo sempit hahahaha." Citra.
Dengan tampang tanpa dosanya Citra terus mengejek Gentar, sambil berlari dan akhirnya terjadilah saling ejek satu sama lain.
"Heh ijem sini gak lo, kalo dapet leher lo di jamin gak bakalan selamat." teriak Gentar.
"Hahahah orang pelit, kuburan sempit hahahaha." Citra.
Di saat sedang asik berlari tiba-tiba Citra menabrak sesuatu yang empuk, besar dan tinggi. Perasaanya mulai tidak enak ia tau apa yang ditabraknya, dengan perlahan Citra menoleh ke atas dan benar saja yang ia tabrak adalah gurunya.
"Bagus bukannya duduk di kursi masing-masing, malah kejar-kejaran, kalau mau olahraga bukan di kelas tempatnya tapi di lapangan, sekarang Gentar, Citra, Reza dan Hero keluar dari kelas saya Sekarang!" Ucap Pak Guru marah.
"Kok saya ikut kena pak, kan yang kejar-kejaran Gentar sama Citra bukan saya." Protes Hero.
"Iya pak kenapa eza yang tampan ini ikut kena hukuman, apa bapak gak sayang sama saya, dengan susah payah saya datang ke sekolah ini berniat untuk belajar. Tapi setelah sampai di sekolah bapak malah menghukum anak yang tidak berdosa ini." Protes Reza dengan nada seperti sedang bermain drama.
"Walaupun kalian tidak ikut berlari tapi kalian tadi saling ejek, suara kalian terdengar sampai ke ruang guru. Jika kalian protes lagi maka bapak akan menambah hukuman kalian." Pak Guru.
Drama protes mereka ternyata belum selesai, mereka masih mencari cara agar tetap berada dalam kelas, apalagi Citra dirinya tidak mau berpanas-panasan, karena ia takut make-up nya luntur jika terkena sinar matahari.
"Pak tapi kan saya perempuan sendiri, emang bapak gak kesian apa gimana kalo anak perempuan bapak kaya saya juga, di hukum di lapangan panas-panasan terus tiba-tiba pingsan kan kesian." Ucap Citra dengan muka yang di buat sedih.
"Tapi anak saya laki-laki semua, sudah jangan ada yang protes lagi jika kalian ada yang angkat bicara saya akan menambah hukuman kalian, sekarang tugas kalian lari di lapangan sebanyak 30 kali." Pak Guru.
'Mampus gue.' Ucap mereka dalam hati secara bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWO ERLANGGA
Teen FictionBerjuang di masa remaja bukanlah hal yang mudah, banyak yang harus di hadapi entah itu soal harta, keluarga, teman ataupun pasangan, semua itu sudah ada yang mengatur. Bahkan tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya semuanya harus mengi...