Hero bekerja di sebuah toko bangunan yang ada di dekat rumahnya. Hanya dari situlah Hero bisa hidup, makan dan sekolah. Dia harus bekerja untuk menanggung semua kebutuhan keluarganya bahkan Hutang Bapaknya pun harus dirinya yang menanggung.
Hero pernah mendengar Gentar berkata, "mereka itu anak sultan." Ia membenarkan perkataan itu, tapi hanya untuk reza kalau dirinya lebih pantas di sebut anak miskin fikirnya.
Hero merasa tidak pantas berteman dengan Reza dan Gentar, mereka bisa di bilang anak orang kaya sedangkan dirinya hanya anak yang dijadikan mesin ATM oleh Ayahnya sendiri.
Tidak ada satupun yang tau tentang Hero diantara mereka berdua, mereka hanya tahu kalau seorang hero anak yang berkecukupan dan terkenal pelit.
Hero sudah biasa dengan kata-kata itu, awalnya emang dia sedikit tersinggung karena temannya selalu bilang dirinya pelit, tapi sekarang ia anggap angin lewat saja.
"Gue juga pengen bisa traktir kalian tapi gue bisa apa, buat bayaran sekolah dan keperluan sekolah aja pas-pasan, bisa makan sehari sekali aja gue udah bersyukur. Semoga suatu hari nanti gue bisa traktir kalian, untuk sekarang biar gue jadi orang pelit dulu." Ucap Hero entah bicara kepada siapa.
'Eh anjir gue lupa bapak gue hari ini ada dirumah, mana gue belum beli makanan buat Bapak lagi.' Batin Hero.
Hero segera pergi membeli nasi bungkus untuk Bapaknya.
Dengan santai Hero membuka pintu rumah, ia langsung melangkahkan kakinya ke dapur untuk menyiapkan makanan Bapaknya.
'Kok rumah sepi banget? Biasanya Bapak jam segini udah pulang.' Batin Hero heran.
Tiba-tiba Hero mendengar suara pintu di dobrak.
"Heh anak sialan! dimana lo? Gue butuh duit buat beli minuman."
Hero melihat Bapaknya yang pulang dengan keadaan berantakan. Baju tidak jelas bentuknya, dengan mata merah dan berjalan dengan sempoyongan.
Sudah bisa ditebak bahwa Bapaknya pasti habis minum.
"Bapak baru pulang? ayo masuk pak kita makan dulu." Ajak Hero dengan lembut.
"HEH! LO ITU BUDEK ATAU PURA-PURA BUDEK SI?! GUE KESINI BUKAN MAU MAKAN! Mana siniin duit lo! Gue tau duit lo banyak gak mungkin kalo gak punya duit lo bisa berangkat sekolah!" Bentak Bapaknya Hero.
"Maaf pak tapi aku cuman punya Dua Ratus Ribu." Ucap Hero sambil mengeluarkan uang di dalam saku celananya.
"Gak percaya, mana siniin tasnya!" Rebut Bapaknya dengan kasar.
Uang yang sudah Hero pisahkan untuk bayaran dan keperluan sekolah lainnya ada di dalam tas. Pasti bapaknya itu akan mengambil semua uang yang ia simpan di dalam tas.
Dugaan Hero sangat tepat. Bapaknya menemukan dompet yang ia letakkan di tas bagian dalam.
"Ini apa? Lo mau bohongin gue? untung gue gak bego kaya lo! Gue mau keluar dulu, siap-siap aja nanti malem gue pulang lo bakalan dapat hukuman dari gue." Ucapnya dan langsung keluar tanpa pamit.
'Ya Allah Hero cape tapi Hero gak bisa nyerah, semoga Hero kuat ya Allah' Batin Hero.
Hero menangis sambil memeluk lututnya di dalam kamar, suara handphone berderingpun ia hiraukan. Sekarang dirinya sedang tidak ingin di ganggu.
Seorang pemuda tengah sibuk memperhatikan handphone nya, ia sedang bingung kenapa orang yang sedang ia hubungi tidak menjawab panggilannya.
'Apa gue tanya Gentar aja kali ya, tumben banget Hero gak jawab telpon dari gue' Batin Reza.
Reza segera mencari kontak Gentar.
"Assalamualaikum Gen!"
"Waalaikumsalam, ada apa za? tumben lo nelpon gue!" Jawab Gentar.
"Hero lagi sama lo gak?" Tanya Reza dari sebrang telpon.
"Nggak! emang kenapa?" Tanya Gentar bingung.
"Gue telpon gak di jawab. Padahal Handphone nya aktif."
"Yaudah nanti gue coba telpon tu anak, kalo nggak jawab juga gue samperin sekalian ke rumahnya."
"Emang lo tau rumahnya dimana?"
"Hehe nggak tau, yaudah gimana nanti aja gue mau mandi dulu."
"Heh dari pulang sekolah belom mandi lo? ini udah jam 5 sore! jorok banget si lo." Ejek Reza.
"Serah gue lah."
'Tuuut tuuut tuuut'
Gentar mematikan teleponnya sebelah pihak, membuat Reza berdecak kesal.
"Belom juga salam udah di matiin duluan dasar anak setan."
Padahal Reza mau ngajak temannya main, tapi gak ada yang bisa di ajak kerja sama.
"Temen gue sibuk ngapain si. Pada so sibuk semua udah kaya direktur aja." Monolog Reza sambil geleng-geleng kepala.
Reza langsung merebahkan tubuhnya di kasur king sizenya. Hari ini dirinya sangat lelah karena pulang sekolah ia harus ikut meeting bersama ayahnya.
Di lain tempat seorang remaja tengah berdiri di balkon kamarnya.
"Bego, bego, bego! Gue kenapa bego banget si. Kok gue bisa ketiduran di kamarnya si guntur. Mana gue meluk dia lagi, kalo dia tau mau di kemanain muka gue."
Gentar menyesal karena ketiduran di dalam kamarnya Guntur. Jika dirinya ketahuan tidur di kamar Guntur bisa-bisa ia malu tujuh turunan.
"Kenapa lo mukulin kepala? mana ngatain diri sendiri bego lagi."
Gentar kaget karena tiba-tiba Guntur datang tanpa ketuk pintu dulu.
"Ngapain lo kesini?"
"Di tanya malah balik tanya."
"Kalo gak ada urusan mending lo keluar gue lagi pengen sendiri!" Suruh Gentar dengan nada dingin.
"Gue cuman mau bilang makasih karena lo udah bawa gue pulang."
"Hmm sama-sama. Kalo gak ada urusan silahkan keluar!"
"Ini gue bawain obat demam, jangan lupa di minum. Tadi pas gue bangun lo ada di samping gue badan lo panas banget."
"Gue gak sakit! Kulit lo aja yang dingin." Sangkal Gentar.
"Gue gak suka di bantah! anggap ini perintah dari gue!" Ucap Guntur dengan tegas, membuat hati Gentar ciut saat mendengarnya.
Gentar tidak menjawab, ia langsung mengambil plastik obat yang ada di tangan Guntur dan langsung meminumnya.
Guntur melihat prilaku adiknya yang sedikit aneh, ia menyadari jika adiknya sedang ketakutan, Guntur langsung mengalihkan topik.
"Reza kayanya punya gebetan di kelas gue." Ujar Guntur ikut menyenderkan punggungnya di pagar balkon.
Guntur menyadari betapa konyol dirinya, tidak ada angin atau hujan tiba-tiba dirinya membahas sahabat adiknya itu.
'Bego banget gue kenapa jadi bahas si reza si, gak ada kerjaan banget kan masih banyak topik lain. Njir malu banget gue' Batin Guntur.
Gentar langsung menetralkan sikapnya, ia baru sadar kenapa dirinya bisa setakut itu. Pasti Guntur menertawakan dirinya di dalam hati.
"Gak jelas lo, lagian mau dia punya gebetan atau nggak bukan urusan lo. Gak ada kerjaan banget ngurusin idup orang."
"Gue kan cuman ngomong," jawab Guntur, "Yaudah gue keluar, jangan lupa langsung tidur jangan gadang." Lanjut Guntur.
"Hmmm."
Guntur langsung keluar dari kamar adiknya. Mungkin adiknya sedang tidak mau di ganggu, Guntur bisa memahaminya.
Tidak bisa di pungkiri walaupun Gentar sempat takut saat melihat kakaknya berbicara tegas, tapi ia senang karena kakaknya masih memberikan perhatian, menggantikan figur seorang Ibu dan Ayah.
Saat sedang senyum-senyum sediri, tiba-tiba ia teringat sesuatu.
'Eh anjir gue lupa! Kan tadi gue di suruh nelpon si curut sama si reza' Batin Gentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWO ERLANGGA
Teen FictionBerjuang di masa remaja bukanlah hal yang mudah, banyak yang harus di hadapi entah itu soal harta, keluarga, teman ataupun pasangan, semua itu sudah ada yang mengatur. Bahkan tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya semuanya harus mengi...