Gentar sudah berada di dalam kantin dengan mangkok mie ayamnya, dia makan sendiri karena jam istirahat masih lama dan baru dirinya saja yang ada di dalam kantin.
Setelah selesai makan, Gentar langsung membayar sekalian membeli roti dan air mineral untuk Guntur.
'Semoga lo gak kenapa-napa, gue minta maaf gara-gara gue lo jadi tumbang.' Batin Gentar.
Dengan langkah cepat Gentar menghampiri sang kakak yang sedang tertidur.
"Gun bangun." Ucap Gentar sambil menggoyangkan tangan sang kakak, tapi tidak ada respon sedikitpun.
"Gun cepetan bangun, nanti keburu bel masuk." Panggil Gentar dengan sedikit berteriak.
Masih belum ada respon sedikitpun dari kakaknya, Gentar bingung tidak tau apa yang harus di lakukan, apa lagi disaat dirinya memegang tangan Guntur hawa panas langsung menyebar ke tubuhnya.
Gentar punya cara untuk membangunkan kakaknya agar cepat membuka mata, jika tidak ia paksa bangun bisa-bisa pulang kerumah Guntur akan lebih parah, ia tidak mau Kakaknya sakit, karena jika kakaknya sakit Gentar akan ikut merasakan sakit.
"Bang Guntur bangun, ini gue bawain roti sama air." Ucap Gentar dengan lembut.
Gentar mati-matian menahan malu, dan benar saja jika dirinya sudah memanggil Guntur dengan sebutan Abang pasti kakaknya itu akan langsung bangun, dan buktinya sekarang kelopak mata Guntur sudah terbuka dengan sempurna.
Sebenarnya sejak Gentar di depan pintu kelas, Guntur sudah mengetahuinya. Tapi karena dirinya malas bangun jadi ia terus memejamkan matanya, sampai sebuah tangan yang dingin menempel di tangannya yang panas. Guntur sudah tau bahwa itu Gentar, tapi dirinya berpura-pura tidur, ia ingin tahu seberapa khawatir adiknya itu jika dirinya sakit.
"Huaaaa," Guntur menguap dengan sangat lebar dan jangan lupakan wajah tanpa dosanya, padahal Gentar sejak tadi membangunkan kakaknya susah payah, Tapi kakaknya itu bangun dengan tampang polosnya, kalo bukan kembarannya mungkin dirinya sudah memukul kepala Guntur.
"Lo tidur bangke bener si, gue cape-cape bangunin dan lo gak ngasih respon sedikitpun bikin gue takut tau, kalo lo kenapa-napa gimana?, kalo gue kena marah ayah gimana?, kalo lo sakitnya lama gimana?".
Guntur tidak menyangka jika adiknya akan sekesal ini, ia tidak tahu kenapa Gentar seperti itu.
Beberapa tahun yang lalu.
"BUNDAAA, AYAAAAAH." Gentar kecil berlari dengan sangat cepat sambil memanggil orang tuanya.
Tubuh Guntur tiba-tiba menggigil saat bermain hujan bersama Gentar, melihat itu Gentar langsung berlari memanggil orang tuanya agar cepat datang. Dirinya sangat khawatir melihat Guntur yang terus-terusan memanggil Bundanya.
"Kenapa nak? kok kamu lari-larian. Terus kenapa baju kamu basah semua? Pasti kamu main hujan. Kan sudah bunda larang jangan main hujan, pasti kamu ngajak Abang kamu kan?" Tanya sang Bunda dengan lembut.
"I..iya Bun maaf, Bunda nanti aja ceramahnya. Sekarang Bunda ikut aku, tadi tiba-tiba Abang menggigil bun sambil manggil-manggil Bunda, ayo cepetan kesian abang." Ujar Gentar kecil sambil menarik-narik baju sang Bunda.
"Innalillahi ya Allah, anak Bunda kenapa ini." Ucap Bunda dengan khawatir.
Sang Bunda langsung menghampiri anaknya. Dirinya kaget karena saat sampai di tempat yang Gentar tunjuk, Tubuh Guntur sudah terbaring dengan kelopak mata yang sudah tertutup dan terus merancau memanggil sang Bunda.
Dengan gesit sang Bunda langsung menggendong tubuh kecil Guntur, dan berlari menuju kelinik dan meninggalkan Gentar kecil sendirian di tengah hujan.
"Bundaaa hiks hiks, ja..jangan tinggalin aku, a..aku juga mau nemenin abang hiks hiks." Gentar kecil terus menangis sambil berjalan menuju ke rumahnya.
Di sebuah kelinik seorang Ibu yang tadi terus memperlihatkan raut wajah khawatir, sekarang ia sudah bisa memperlihatkan senyum cantiknya.
Guntur sudah sadar, dan itu membuat hati sang Bunda lega. Sekarang dirinya sedang menemani Guntur kecil di ruang rawat.
"Bundaaa aku gak mau, aku gak laper." Guntur kecil terus merengek.
"Sayang kamu harus makan, nanti janji deh kalau kamu udah sembuh Bunda sama Ayah ajak kamu jalan-jalan, iya kan yah?" Ucap Bunda sambil membujuk Guntur kecil.
Yang di panggil namanya pun langsung menoleh, dan langsung ikut serta untuk membujuk sang anak agar mau makan.
"Iya nak Ayah janji kalau kamu sembuh kita jalan-jalan." Ucap sang Ayah meyakinkan.
Mereka terus berbincang sambil bercanda gurau. Tidak ada satupun dari mereka yang menyadari bahwa salah satu putranya sedang menunggu di rumah.
Seorang anak kecil di dalam kamar dengan nuansa gelap sedang menangis sesegukan, ia menunggu sang kakak yang sejak siang tadi belum pulang, dia sangat takut. Gentar kecil sangat tidak suka di tinggalkan oleh kakaknya apalagi sekarang kamarnya gelap, ia takut kegelapan ingin menyalakan lampu tapi tinggi badannya belum sampai untuk menekan saklar lampu. Gentar hanya bisa menangis sambil duduk dan memegang lututnya.
"Abang cepat sembuh, adek gak suka gelap hiks hiks adek takut sendirian, adek minta maaf, gara-gara adek abang jadi sakit hiks hiks." Rancau Gentar kecil dengan sangat pelan.
Gentar takut kajadian beberapa tahun lalu saat dirinya masih kecil terulang kembali, ia tidak mau kakaknya sakit. Dia takut jika kakaknya akan meninggalkan dirinya seperti sang Bunda.
"Ya maaf maaf, gue tadi ngantuk banget." Jawab Guntur menyesal.
"Hmm serah lu, rotinya dimakan gue mau balik ke kelas." Gentar berbicara dengan nada yang sangat kesal.
Setelah meyelesaikan perkataannya Gentar langsung melangkahkan kaki menuju kelasnya. Dia lupa jika mata pelajaran selanjutnya ada tugas dan dirinya belum mengerjakan sedikitpun.
Dirasa adiknya sudah menjauh Guntur langsung memakan roti yang dibawakan adiknya dengan sangat lahap, dia sangat senang karena ternyata adiknya masih peduli terhadap dirinya. Guntur juga tidak bisa memahami apa penyebab muncul nya dinding yang sangat tinggi di antara mereka berdua. Guntur berharap dengan berjalannya waktu dinding itu akan runtuh walaupun sedikit demi sedikit.
"Woy Gun, udah bangun lo?" Tanya Lintang.
Lintang adalah sahabat satu-satunya Guntur, Lintang lah yang selama ini selalu ada di sisi Guntur.
Di saat Guntur mengeluh hanya lintang yang siap mendengerkan kapanpun. Kepribadian Lintang tidak beda jauh dengan Guntur, jika di depan orang lain dia akan manampilkan kepribadian yang dingin tapi jika di depan sahabatnya Lintang akan bersikap hangat.
"Itu dapet roti dari mana? Padahal udah gue beliin nasi goreng tapi lo malah udah makan roti, terus nasi gorengnya kemanain dong." Ucap Lintang sambil memandang nasi goreng yang dibawanya.
"Tenang aja gue masih laper kok, mana siniin nasi gorengnya." Pinta Guntur.
Lintang menarik kedua sudut bibirnya dengan sangat tipis dan memberikan nasi goreng yang ia bawa. Guntur sudah ia dianggap seperti adik sendiri oleh Lintang.
"LINTANG NASI GORENG GUE LO BAWA KABUR KEMANA?".
Tiba-tiba sebuah suara terdengar dari arah luar.
Tidak hanya bersama Guntur, Lintang juga akan berubah sifat 100% dengan seseorang yang ia kenal lama sebelum Guntur datang di kehidupan Lintang.
"Mampus gue gimana nih, habis gue sama singa bringas." Ucap Lintang bingung.
"Gue gak ikut campur, siapa suruh ngambil makanan orang lain, gue kira lu yang beli ternyata hasil nyolong dari bini lo." Ucap guntur dengan wajah mengejek.
Lintang tidak mendengarkan Guntur berbicara, dengan cepet ia bersembunyi di balik lemari buku. Ia harus melarikan diri dari amukan sang kekasih, bisa-bisa mukanya bonyok jika ketahuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWO ERLANGGA
Roman pour AdolescentsBerjuang di masa remaja bukanlah hal yang mudah, banyak yang harus di hadapi entah itu soal harta, keluarga, teman ataupun pasangan, semua itu sudah ada yang mengatur. Bahkan tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya semuanya harus mengi...