11. Teman Kecil

3 2 0
                                    

Seorang pemuda kini sedang berada di tepi Danau, tatapan penuh luka, lelah dan amarah menjadi satu. Ia tidak bisa memilih perasaan mana yang harus ia hilangkan terlebih dahulu.

"KENAPA? KENAPA HARUS GUE? SUMPAH GUE CAPE! GUE GAK PERNAH BENCI SAMA BAPAK GUE! TAPI GUE BENCI SAMA DIRI GUE SENDIRI! AAAAKH." Teriak Hero dengan sangat kencang.

Berjuang seorang diri dengan status seorang siswa merupakan jalan yang sangat berat bagi remaja seumurannya. Tidak ada dukungan orang tua ataupun saudara menjadikan salah satu alasannya untuk segera menghilang dari dunianya.

Di saat tertekan terkadang terlintas di pikirannya untuk menyerah dengan keadaan ataupun hidupnya, keduanya saling terikat. Jika diantara keduanya menyatu maka dirinya tidak akan kuat lagi, Entah itu takdirnya yang semakin buruk atau dirinya yang akan musnah, ia tidak tau apa yang akan terjadi kedepannya.

Seperti saat ini Hero sedang merasa putus asa, saat ini dirinya masih bisa bertahan untuk tidak menghilangkan nyawanya dengan mudah begitu saja, tapi ia tidak bisa menahan jika benda tajam itu ingin membuat lukisan di lengannya.

"Hei kamu gak salah apa-apa, sekarang mau kan bantu aku lagi? kamu emang teman paling baik dari aku kecil." Ia berbicara kepada benda mati yang ia pegang sekarang.

Ia menatap benda itu dengan sangat lama, tangannya bergetar. Perlahan ujung pisau mulai terlihat, setelah terbuka dengan sempura ia menempelkan ujung benda itu ke bagian atas lengannya.

"Cuman 3 garis juga cukup kok jadi sabar ya." Lagi-lagi ia merancau.

Hero sangat puas dengan hasil lukisan yang ia buat hari ini, ia menikmati setiap tetesan yang keluar dari sela kulit lengannya.

"Kamu gak pernah mengecewakan, aku lebih suka kamu dari pada takdir, mereka selalu buat aku kecewa. Kata orang takdir memang menyakitkan tapi juga menyenangkan, bagi aku semua itu hanya tipuan! Tidak ada yang namanya kebahagiaan di hidup aku, yang datang hanyalah hal yang menyakitkan." Ia terus berbicara omong kosong kepada benda itu.

"HEH LO BEGO? KENAPA GAK SEKALIAN AJA LO POTONG URAT NADI LO?!"

"Lo? kok bisa ada di sini?" Hero langsung menyembunyikan benda itu kedalam saku celananya.

"Gak usah lo sembunyiin bego! gue udah liat semuanya!" Ucap orang itu kesal.

"Maksud lo?" tanya Hero pura-pura bingung.

Orang itu langsung merampas benda yang di sembunyikan oleh Hero di dalam sakunya.

"Ini! ini apa?"

"Maaf Gen." Ucap Hero menyesal.

Orang itu adalah Gentar, saat sedang berada di dalam uks untuk istirahat tiba-tiba satu nama terpikirkan olehnya.

Gentar langsung keluar UKS. Ia memanjat pagar sekolah yang berada di belakang taman. Ia berniat mencari keberadaan Hero.

Saat sedang berjalan, tiba-tiba pandangannya teralihkan oleh seseorang yang sedang berada di tepi Danau.

Gentar mendengar teriakan itu, teriakan lelah yang membuat siapapun ketika mendengarnya akan ikut merasakan sakit.

Ia terus memperhatikan sahabatnya yang sedang mengeluarkan semua keluh kesahnya, tiba-tiba ia melihat Hero mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Terlihat dari gerak-geriknya seperti ada yang tidak beres, ia masih bertahan untuk tidak keluar dari persembunyiannya.

Tidak disangka ternyata yang Hero keluarkan adalah sebuah benda tanjam, karena pergerakan Hero yang sangat cepat Gentar tidak bisa menghentikan saat benda itu menggores kulit sahabatnya.

Gentar langsung berlari menghampiri Hero, walaupun ia rasa percuma saja karena terlambat, tapi setidaknya ia harus menghentikan Hero sebelum sesuatu yang buruk terjadi.

"Kenapa lo ngelakuin itu?" Tanya Gentar kesal.

"Gue cape Gen! Gue gak punya tempat pelampiasan, cuman ini yang bantu gue tenang."

"Terus lo anggap kita apa?! Kalo lo butuh teman cerita kita siap Ro buat dengerin lo, jadi lo jangan egois kaya gini. Dengan lo ngelakuin itu gak sama sekali nyelesain masalah lo, malahan lo buat masalah baru dengan ngelukain diri lo sendiri kaya gini." Jelas Gentar panjang lebar.

"Gue gak berani buat cerita ke kalian, cukup tau diri selama ini gue nyusahin kalian. Gue gak mau kalian ikut nanggung beban, dan berakhir gue yang nyesel sendiri karena udah egois ngebiarin sahabat sendiri ngerasain susah yang gue alamin." Ucap Hero dengan datar.

"Ck! lo kira kaya gini bukan egois namanya? sadar bego! liat orang di sekeliling lo, temen-temen lo. Emang ada dari mereka yang ngeluh tentang lo? Gak ada kan! Gini aja logis nya, lo ngelakuin ini emang ada manfaatnya buat lo? bisa buat masalah lo selesai? Nggak kan! Mending lo cerita sama kita, walaupun kita gak bisa bantu se enggak nya lo lega begitupun sebaliknya. Paham?!" Jelas Gentar dengan emosi yang naik turun, tiba-tiba rasa sakit di perutnya kembali lagi.

'Bego banget si ni perut, sakit gak tau tempat.' Ucap Gentar dalam hati.

Gentar membungkukkan badannya untuk menahan sakit. Ia harus segara mengubah raut wajahnya sebelum Hero melihat jika dirinya sedang menahan sakit.

"Gue ke sekolah duluan, renungin yang gue jelasin tadi, kalau udah paham cepat balik ke sekolah dan ceritain semua masalah yang buat lo kaya gini." Tanpa mendengar jawaban dari Hero, Gentar langsung pergi menuju ke sekolah. Lebih tepatnya ia akan balik ke UKS karena percuma saja kembali ke kelas, beberapa menit lagi juga bel istirahat ke dua bunyi. Ia akan memanfaatkan waktu kosong nya untuk istirahat karena hari ini tubuhnya benar-benar tidak bisa di ajak kerja sama.

Suasana kantin sekarang masih sepi karena jam istirahat belum berbunyi, tapi sepasang kekasih dengan tenangnya duduk di salah satu kursi yang ada di kantin.

Elzi dan Lintang sudah berada di kantin sejak tadi, tidak ada yang mengeluarkan suara di antara mereka, hanya sibuk dengan handphone masing-masing. Yang Elzi lakukan hanya menonton video di sebuah aplikasi, sedangkan Lintang sedang mengetikkan sesuatu kepada seseorang.

"Gun lo sakit? kok gak bilang!" Isi pesan Lintang untuk Guntur.

Tidak lama pesan Lintang di balas oleh Guntur.

"Gue sehat Lin, ini lagi latihan Olimpiade di Lab.Kimia. Kenapa lo tiba-tiba nanya kaya gitu?" Balas Guntur dengan heran.

'Si Elzi ngigo kayanya, orang si Guntur sehat sehat aja.' Ucap Lintang dalam hati.

"Heh Atang! kok ekspresi muka lo kaya gitu si." Tanya Elzi heran karena ekspresi wajah Lintang seperti sedang kebingungan.

"Lo tadi gak salah liat kan?" Tanya Lintang.

"Liat apa si?!" Jawab Elzi heran.

"Kata lo Guntur ada di Uks, lo beneran gak salah liat kan?"

"Sumpah gue gak salah liat Lin!"

"Tapi barusan gue chat si Guntur, dia ada di lab.kimia bukan di UKS!"

"Lah kok bisa? ayo kita cek takutnya dia bohong!" Ajak Elzi untuk memastikan.

"Yaudah ayok."

Sebelum melanjutkan langkahnya, tiba-tiba Elzi mengingat sesuatu. Dia baru ingat jika Guntur mempunyai saudara kembar.

'Bego banget gue, kok gak kepikiran ke sana si!' Ucap Elzi dalam hati.

"Tang bentar deh!"

"Apasi ayok cepetan! Gue mau marahin tu bocah. Udah berani bohong sama gue!" Ucap Lintang kesal.

"Lo lupa sesuatu gak?" Tanya Elzi memberi kode.

TWO ERLANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang