16. Mas Reyhan udah punya pacar?

2.7K 200 8
                                    

Terpaksa Update karena udah janji. Tapi ini bukan karena aku nggak ikklas ya buat Update cepat. Cuma entah kenapa selesai nulis Bab 15 kemarin, cerita yang tadinya udah ngumpul di kepala tiba-tiba hilang gitu aja. Tapi aku tetep tepatin  janji kok.

Happy reading...

🏠🏠🏠🏠🏠

Ternyata ekspetasi nggak sesuai sama Reality ya. Mas Reyhan tadi udah turun dari atas, dia juga udah lihat aku sama Mas Aji, tapi dia sama sekali nggak ada niat buat nyamperin aku. Dia cuma ngelihat doang abis itu udah, pergi dia-nya. Aku sampai nggak bisa ngomong apa-apa ngelihatnya, bahkan Mas Aji, yang emang udah tau muka Mas Reyhan, cuma geleng-geleng kepala. Dia memberi kode agar aku menyusul Mas Reyhan, yang ku balas dengan wajah cemberut. Gengsi banget kalau aku harus nyamperin. Kemarin aku udah bikin malu diri sendiri dengan nyamperin dia ke ruangannya, dan sekarang aku maunya dia yang nyamperin aku.

Dulu aku mikir kalau di galakin sama dia tiap hari itu nyebelin banget, tapi ternyata di cuekin dia itu lebih nyebelin plus ngeselin. Bikin sakit hati juga. Aku bisa ngerasain mataku bakal ngeluarin cairan beningnya sebentar lagi. Aku mengedipkan mataku cepat, agar air mataku nggak jadi keluar. Setelah bikin aku sakit hati sampai dua kali, nggak akan aku biarin dia buat aku nangis sampai dua kali. Karena memang aku sempat nangis sebentar sewaktu mau tidur. Bahkan untuk ngilangin efek sembab habis nangis, aku terpaksa pakai concealer agak banyak. Mana harganya lumayan lagi. Pengen rasanya aku datengin Mas Reyhan sambil nadahin tangan buat minta ganti concealerku yang tinggal sedikit sama dia. Tapi untung aku nahan karena masih tau malu.

Jadi, dengan rasa kesal plus malu yang udah sampai ke tahap tinggi, aku berdiri dari tempat dudukku dan mengajak Mas Aji kembali ke kantor, melupakan rencana ku untuk membuat Mas Reyhan cemburu. Mungkin Mas Reyhan emang bukan jodohku, makanya ada aja cara Tuhan buat jauhin aku sama Mas Reyhan. Pikiranku kayaknya positif banget.

Sepanjang jalan Mas Aji sama sekali nggak ngomong apa-apa, dia menghargai aku yang lagi patah hati berat. Bahkan saat sampai di kantor dan duduk di tempat kerja masing-masing, dia sempat ngelarang Mbak Siti untuk bertanya. Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih lewat mataku.

Aku mengerjakan pekerjaanku dalam diam. Seisi ruangan pun jadi ikut diam. Tau banget mereka kalau aku lagi nggak mau denger suara berisik. Tapi itu nggak lama, karena setelahnya Pak Arash, suami Rasi, keluar dari ruangannya sambil menyodorkan Ponselnya kepadaku. "Reyhan telfon." Katanya.

Aku mengambil Ponsel nya dan dengan ragu-ragu menempelkan telingaku di sana, dapat aku dengar suara Mas Reyhan yang memanggil namaku dengan suara datar, "Nggak usah kekanakan."

Aku tertegun mendengarnya, kekanakan? Aku? Jadi menurut nya selama ini aku kekanakan?

"Itu urusan aku kalau aku kekanakan. Nggak ada urusannya sama Mas Reyhan."

"Jadi urusan aku kalau itu menyangkut kamu."

Aku tanpa sadar tertawa sinis mendengar suaranya yang posesif, "Nggak usah urusin hidup aku, dan aku juga nggak akan ngurus hidup Mas."

Setelah itu aku mematikan panggilannya dan mengembalikan Ponsel itu kepada Pak Arash yang menatapku dengan tatapan kasihan, bahkan saat aku mengedarkan pandanganku, aku juga bisa melihat tatapan kasihan beberapa orang yang ada di ruangan ini, terkecuali Mbak Siti yang dengan sigap memberi kode agar aku menceritakannya. Aku mengangguk sebelum menatap Pak Arash yang masih berdiri di depan mejaku, ia sudah menghilangkan tatapan kasihan nya, menepuk bahuku pelan dan masuk kembali ke ruangannya.

Aku menarik nafas dalam-dalam, dan menghembuskan nya lambat. Kayaknya aku bakal sakit sebentar lagi. Kondisi tubuhku yang memang kurang fit tadi pagi, di tambah dengan tadi membuat kepala ku sedikit pusing.

Mas ReyhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang