cat rambut

490 72 3
                                    

"Aku aja yang ke sana, ini udah ketemu Jeje sama Harsa kok."

Ucapan pacar gue di ujung telepon membuat gue otomatis mengangguk, gue akhirnya berdehem pelan setelah sadar bahwa dia gak mungkin dia liat anggukan gue.

"Aku langsung ke kantin berarti?"

"Iyaa Kak Sadaaaaam."

Tiga hari kemarin gue sempet bertindak bodoh yaitu nyuekin dia, kalian bebas ngatain gue karena tindakan gue emang salah. Gue gak pernah membenarkan semua sikap bodoh yang gue terapkan ke Danesa, tapi gue ngerasa kalau gue berhak akan itu.

Punya pacar selucu Danes itu seru, soal tampang gue anggap bonus karena gue rasa gue gak jelek-jelek amat, masih pantas bersanding sama Danesa at least.

Dari kejauhan gue lihat Danesa duduk di kursi kantin, dengan Jeria di hadapannya, sahabat dia sejak SMA. Gue mempercepat langkah, setengah berlari ke arah Danesa.

Setelah duduk di sebelah pacar gue, gue langsung menyesap es teh manis yang ada di meja depannya.

"Heh, pesen sendiri!" Omel Danesa, gue hanya meringis pelan.

"Haus banget, Nes."

"Oh jadi ini yang kemarin nyuekin lo ya?" Itu suara Jeria, dia duduk di hadapan Danesa dan ada Harsa di sebelahnya.

"Bukan nyuekin, Kak Sadam kayanya nyuruh gue introspeksi diri deh?" Danesa dan semua pikiran positifnya, gue cuma nyengir kemudian mengusap lembut surai hitamnya.

"Udah makan? Mau makan di sini atau cari di luar? Aku bawa mobil hari ini." Tanya gue sambil memandang wajah pacar gue, kalian harus tau selucu apa Danesa. Pipinya gembul persis bakpao yang dijual bapak-bapak di pasar malam, matanya kecil tapi bulat dan itu bikin dia tambah lucu.

"Makan di luar aja yuk?" Jawab Danesa setelah menimbang sebentar yang kemudian disambut erangan pelan oleh dua laki-laki di hadapannya.

"Gue sama Jeje nemenin lo kesini cuma buat ditinggal pacaran, Nes?" Protes Harsa tidak terima.

"Gue memberi kesempatan kalian buat pacaran ya!" Omel Danes sambil menunjuk kedua temannya bergantian.

"KITA GAK PACARAN!" Kali ini giliran Jeria yang bicara kemudian diikuti oleh tatapan tidak percaya laki-laki yang lebih tinggi di sebelahnya.

"Jangan ngomong gitu, cukup gue yang dicuekin Kak Sadam, jangan sampe lo juga dicuekin Harsa." Danesa bangkit setelah menoyor kepala Jeria, dia hanya mendengus lalu menyesap es jeruk di hadapannya. "Pacaran dulu ya, kalian jangan lupa bahagia."

Danes menarik tangan kanan gue untuk digenggam, kita berdua berjalan beriringan ke arah parkiran sembari bicara tentang keseharian tiga hari kemarin. Gue sengaja gak balas pesan Danesa sama sekali karena gue butuh ketenangan. Tugas gue gak main-main banyaknya, belum lagi organisasi yang terus-terusan ngadain acara, tapi gue beruntung karena punya Danesa yang luar biasa pengertian.


***

"Merah atau coklat terang?" Tanya Danesa dengan dua cat rambut di tangannya, gue berpikir sebentar lalu menunjuk cat merah yang ada di sebelah kiri.

"Nanti kalau luntur jadi coklat gak sih?" Kali ini giliran gue yang bertanya, sedangkan Danesa hanya menggeleng tanda tidak tahu.

"Merah nih?" Gue menjawab pertanyaan Danesa dengan anggukan pelan.

Setelah makan di restoran mal tadi, Danesa akhirnya berniat mewujudkan salah satu impian dia setelah lulus SMA dulu. Iya, pacar gue mau warnain rambut dan gue yang disuruh buka salon dadakan sama dia, padahal gue udah berulang kali nawarin Danesa buat cat rambut di salon aja, tapi dia gak mau. Daripada bikin gue nunggu dia di salon berjam-jam, Danesa memilih buat berlama-lama sama gue di rumahnya sambil bereksperimen dengan cat rambutnya.

Sorrow [Damdo]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang