holiday

365 53 0
                                    

Danes hampir melompat kegirangan saat mendengar suara mobil Harsa memasuki halaman rumahnya, kita udah selesai packing dan tinggal jalan setelah ini. Hari ini keluarga Danesa ngajak gue dan temen-temen pacar gue buat liburan ke Bandung, harusnya acara ini diadain dua minggu lagi, tapi karena Danesa udah harus operasi minggu depan, akhirnya acaranya dimajuin.


Awalnya pacar gue menolak tawaran operasi karena dia takut, ya siapa yang gak takut dioperasi gue tanya? akhirnya setelah berbagai pertimbangan dan karena takut kankernya nyebar ke tempat lain, akhirnya Danesa mau.

Ini semua nyokapnya yang jelasin, Danesa gak berani ngasih tau gue karena takut sedih katanya.

"Gak ada yang ketinggalan kan, Nes?" Tanya gue sambil melipat sapu tangan kecil untuk gue simpan di kantong jaket. Danes terlihat berpikir sejenak kemudian menggeleng.

"Nggak ada kak Dam. Udah masuk semua, oh iya obatku aku masukin sling bag kamu ya!" Jelasnya, gue mengangguk lalu menarik koper yang berisi baju serta perlengkapan gue dan Danesa.

Kalau kalian pikir Danes berisik, Jeje dan Awan jauh lebih berisik dibanding dia. Mereka ngeributin perihal siapa yang duduk di depan, Awan gak mau karena dia ngerasa canggung sama Harsa. Sedangkan Jeje gak mau karena akhir-akhir ini hubungan mereka gak berjalan baik juga.

"Lo punya SIM kan Kak?" Tanya Harsa yang tanpa gue sadari udah berdiri di sebelah gue, gue mengangguk. Dia lalu menyodorkan kunci mobilnya."Lo yang bawa, biar Danes bisa tiduran di tengah, Awan sama Jeje di belakang. Kalo ada apa-apa baru gantian sama gue." Gue yang awalnya mau protes akhirnya setuju setelah melihat Danes yang memberi isyarat bahwa dia gapapa duduk di tengah sendirian.

Setengah perjalanan ke Bandung gue habiskan di belakang setir, sedangkan sisanya gue pake buat nemenin Danes di kursi tengah. Jeje akhirnya mau duduk di depan supaya Harsa ada temen ngobrol, dan Awan malah tidur di kursi paling belakang.

Danesa yang mulai kecapekan sekarang lagi tiduran di paha gue, rasanya gue pengen nyuruh Harsa buat ngebut supaya cepet sampe biar pacar gue bisa istirahat, tapi bahaya juga.Tangan kanan gue sibuk memijit pelan kepala Danes, sedangkan yang kiri gue pake buat buka hp, liat kegiatan apa yang harus kita lakuin di villa keluarganya nanti. Pacar gue yang bikin sendiri rundown nya, entah untuk apa.

"Kamu emang bawa uno, Nes?" Tanya gue setelah melihat ada jadwal main uno di jam dua pagi.

"Ditinggal di sana lah kak Sadam, Kak Juna punya banyak kartu kok. Jangankan uno, kartu gaple juga ada." Gue mengangguk mendengar kalimat Danes. Gak lama Danes tiba-tiba bangun dan kebingungan cari sesuatu sambil nunduk dan megangin hidungnya.

"Kenapa Nes?" Tanya gue ikutan panik, setelah sadar kalau ternyata pacar gue mimisan, gue langsung ngeluarin sapu tangan yang emang sengaja gue bawa dari rumah.Danes menarik sapu tangan di tangan kanan gue dan buru-buru nahan darah yang keluar dari hidungnya. Awan yang tadinya tidur di belakang dan Jeje yang daritadi diem aja juga mulai ikutan panik.

"Jangan gitu Nes, nunduk aja biar keluar semua." Ucap Jeje yang lihat Danes mendongakkan kepala. Harsa akhirnya menepikan mobilnya ke parkiran minimarket, untungnya mobil kita udah hampir sampai dan udah keluar Toll.

Gue lari ke minimarket buat beli tisu dan air mineral, pas balik ke mobil ternyata sapu tangan gue yang tadinya putih kini berubah warna, dan gue bersyukur ternyata mimisan pacar gue udah berhenti. Gue membersihkan wajah Danes yang belepotan darah dengan tisu basah yang gue beli tadi.

"Minum dulu." Perintah gue sambil menyodorkan air mineral, setelah selesai minum dan membereskan barang-barang di mobil yang lumayan berantakan, akhirnya kita jalan lagi.Danes kini duduk di sebelah dan bersandar di bahu gue, dengan kedua tangan yang gak berhenti menggenggam tangan kanan gue dengan kuat. Gak lama kita sampai di villa milik Papa Danesa, disambut dengan keluarga mereka yang ternyata udah sampai sebelumnya.


***


Semuanya berjalan lancar hari itu, selain insiden Danes mimisan di mobil tentu saja. Setelah sampai dan istirahat sebentar, Danes merengek ngajak kita semua kumpul di taman belakang villa keluarganya. Sementara Jeje dan Harsa sibuk memanggang, Awan justru sibuk memakan sosis yang belum terpanggang sempurna.


Orang tua Danes memilih duduk di kursi dekat kolam, begitu juga kedua kakak Danesa. Sementara pacar gue duduk di ayunan dengan gue yang sesekali mendorongnya pelan. "Makasih ya Kak." Ucapnya tiba-tiba.

"Makasih kenapa?" Tanya gue heran, Danes berbalik untuk menatap wajah gue dari tempatnya.

Makasih udah gak bilang Mama soal mimisan aku tadi." Ucapnya lagi diakhiri dengan senyuman, gue mengangguk kemudian mengelus kepalanya yang lagi-lagi tertutup topi.

Kita berdua dikejutkan dengan teriakan Jeje yang berkata bahwa sosis dan beberapa makanan lain udah siap tersedia, gue mengulurkan tangan kanan berniat membantu Danesa untuk bangun dari duduknya.

"Ayo." Ajak gue, Danes meraih tangan gue dan kita berjalan beriringan ke saung kecil yang ada di pojok taman. Danesa gak berhenti ketawa dan terus meledek Jeje perihal hubungannya dengan Harsa, sedangkan Harsa justru tersenyum kecil mendengar semua omelan Jeje yang memohon supaya Danes berhenti meledeknya.

Awan yang tadinya sibuk makan kini beralih memainkan game di hpnya dengan penuh emosi. "Wan biasa aja mainnya, hp lu rusak kalo dipencet brutal gitu." Ucap Kak Juna, sedangkan yang ditegur hanya mengangguk dan malah terus melanjutkan kegiatannya.

Sekarang udah hampir jam sepuluh malam, Orang tua Danes udah pamit beberapa menit lalu buat tidur duluan, yang tersisa cuma gue, pacar gue, tiga sahabatnya dan kedua kakaknya. Bang Fauzi kini mulai menyetem senar gitar yang barusan dia pinjam dari penjaga villa.

"Nyanyi Dam." Ucapnya tiba-tiba, Danes yang duduk di sebelah gue langsung mengangguk, padahal di mulutnya masih dipenuhi jagung bakar.

"Lagu apa ya? kamu ada request sayang?" Tanya gue yang disambut oleh ekspresi menjijikan semua orang, kecuali pacar gue yang justru terlihat malu-malu.

"Lagu itu loh kak, yang kemarin kamu nyanyiin." Jawabnya.

"Kucinta kau apa adanya ya judulnya?" Lanjutnya lagi, gue mengangguk mengiyakan. "Lo tau bang chord nya?" Tanya gue ke Bang Fauzi, dia mengangguk kemudian mulai memainkan gitar di pangkuannya.

Hari pertama berjalan sebagaimana mestinya, meskipun gak sesuai sama rundown yang dibuat Danesa karena kita yang masih sibuk main uno sampai jam tiga itu tiba-tiba dikejutkan oleh suara tawa perempuan (yang katanya sih penghuni pohon sawo di kebun belakang), dan berujung lari ketakutan.

Malam itu kita akhirnya tidur bareng di ruang tengah, Danes di sofa panjang, Awan meringkuk di bean bag di pojokan, Harsa dan Jeje di karpet tebal depan tv, bareng Bang Fauzi dan Kak Arjuna yang juga ada di sebelahnya.

Sedangkan gue terduduk di lantai dengan kepala bersandar di sofa yang ditempati Danesa, memandang wajah pacar gue dengan mata yang masih enggan terpejam.

"Makasih ya Kak Dam udah mau ikut kesini." Ucapnya pelan, yang saking pelannya sampe gue hampir gak denger.

"Sama-sama Danesa." Jawab gue sambil perlahan mengusap pipinya dengan ibu jari. "Aku sayang kamu, Nes." Ucap gue lagi, Danesa tersenyum kemudian meraih tangan gue untuk dia kecup sebentar.

"Aku tau, aku juga sayang kak Sadam." Dengan jantung yang debarannya udah gak karuan, mendadak Danesa menarik kepala gue untuk mendekat ke arahnya, perlahan ia daratkan bibirnya tepat di atas bibir gue, dan gue malu-malu membalas ciuman nekat Danesa, kemudian bisa gue rasakan kalau air matanya tiba-tiba turun, ikut membasahi pipi gue yang memanas.

Perlahan gue menjauhkan diri dan menghapus air mata Danesa yang makin deras, meskipun tanpa isakan tapi gue paham seberapa sedih dan takutnya dia sekarang.

"Mama udah cerita, aku yakin kamu bisa Nes. Aku bakal temenin kamu dari awal prosesnya ya, aku gak akan kemana-mana sampe kamu sadar." Ucap gue sambil terus mengusap pipi basah Danesa, ia kemudian mengangguk.

"Aku mau sembuh, aku masih mau ketemu Mama, Bang Fauzi, Kak Juna, temen-temenku, Kak Sadam juga." Ucapnya sebelum akhirnya tertidur di hadapan gue.

Sorrow [Damdo]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang