Taman Makam Moufrobi.
Jeremy meneguk saliva pahit, berdiri di belakang Hellen yang menatapnya jengah. Laki-laki tapi penakut. Yah, Hellen juga tak bisa menyalahkannya. Malahan Jeremy tampak lucu karena ketahuan takut dengan hal paranormal.
"K-kita akan menggali kuburannya? Astaga, bagaimana kalau ada yang melihat? Kita bisa dituduh aneh-aneh."
"Dan menyuruh kita begitu," kata Aiden lugas, memberikan satu cangkul ke Jeremy. "Kamu sudah mematikan seluruh kamera CCTV di sini kan, Dex?"
"Iya." Dextra dapat bagian juga. Dia dan Hellen bertugas tukang patroli, jaga-jaga ada siskamling lewat.
"Ayo kita mulai." Aiden memimpin.
Untungnya hari sudah gelap, pukul 8 malam. Jadi tidak banyak yang mengunjungi makam. Dari kejauhan pun akan susah melihat pemandangan dalam taman makam sebab kurangnya cahaya.
"A-Aiden, apa ini akan baik-baik saja? Kita sedang mengobrak-abrik makam lho! Malah anaknya ikutan! Duh." Jeremy tak henti-hentinya merengek.
"Kita hanya memeriksanya, Jer, lalu menutupnya kembali. Apa yang kamu takutkan? Kami perlu tenagamu."
"King! Kamu yakin tidak apa? Ini makam mendiang ibumu lho... Eh, woi, kenapa kamu malah semangat menggalinya?!"
"Dia bukan ibuku. Aku hanya numpang lahir lewat rahimnya," katanya enteng.
Tampang Jeremy berubah konyol.
Setelah tiga menit menggali, akhirnya sekop King bertemu dengan benda keras. Itu pasti petinya! Galian mereka sudah mencapai dasar kuburan.
Mengirai tanah di atas peti, mereka bertiga saling tatap, mengangguk. Dengan gerakan yakin, Aiden membuka penutup peti. Mereka sontak mematung.
"Apa ini?" Jeremy menahan napas.
Tidak ada tulang atau kerangka manusia di dalamnya. Hanya rangkaian bunga yang sudah layu dan menghitam. Peti itu kosong. Tak ada jasad apa pun.
"Kenapa petinya kosong? Jangan bilang dugaan Dan benar kalau-kalau ibu King ada kemungkinan masih hidup?!"
King hanya memasang ekspresi datar tak peduli. Oh, jadi wanita itu memalsukan kematiannya? Apa tujuannya? Apa yang tengah dia rencanakan? King tidak tahu.
"Kak Aiden! Ada beberapa orang hendak kemari! Waktu habis, kita harus segera memperbaiki kuburannya dan pergi!"
"Ulur sedikit waktu, Dex!"
"King! Jangan bengong! Bantu kami menurunkan gundukan tanahnya!"
Pemilik nama tersentak, gelagapan memegang sekopnya. "Maaf, maaf. Aku kepikiran sesuatu." Dia buru-buru menjatuhkan kembali tanah di permukaan ke dalam kuburan palsu.
Skip time.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang? Dan juga tidak mengangkat telepon kita. Kuharap dia baik-baik saja."
"Kamu duduk dulu deh, Aiden. Kamu sudah mondar-mandir selama sepuluh menit. Kami yang pusing melihatmu."
Bagaimana Aiden tak merasa gundah? Sebuah peti yang harusnya diisi oleh kerangka jasad Pasha ditemukan tidak ada. Mereka lebih condong ke misterinya daripada horornya. Insting detektif.
Rambutnya berganti lagi menjadi ponytail dengan pita kupu-kupu merah. Entah kapan gadis itu menguncirnya.
"Haruskah kita menyusul Watson?"
"Tidak," tolak King. "Pak Ketua sudah bilang agar tidak mengganggunya dulu. Kita hanya bisa menunggunya sekarang."
King menatap jam tangan, meringis. Tersisa beberapa jam lagi sebelum Violet dipindahkan dari ruang investigasi. Jujur saja, dia sangat ingin melakukan sesuatu. Tetapi Watson melarang. Apa yang bisa dia lakukan? Mereka tidak berdaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] King Krakal - "Please Find My Brother"
Mystery / Thriller"Kalian tidak penasaran? King suka sekali membaca novel itu. Aku juga sering melihatnya membawa buku itu ke mana-mana." Pertanyaan random dari Aiden memancing sebuah misteri baru. Mereka mungkin memang sering melihat King membaca novel berjudul 'Ple...